ZAHRA
Hujan hari itu masih begitu besar, membuatku
enggan bergerak dari tempat dudukku. Aku meremas bahan di atas pangkuanku
dengan erat, berusaha menahan gejolak amarah. Wanita paruh baya yang tampak
tetap cantik di usianya yang tak lagi muda itu berdeham pelan. Mungkin umurnya
tidak jauh berbeda dengan tante Luna, tapi jelas ia memiliki selera fashion
yang lebih tinggi. Ia mengenakan longdress berwarna hitam yang begitu cantik, berhiaskan
selendang berwarna emas, sesuai dengan bunga di kerudungnya. Kuku-kukunya
terpotong rapih, kulitnya halus tak bercelah, wajahnya begitu cantik, begitu
familiar dengan mataku.
“Aku harap kau mengerti dengan maksudku.”
Ujarnya tenang. Namun bukan padaku, melainkan pada sosok lain di sampingku,
sosok yang kini menunduk dalam, seakan-akan akan segela menciut di balik
sepatunya dan menghilang. Aku melirik Amy dengan pandangan perih. “Aku tidak
bisa membiarkan kalian, Arya adalah putra satu-satunya di keluarga kami. Kalau
sampai dia tidak bisa mendapatkan keturunan, maka silsilah keluarga kami akan
berhenti di sini.”
Aku merasa tubuhku hampir saja pingsan karena
amarah itu.
“Aku tidak menyalahkanmu atas masa lalumu. Kau
tau, setiap orang memiliki kesalahan. Tapi aku tidak ingin putraku terjebak
dengan wanita yang bahkan tidak memiliki rahim.”
“Terjebak?” desisku tidak percaya pada apa yang
ku dengar. “Mereka saling mencintai.” Bentakku keras.
“Mungkin jika kau berhubungan dengan pria lain,
kau bisa saja menjadi istri kedua atau ketiganya. Namun tidak dengan putraku,
dengan keluargaku. Mempersunting wanita lain ketika sudah menikah adalah sebuah
aib yang besar. Aku tidak bisa membiarkan kalian menikah.”
“Saya mengerti.” Jawab Amy. Aku menggeleng keras
kepadanya. Apa-apaan wanita itu?!!
“Tolong jangan terima Arya kembali, dia baru
akan pulang dari makkah besok, dan aku ingin kau tidak menemuinya lagi. Mungkin
kau bisa berpura-pura pergi, atau kau bisa memalsukan kematianmu.”
“Anda!!” geramku marah. Baru saja aku akan
beranjak untuk menampar wanita itu, namun cengkraman Amy di tanganku menahanku
sedemikian rupa. Membuatku menyerah pada kepedihan dan amarah itu.
“Saya mengerti, maaf telah membuat anda
repot-repot datang dari Aceh ke tempat ini.” Bisiknya santun, dan itu membuatku
muak padanya. Muak pada sikapnya yang terlalu baik!
“Baiklah, ku pikir cukup sampai di sini,
assalamualaikum…” salamnya kemudian pergi begitu saja. Seorang lelaki berjas
hitam langsung menghampirinya, memayunginya bagai ratu, membuatku semakin muak
padanya. Namun isakan Amy di sampingku mengalihkan kebencianku. Tubuhku ambruk
di bawah kakinya, menangis di pangkuannya, meneriakan kata tidak adil, entak
kepada siapa.
“Aku baik-baik saja, ini bukan kali pertamanya
aku di campakan oleh cinta.” Bisik Amy pelan, mencoba tegar, meski aku bisa
merasakan tubuhnya bergetar hebat. Aku tidak bisa menanggapi kata-katanya. Aku
terlalu lelah untuk menjadi tegar. Aku terlalu lelah untuk bersikap sabar dan
menerima apa yang takdir gariskan. Aku muak!
“Zahra… berjanjilah, kau tidak akan pernah
menceritakan kedatangan ibunda Arya hari ini kepada siapapun.” Pintanya perih.
Aku mengepalkan tanganku dengan begitu erat, hingga telapak tanganku terasa
sakit karena terus tertekan oleh kuku-ku. Lalu aku menangis keras.
***
BRAK!
Aku tersentak kaget ketika melihat Arya meninju
pintu kamar Amy hari itu. Anna merangkul tubuhku yang bergetar keras,
memberikan ketenangan yang menghilang dari kamus kehidupanku. Raka tidak
menghentikan apa yang sahabatnya lakukan, ia hanya duduk dengan mata sendu,
menatap lurus pada meja ruang tamu yang mulai usang.
“Aku tidak bisa membiarkan ini!” teriak Arya.
“Amy, ku mohon… buka pintunya, izinkan aku menemuimu. Maafkan aku. Aku tidak
peduli kalau kau tidak bisa memberikan keturunan, aku tidak peduli. Aku tetap
mencintaimu! Ku mohon…” tangisnya di depan pintu kamar sahabatku. Aku
menggeleng tidak kuasa menahan pemandangan perih itu. “Amy kita bisa
melewatinya bersama.” Tubuh jangkung Arya tiba-tiba saja ambruk ke lantai,
terduduk bersandar dengan kedua tangan menutupi matanya. Raka mendesah dan
menghampirinya, membimbingnya untuk duduk di sofa.
“Pikirkanlah dengan kepala dingin. Pasti ada
jalan keluarnya.” Tutur Raka. Anna mengangguk di sampingku.
“Kalau saja… kalau saja aku yang lebih dulu
bertemu dengan Amy dibandingkan pria brengsek itu. Kalau saja, aku bisa
melindungi Amy sejak awal!!!” geram Arya marah. Tangannya terkepal keras,
rahangnya mengeras, pandangannya menyiratkan kebencian yang teramat sangat.
“Aku akan membalas siapapun yang sudah menyakiti gadis yang paling ku cintai,
aku akan mengejarnya sampai ke neraka. Akan ku balaskan seluruh luka yang sudah
diberikannya kepada Amy. Akan ku balaskan…”
“Arya istigfar…” bisik Anna seraya mengulurkan
tangannya untuk menyentuh kepalan tangan pria berdarah Aceh itu.
“Amy tidak pantas mengalami luka ini. Aku akan
membalaskannya!”
“Arya…”
“Kau tidak perlu menyalahkan siapa-siapa.”
Seluruh ruangan mendadak hening ketika mendengar suara lembut Amy dari belakang
punggung Arya. Wajah cantiknya terliat begitu lemah, penuh oleh air mata dan
luka. “Kalaupun ada yang harus di salahkan, berarti itu adalah aku. Aku tidak
ingin meneruskan rencana pernikahan ini. Bukan karena apapun, tapi pada
akhirnya aku sadar, aku tidak bisa berhenti mencintainya. Aku tidak bisa
mencintaimu Arya, seperti aku tidak bisa melupakan ia dari kehidupanku. Ia
adalah cinta pertamaku, sosok yang untuk pertama kalinya membuatku merasa aman
menjadi diriku sendiri, sosok yang rela mati untuk melindungiku, sosok yang
paling ku cintai seumur hidupku…”
Aku tercekat menatapnya, Anna baru saja akan
meraih tubuhnya, menawarkan pelukan lain, namun Amy bergerak mundur. Dengan
perlahan ia meletakan selembar foto ke hadapan Arya yang masih tertunduk
memandang meja. “Aku tidak pernah bisa berhenti mencintai Christopher
Reynaldi…”
Dan aku merasakan jantungku berhenti berdetak.
2 komentar:
asek di post terus,
makin complex saja huhu dari sana sini deh masalahnya.
Ϋªª ampun... Menda2k pingsan....
Zia ƪ(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩__-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)ʃ kasihan mereka ber4...
Btw itu emak'a arya OKB yah lebayyy hihihihi
°·♡·♥τнänkчöü♥·♡·° ya non....
Posting Komentar