BAB DELAPAN BELAS
Kakek memberikan
sehelai selimut kepundakku. Tangan besarnya meremas bahu kiriku dengan sayang.
Memaksaku tersenyum tipis penuh keperihan. Kemudian aku bisa melihat tatapan
itu. tatapan sayang kakek yang begitu tulus. Perlahan namun pasti aku mulai
melihat air matanya mengalir, apa ia juga menangisi nasibku?
“Kakek...” bisikku
seraya menghapus air mata di kedua mata tua itu. “Ada apa?” tanyaku.
“Apa seorang kakek
tidak boleh menangis melihat cucunya bersedih sepanjang hari seperti ini?” ia
memandangku. “Kimi, katakanlah pada kakek. Berceritalah sayang, biar kakek
membantumu mengusir semua air mata ini. kakek memang hanya lelaki tua yang
tidak berdaya. Maaf kan kakek. Andai saja kakek bisa menggantikan kedua orang
tuamu kala itu, mungkin kau akan bahagia saat ini,”
“Kakek,” aku menatapnya
tidak percaya. Perih memilin dadaku hingga begitu sesak bernafas. “Aku
menyayangi kakek dan tidak pernah menyesalinya...” aku memeluk kakek penuh
kasih. Aku benar-benar menyayanginya.
“Tapi kakek tidak bisa
membuatmu bahagia..”
“Keberadaan kakek
disini, sudah lebih dari cukup. Ku mohon jangan berkata seperti itu lagi,”
“Kimi, katakanlah pada
kakek, apa yang bisa kakek lakukan untuk membantumu,” pintanya tulus. Aku
menatap kakek perih dan mengaguk.
***
Kirana memelukku erat
ketika aku menjemput mereka di bandara. Aku senang sudah kembali menemukan
keceriaannya.
“Gaun pengantinnya
sudah diantarkan,” ujar Kirana terkikik. “Gaun pengiring pengantinnya juga
sangat cantik. Begitu cocok dengan kita,” tambahnya. Aku mencoba tersenyum. Luna
tersenyum malu-malu disampingku. Aku begitu senang melihat rona bahagia mereka.
“Kenalkan, ini Are,” ujarku
ketika kami sampai di mobil. Luna langsung melirik nakal ke arah ku.
“Jadi ini adalah
pangeran cinta mu itu?” tanya Luna. Aku tersenyum malu-malu. “Seleramu
benar-benar bagus,” bisiknya. aku bisa melihat Are tersenyum sopan. Namun
lagi-lagi senyuman itu tidak menyentuh mata jenakanya.
“Raka akan datang jam
sembilan malam,” terang Kirana dari kursi depan. Aku mengaguk disamping Luna. “Aku
dengar Vero juga memesan beberapa burung,”
“Ya, untuk mempertegas
suasana. Kau tau, beberapa merpati untuk di pelaminan, bangau di taman dan
gagak di...”
“Gagak?” tanya Kirana
tidak mengerti. Aku mengangkat bahuku.
“Entahlah,” bisikku. Aku
mempererat rangkulanku pada tubuh lemah Luna. Besok adalah hari besar untuknya.
Hari dimana akhirnya ia mendapatkan semua mimpinya. Aku membantu Vero mengurus
segala sesuatu yang berkaitan dengan
pernikahannya disini. Karena ia memang ingin menikah di pantai Anyer, sebuah
gagasan awal yang bagus. pernikahan outdoor. Uniknya lagi setiap tamu
diwajibkan memakai topeng. Aku tau, ini adalah gagasan Luna yang tidak percaya
diri akan wajahnya. Meski kami sudah beribu kali mengatakan kalau ia begitu
cantik.
“Sudah sampai,” bisik
Are ketika kami sampai di hotel Marbela Anyer. Aku membantu Luna kembali duduk
di atas kursi rodanya, kemudian membiarkan Kirana membawanya masuk.
“Terima kasih,”
bisikku. Are hanya mengaguk sekali dan berlalu pergi. Wajah itu tampak begitu
berbeda dari yang aku kenal sebelumnya. Wajah jenakanya tampak dipenuhi luka,
dan aku tau itu semua karena ulahku.
Luna tampak duduk
sendiri menatap pantai dari kamar hotelnya. Wajahnya begitu tenang, tampak
begitu sehat dan normal. Aku mendekatinya. “Cinta itu rumit,” ujarnya
tiba-tiba. Aku menatapnya tidak mengerti. “Kau tau, rasanya aku tidak akan
pernah menggapai impianku,”
“Apa maksudmu? Raka tulus
mencintaimu,”
“Tapi dia membagi
cintanya,” Luna menoleh menatapku, membuatku terkejut karena tatapannya. “Dia
mencintai gadis lain juga,” tambah Luna. Aku menggigit bibir bawahku
keras-keras. “Awalnya aku tidak percaya. Bukan karena tidak menyadari, namun
aku tidak mau menerima kenyataan itu. aku tidak mau,” desisnya. “Namun semuanya
tampak lebih nyata lagi sekarang. Aku sangat menyayangi dia, dan ingin dirinya
bahagia. Tapi aku bukan gadis yang bisa membaginya dengan orang lain. Aku
menyayanginya. Dan aku membencinya ketika mencintai orang lain,”
“Di.. dia tidak
mungkin,” bisikku tercekat.
“Aku harap juga tidak,
percayalah! Tapi sepertinya gadis itu sudah membuatnya berpaling dariku. Lucu
memang,” bisiknya. “Gadis itu tentu lebih cantik dariku, lebih sehat, lebih
sempurna...” Luna menggigit bibirnya. Memaksanya menahan tangis. Tanganku
terulur kearahnya.
“Tapi gadis itu tidak
akan mendapatkan apapun, kalian akan segera menikah,” hiburku. Luna menangis
dalam diam.
Veronica membanting
pintu di belakang kami tiba-tiba. Wajahnya pucat. “Kakak kecelakaan,” bisiknya.
aku bisa merasakan tubuhku terhantam batu keras. Kemudian hilang dalam
gelombang lautan. “Kak Luna!!” teriak Vero menyadarkanku. Luna terkulai lemas
disampingku.
1 komentar:
kimi tegar bgt meski sbnrnya terluka dgn rencana pernikahan raka-luna, bhkan msh bs meyakinkan luna!
hh...apalagi yg bklan terjadi stlh raka kecelakaan??
Posting Komentar