Kemilau cahaya mentari menyusup perlahan
dari sela-sela gorden kamarku, cahayanya yang indah seakan menjadi lampu-lampu
sorot yang gemilang. Aku menguap sekali, kemudian melirik ponsel di samping
kepalaku, memeriksa pesan dan emailku dengan mata yang setengah tertutup. Baru
pukul 6 pagi, namun mentari sudah bergerak semakin tinggi, tidak ingin
terkalahkan oleh kokokan ayam di alarm ponselku. Untuk beberapa saat, setelah
mematikan alarm ponselku dengan paksa, aku masih tetap berbaring di sana,
bergerak perlahan-lahan, namun jelas tidak bermaksud membuka mata dalam waktu
yang dekat. Suasana kamar di rumah kontrakanku sangat sunyi, dengan lampu yang
sengaja ku padamkan, dan AC yang terus menyejukan kamar itu, mustahil rasanya
jika aku bisa bangun tepat waktu.
Kamarku tidak terlalu besar, karena
kontrakan yang ku ambil adalah salah satu rumah tipe 21 di kompleks tidak jauh
dari kampusku. Hanya ada satu kamar tidur, sebuah ruang tamu, satu kamar mandi,
dan sepetak kecil dapur. Kontrakan Liska dan Ketlia jauh lebih besar dari
tempatku. Tapi sejak awal aku sudah mengubahnya, aku meminta izin kepada
pemilik kontrakan ini untuk melakukan beberapa eksperimen dengan rumahnya, dan
selama itu tidak merugikannya, ia setuju. Jadilah aku mengecat ulang
seluruhnya, lebih berwarna-warni dari kamar kedua milik Ketlia. Dinding bagian
muka rumah berwarna hijau lumut, hijau tua, dan hijau muda, gradasi cantik yang
cocok dengan tanaman merambat berbunga ungu yang sengaja ku tanam untuk
menghiasi bagian depan rumah. Rumah ini tidak memiliki halaman yang besar,
mungkin hanya satu atau dua meter, dan sepenuhnya sudah ku tanami dengan
rumpun-rumpun bunga mawar, bunga melati, dan beberapa kaktus. Di ruang tamu
terdapat sebuah tv plasma di atas rak warna-warni tempatku meletakan koleksi
kaset-kasetku yang sudah tampak seperti toko dvd. Karena kecilnya ruangan itu,
aku tidak meletakan sofa di sana, hanya sebuah karpet berbulu lembut berwarna
biru langit dengan aksen gradasi biru tua, dengan tumpukan bantal-bantal
berwarna abu-abu muda dan tua, yang selalu ku lipat ketika pergi dari rumah. Jendelanya, dengan bantuan kekasih Liska, aku
pasangkan teralis penjaga, meskipun tau tidak ada barang berharga di dalam
rumah kontrakanku, tapi apa salahnya berjaga-jaga. Gorden lamanya yang berwarna
coklat kumal sudah lama ku bakar (tanpa sepengetahuan pemiliknya :D ), dan
menggantinya dengan gorden berwarna ungu lembut, berhiaskan kupu-kupu imitasi
yang cantik. Begitu sesuai dengan warna dinding di ruang tamu, pink keunguan.
Di sisi kanannya terpasang wall sticker
bunga bakung yang menjulang tinggi. Sedangkan di belakang tv dan rak dvd
tertempel wall sticker pohon besar
dengan dedaunan hijau yang luar biasa cantik dan membuat ruangan itu lebih
nyaman, seakan memberikan kesejukan tersendiri.
Aku tidak bisa memasak sama sekali, tapi
aku meletakan kompor gas kecil di dapur, tepat beberapa senti dari tempat aku
meletakan penanak nasi. Sebuah rak piring ku pasang diatas westafel, sempitnya
dapur itu membuatku harus pintar-pintar mengatur barang, dan alhasil begitu lah
bentuknya, saling bertumpuk. Namun aku merasa begini lebih baik, setidaknya aku
tidak perlu menggeser kakiku untuk meraih segala sesuatu yang kubutuhkan di
dapur itu. Tapi karena terlalu sempitnya, aku sampai harus meletakan kulkas
kecil hadiah dari adikku ketika pindah ke rumah ini di dalam kamarku!
Dinding kamarku berwarna biru langit,
dengan wall sticker pohon yang sama
dengan di ruang tamu, di bagian depan ranjangku. Dan wall sticker rumpun mawar di sisi lainnya. Sebuah single bed menjadi pusat kamarku,
berseprai coklat lembut, dengan selimut di ujung kakinya. Sebuah rak buku
terselip diantara ranjang dan dinding di sampingku, menyimpan berbagai
buku-buku novel yang paling sering ku baca. Ada beberapa pajangan hadiah dari
adik-adikku, sebuah miniature menara Eiffel yang diberikan Gadis ketika pulang
dari study tournya dua bulan yang
lalu, sebuah pot kecil berisi bunga lavender yang diawetkan dari sahabat penaku,
sebuah frame foto berwarna hitam yang
memuat foto sosok cantik Leona ketika memenangkan lomba menyanyi, serta sebuah
celengan berbentuk kodok pemberian Leona (yang selalu kututup dengan sulaman
Liska).
Dua langkah dari ranjangku, terdapat
sebuah meja tempatku bekerja. Lengkap dengan lagi-lagi tumpukan buku, tapi
sebagian besar adalah buku kuliah. Sebuah laptop keluaran lama, dan printer
canggih berada di sana. Berbagai macam kertas, catatan, atau sekedar foto-foto
tertempel berantakan namun artistic –menurutku- di bagian belakang laptopku.
Menjadi penawar yang ampuh dikala aku jenuh menulis atau menterjemahkan
sesuatu. Dan yang terakhir adalah sebuah
lemari kecil, tempatku meletakan seluruh pakaianku, berdampingan dengan
dispenser yang diberikan Hanung, mantan kekasihku dua tahun yang lalu.
Over all, rumah kontrakanku tidaklah
semewah rumah-rumah cantik di kompleks sebelah, tapi sebisa mungkin aku
menjaganya agar tetap nyaman. Jika dibanding dengan rumah kontrakan Liska dan Ketlia,
rumah kontrakanku memang berada tiga kali lipat jauhnya dari kampus, membuatku
lebih memilih singgah di tempat mereka ketika memiliki jam kosong. Tapi di
malam-malam tertentu, ketika kami memiliki waktu kosong bersamaan, kami akan
menginap di tempatku, tidur bertumpuk bagai ikan sarden di ruang tamu, di atas
karpet berbulu-ku yang begitu nyaman.
Hal lain yang menyebabkanku menyukai
tempat itu adalah taman kecil yang berada beberapa meter dari rumahku, taman
itu sangat asri, sangat sulit menemukan tempat hijau secantik itu di
tengah-tengah kota megapolitan saat ini. Sebuah kolam kecil berisikan ikan-ikan
cantik menjadi pusatnya, dikelilingi pohon-pohon palem besar, berhamparkan
rumput-rumput hijau bagai permadani indah, berhiaskan rumpun-rumpun berbagai
bunga. Begitu indah dan menenangkan.
KRIING!!!
Aku tersentak bangun ketika mendengar
deringan ponselku. Entah sudah kali berapanya ponsel itu berdering. Aku
mengernyit dan melirik nama yang tertera di sana. Ketlia…
Aku menekan tombol yes dan menjauhkan
ponselku dari telinga, yakin bahwa dari jarak sejauh itupun aku bisa mendengar
gelegar teriakannya. “SETREEESSS DI MANA LO?!!” teriaknya. Nah kan, apa ku bilang?!
“Hm…” jawabku mengantuk.
“Astaga Re!!! Lo masih tidur? Hari ini
kita ada kuliah pagi!!!!” teriaknya lagi. terkadang aku dan Sophia selalu
mempertanyakan baterai apa yang digunakan Ketlia hingga tidak pernah hilang
kekuatan sedikit pun.
Tapi, apa katanya tadi? Kuliah? Yang
benar saja!!
Aku melirik tanggal di layar ponselku,
dan tersentak kaget. Astaga! Ku tepuk pelan keningku, kemudian berlari begitu
saja ke kamar mandi. Sepenuhnya lupa pada Ketlia dan teleponnya.
***
“Lo nyesel!!! Lo nyesel!!!” ujar Ketlia
sambil menyeringai lebar. Sudah sejak setengah jam sejak kedatanganku ke
kampus, ia selalu mengatakan hal yang sama. Aku memutar bola mataku, dan
berjalan melewatinya menuju meja paling ujung kantin. Liska dan Vian sudah
menunggu di sana dengan makanan mereka masing-masing. Vian dengan mpek-mpek
kesukaannya, sedangkan Liska dengan mie ayam bakso yang sangat menggiurkan.
Aku langsung mengambil kursi di samping
Vian, mencuil potongan kecil mpek-mpeknya. Di susul oleh Ketlia yang masih
tersenyum menggodaku.
“Kenapa lo Re?” tanya Liska ketika
melihatku mendengus kepada Ketlia.
“Nyesel tuh dia gara-gara nggak bisa
ngeliat professor ganteng itu!” Ketlia menjawab dengan cengirannya yang semakin
lama semakin menyebalkan.
“Oh, dosen yang baru itu yah?” tanya
Vian setelah menyeruput jus buah naganya. Aku menaikan sebelah alisku
kepadanya. Mata Ketlia langsung melebar.
“Lo tau Vi?” tanyanya antusias, Vian
mengangguk kemudian kembali mengunyah mpek-mpeknya.
“Dia yang kemarin jadi dosen SP di
fakultas gue. Gue Cuma denger sekilas, gue kan nggak ikut SP, tapi kabarnya sih
dia langsung terkenal gitu,” ujar Vian tak acuh.
“Iya, sekarang dia jadi dosen di
fakultas gue juga, tadi pagi masuk. Sumpah ganteng banget! Kasian tuh si Rena,
gara-gara tidur mulu jadi nggak sempet liat dia… hahaha…”
Sejujurnya itu sama sekali tidak lucu,
tapi bagi Ketlia, hal yang menyengsarakan temanya adalah hal yang bisa
membuatnya tertawa lebar. Teman yang baik sekali, bukan?!
“Ganteng banget dong?” tanya Liska
penasaran.
Ketlia mengangkat kedua ibu jarinya,
“BANGET!!!” teriaknya. Aku mendengus, seganteng apa sih dia?!
“Tapi ada kabar nggak enak juga,” tambah
Vian. Sebagai salah satu anggota dari klub modeling di kampus kami (yang
dipenuhi oleh sosok-sosok cantik penebar berita aka penggosip) Vian menjadi
pengganti Koran gossip untuk kami. Maklum, aku dan sahabat-sahabatku yang lain
terlalu sibuk pada perkuliahan kami.
Ketlia dan Liska langsung menatapnya
penuh penantian, penasaran pada kabar miring yang dikatakannya. “Katanya dia
baru aja pulang dari UK,”
“Itu kabar baik kali!” potongku.
“Nah, di Indonesia dia nggak punya
siapapun. Semua keluarganya di UK,” ujarnya tanpa memperdulikan komentarku
sebelumnya. “emang sih dia keliatannya masih muda, dan emang masih muda, tapi
kabarnya dia single.”
“ITU KABAR SUPER BAGUS!” itu suara
Ketlia, lengkap dengan binar penuh semangat di matanya.
“Tapi masalahnya…” Vian sengaja
menggantung kata-katanya di antara kami, membuat kami semua semakin penasaran.
Vian mencondongkan tubuhnya ke depan, seakan bersiap untuk membagi sebuah
rahasia besar, “dia dikabarkan memiliki kelainan seksual, pedofilia.” Bisiknya
dengan mata menyipit.
Dan klik.
Sinar-sinar di mata Ketlia maupun Liska
langsung padam. Dan aku tidak kuasa menahan tawaku. Hahahahaha Ya Tuhan!!!!!
Wajah mereka benar-benar lucu, terlebih wajah Ketlia, pucat pasi, sedetik
kemudian ia sudah berlari ke kamar mandi, memuntahkan seluruh makanan yang baru
saja ia telan.
“Ini mimpi buruk!” pekiknya frustasi
ketika keluar dari kamar mandi masih dengan wajah pucat.
Aku tertawa, “Iya, cowok ganteng yang
memiliki kelainan seksual itu memang selalu menjadi mimpi buruk!” ujarku
menimpali, sejenak lupa dengan keberadaan kami, dan tingginya suaraku. Alhasil
beberapa pasang mata langsung melirik kearahku, mungkin merasa sedikit terusik
pada kata-kata ‘seksual’ yang ku gunakan.
Aku menyeringai kikuk
ketika Vian dan Liska langsung menunduk malu.
2 komentar:
Jadi ngebayangi Dosennya pedofil ke Rey (>ˆ▽ˆ)>ωªªκªªkaakaa<(ˆ▽ˆ<) kalo kaya gitu, aku mau jadi Rey deh hahahaha...
°·♡·♥τнänkчöü♥·♡·° zia sayang (˘⌣˘)ε˘`)
Sama fat aq juga mau....hihihi
Posting Komentar