Jakarta 2005
Drddrr...
Aku melirik layar BlackBerryku yang
menyala. BBM dari Tasya.
From: Tasya (work)
Leo ganti foto sampul! Lihat sekarang!!!
Aku mengerutkan keningku ketika membaca
pesannya. Memang apa salahnya jika pacarku ganti sampul facebooknya? Aku sendiri
lebih parah dari ia, aku selalu mengganti-ganti nama akunku. Dan yang terakhir
ini adalah Bunga Ramona Lavigne. Dengan foto frofil diriku dan foto sampul
Avril Lavigne. Aku memang menjadi fasn beratnya sejak kelas satu SMP.
Meski sedikit heran dengan sikap
Tasya, namun akhirnya aku menyingkirkan LKS matematika ku dan menyalakan
komputer dikamarku, log in kedalam akunku.
Leopard Mahadewa. Itu adalah nama
akunnya. Pacarku sejak kelas 2 SMP, sampai sekarang. Ia menggunakan fotonya
ketika tamasya di puncak sebagai foto frofilnya. Aku mengklik foto sampulnya.
Deg...
Aku tercekat menatap foto itu. foto
Close up pacarku di suatu tempat. Sepertinya di luar negeri, aku tidak begitu
yakin. Masalah terbesar dalam foto itu adalah sebuah kata yang tertulis di
belakangnya.
I LOVE HANA!!
Begitu tertulis, dan ia tersenyum
menunjukan itu semua. Seakan seorang artis yang tengah menyerukan sebuah slogan
iklan. Aku mendesis. Kepalaku seperti ditusuk-tusuk. Wajahku memerah, kesal dan
kecewa. Jadi dia benar-benar sudah mencintai orang lain??!!!
Aku menangis meraung diatas kasur. Memeluk
bantal kesayanganku yang diberikan ayah 2 tahun yang lalu. Sedetik kemudian aku
sudah merobek beberapa foto tampan pacarku. Tidak! Mulai saat ini ia adalah
mantan pacarku!!
***
Mama menatapku heran keesokan
paginya. Ia menanyakan apa aku baik-baik saja. Aku hanya mengaguk dan berangkat
kesekolah tanpa sarapan. Di sekolah, Tasya sudah berdiri menungguku di depan
gerbang. Ia menatapku kaget. “Kamu menangis semalaman?” tanyanya tidak percaya.
Aku tidak menjawab. Kami berjalan beriringan ke kelas. Dan entah mengapa aku
mulai kembali menangis. Beberapa teman kelasku menatapku bingung. Namun Tasya
meminta mereka menjauh dengan isyarat tangannya. aku menangis telungkup diatas
meja.
“Bunga,” bisik seseorang yang
begitu familiar di mataku. Tasya berdiri dan berjalan menghampirinya.
“Pergi,” ujarnya sinis.
“Tapi, ada apa dengannya?” tanya
Leo. Tangisku semakin keras mendengar suaranya. Aku menggeleng tidak ingin
bicara. Aku bisa mendengar Leo menghela nafas berat kemudian langkahnya
menjauh. Barulah saat itu aku mengangkat wajahku.
“Kamu benar-benar kacau, apa kamu
oke?” Tasya terlihat begitu panik. Aku hanya mengaguk pelan. Memang benar kata
mama, cinta masa remaja itu hanya menyisakan tangis....
***
Keesokan harinya aku mulai
mendengar gosip-gosip tidak menyenangkan di sekolah. Sepertinya berita
menangisnya aku kemarin di kelas sudah menyebar ke seantreo sekolah. Dan sekarang
menyisakan gosip-gosip aneh. Gosip yang paling menyakitkan adalah ‘Leo dan
Bunga putus’. Hampir saja aku akan menangis lagi ketika mendengarnya.
Aku bisa mendengar beberapa siswi
berbisik-bisik ketika aku lewat. Tentu saja mereka tersenyum bahagia mendengar gosip
tentang putusnya aku dan Leo. Leo adalah salah satu cover boy di sekolah kami. Apalagi
Leo memang terkenal baik dan pintar. ia juga kaya, jadi tidak heran aku
memiliki banyak benda dari luar negeri oleh-oleh darinya. Selama ini Leo
terkenal sebagai cowok yang setia, tapi mengapa sekarang dia melakukan ini
padaku??? Apa dia sudah bosan???
Aku kembali ingin menangis
memikirkan hal itu.
“Bunga,” panggil Leo ketika aku
berjalan melewati lapangan basket. Astaga bagaimana mungkin aku bisa lupa kalau
hari ini Leo ada latihan?? Aku tidak siap bertemu dengannya. Aku tidak siap
mendengarnya memutuskanku untuk gadis lain bernama Hana itu. aku bisa merasakan
beberapa anak menatap kami. Mereka tentu sangat tertarik pada kelanjutan kisah
kami. “Aku kerumahmu kemarin,” katanya. Aku mengigit bibir bawahku menahan diri
agar tidak menangis. Ya aku tau ia datang. Namun aku tidak mau menemuinya. Aku tidak
ingin ia memutuskan hubungan kami seperti ini. “Ada yang ingin aku katakan...”
oh tidak!!! Haruskah saat ini juga ia melakukannya??? Disini??? Di koridor
sekolah??? Di depan murid-murid Kepo??? Tanpa sadar aku berlari kencang. Tidak peduli
akan panggilannya.
***
Aku bersyukur karena tidak satu
kelas dengannya. Aku di kelas 3-2 dan ia di kelas 3-1. Tentu saja!! Dia adalah
murid terpintar juga di SMP ku. Ah... betapa sempurnanya dirimu, tapi mengapa
kamu menyakitiku...
“Bunga, sepertinya kamu mulai
berlebihan,” ujar Tasya, hari itu, ketika kami tengah belajar di Lab. Kimia. Aku
menatapnya dengan pandangan nelangsa yang akut. “Kamu sudah menghindarinya
selama empat hari. Kamu sudah dengar bukan gosip-gosip yang beredar di sekolah
belakangan ini? kamu dan Leo menjadi trending topic,” aku tidak menjawabnya. “Kamu
nggak bisa terus galau kayak gini. Kamu nggak boleh berlarut-larut sedih
gara-gara Leo,”
“Aku nggak Galau!!!” teriakku tanpa
sadar. Sontak kelas langsung menjadi hening. Tasya menepuk keningnya perlahan
dan menatap sekeliling kelas ngeri. Pak. Hadi menatapku geram. OMG!!
“Jadi kamu sedang galau Bunga??”
desis guru kimiaku seram. Beberapa anak cekikikan. “Oke, kalau kamu sedang
galau, kamu bisa meneruskan kegalauanmu di depan kelas!” aku melongo. Yang benar
saja?!! Double shit!!
Tasya menangkupkan kedua telapak
tangannya, mengisyaratkan permintaan maafnya. Aku hanya mendesah dan berlalu
pergi.
Berdiri di depan lab Kimia di saat
seperti ini tidak begitu buruk. Asalkan saat istirahat aku sudah harus masuk
lagi. Karena koridor ini adalah akses utama kelas 3-1 menuju ke lapangan
basket. Dan Leo ada jadwal latihan hari ini. entah apa yang akan dia katakan
jika melihat aku berdiri di sini??!
Hal yang ku takutkan akhirnya
terjadi juga. Menit-menit setelah bel istirahat terasa begitu lama. Dan sialnya
pak Hadi belum juga membubarkan kelas. Aku baru ingat kalau hari ini ada kuis
harian. Oh God, it’s triple Shit!!! Runtukku.
Aku mencoba menunduk ketika siswa
kelas 3-1 keluar kelas. Bagaimana jika Leo ada di antara mereka??
“Bunga,” tuh kan??!! Apa kataku. Aku
tidak berani mengangkat wajahku. “Kamu menungguku?” tanyanya bingung. Aku ingin
mengaguk mengiyakan. Setidaknya itu lebih terhormat dari pada berdiri dikeluarkan
dari kelas karena berteriak aku sedang galau. Namun tiba-tiba pintu lab
terbuka, pak Hadi berdiri di sana.
“Kamu boleh masuk sekarang. Dan jangan
lupa kerjakan tugas harianmu. Bapak sarankan jangan bawa-bawa galaumu
kesekolah!” ujarnya. Tepat menusuk wajahku. Aku memerah, Leo menatapku tidak
mengerti. Oh Tuhan... aku malu!!
Aku mengikuti langkah pak Hadi
memasuki kelas tanpa mengatakan apapun pada Leo. Aku benar-benar tidak punya
muka di hadapannya.
***
Gosip semakin berhembus kencang
setelah itu. terlebih saat aku memasang status Rumit di akun facebookku. Dan akhirnya
menggantinya lagi menjadi lajang. Aku tau ini sangat menyakitkan. Tapi aku
tidak bisa terus seperti ini. hormon remajaku memaksaku mendramatisir keadaan. Kini
aku tidak bisa bertindak sesuka hati lagi di sekolah. Aku sudah tidak memiliki
gelar pacar si pangeran lapangan lagi. Aku kembali menjadi gadis biasa seperti
dulu. Menjadi Bunga yang biasa.
Aku bisa merasakan tatapan Leo
setiap aku melewati lapangan basket menuju perpustakaan. Tempat favoritku
seputusnya aku dengan sosok Leo yang fenomenal. Namun, setelah sekian lama
mencoba mendekatiku, sepertinya ia mulai menyerah. Ia tidak lagi berdiri di
depan kelasku menungguku. Ia tidak lagi mengirimiku sms atau meneleponku. Dan sialannya
ia pun tidak pernah membuka akun facebooknya. Semuanya masih sama seperti
terakhir kali aku melihatnya. Dan foto I LOVE HANA itu pun masih terpampang
jelas. Aku masih begitu penasaran pada gadis bernama Hana itu. mungkin ia gadis
luar negeri yang ditemui Leo ketika liburan ke Eropa atau Australia, karena
seputusnya denganku ia tidak pernah mempunya pacar yang lain. Tidak di sekolah
kami.
***
Jakarta, saat ini
“Bunga!!” teriak seorang gadis
berambut panjang. Aku melambaikan tanganku padanya. “Akhirnya kita bertemu
lagi,” ia memeluk tubuhku. “Aku sangat merindukan kamu. Astaga... kamu banyak
berubah nona sekretaris,” ia mengedipkan sebelah matanya padaku. Aku terkekeh. Ia
pun tampak banyak berubah. Lebih cantik dan ceria sebagai seorang Guru TK. “Ayo
acaranya akan segera dimulai,” ia menggenggam jemariku. Berjalan riang menuju halte
bus yang akan membawa kami menuju gedung serbaguna di bilangan Tangerang kota.
Hari ini aku memang sengaja
meluangkan waktuku untuk mengadakan reuni mini dengan sahabat karibku semasa
SMP. Dan kebetulan sekali hari ini adalah pembukaan pameran foto milik
kekasihnya. Jadilah kami di sini sekarang, memandangi foto-foto menakjubkan yang
tertata rapih di ruangan itu.
“Galaxy Group,” bacaku. Tasya
mengaguk.
“Ya, ini adalah sebuah kelompok
kecil fotografer, salah satunya adalah pacarku, Sam.” Tutur Tasya. Aku bisa
melihat kebahagiaannya dari sorot matanya. “Ayo masuk, di dalam sana ada
foto-foto yang lebih indah lagi,” tasya menarik tanganku memasuki gedung
serbaguna itu.
Deg.
Aku tercekat menatap foto hitam
putih besar di hadapanku. Aku meneliti wajah gadis difoto itu. senyumnya begitu
polos dan natural. Tampak begitu bahagia. Aku merindukan gadis dalam foto
itu... ya... aku merindukanku yang tengah tersenyum itu.
“Aku juga merindukannya,” bisik
seseorang. Aku langsung menoleh. Dan mendapati sosok yang begitu kurindukan
berdiri tepat di sampingku. Ia menoleh, memamerkan senyuman indahnya. Tubuhku menegang.
Ia sudah banyak berubah, namun tampak bertambah tampan. Ia mengenakan t-shirt
abu-abu dan kemeja kotak-kotak biru. Begitu santai dan tampan. “Hai, senang
bertemu denganmu juga,” aku merasakan wajahku memerah.
Klik.
Ia memotretku dengan satu gerakan
cepat. Aku memelototinya marah. “Maaf, aku hanya ingin mengabadikan semuanya,”
ujarnya santai. “Well, siap-siap jika akhirnya kau pergi meninggalkan aku lagi.”
Aku mendelik. Aku meninggalkannya??! Aku tidak percaya dengan apa yang baru
saja ia katakan.
“Kamu yang menghianatiku,” ujarku
sinis. Ia mangangkat wajahnya dari kameranya, kemudian menatapku dengan tatapan
lucu yang begitu menggemaskan. Aku memalingkan wajahku mencoba menahan tawa dan
kesal yang datang secara bersamaan. “Kamu menghianatiku dengan gadis bernama
Hana itu,” ujarku mencoba memberikan alibi. Leo mengerutkan keningnya
sedemikian rupa. Jelas sekali ia tidak mengerti. Aku menatapnya kesal. “Kamu
memasang foto itu di akun facebook mu dulu,” ujarku kesal. “Astaga, apa kamu
benar-benar lupa??!” tanyaku geram. Kemudian menatap kesekeliling ruangan. “Itu!”
tunjukku pada sebuah foto yang tampak familiar di belakang Leo. Dalam hati aku
meringis perih melihatnya. Leo menatapku masih tidak mengerti.
“Ada yang salah dengan foto ini?”
tanya Leo. Aku menatapnya benar-benar geram.
“Siapa gadis bernama Hana itu??!!”
tudingku menunjuk kata Hana yang terpampang jelas. Leo melongo sejenak,
kemudian tertawa lebar, dan tanpa kusadari sedetik kemudian aku sudah berada di
dalam pelukannya.
“Bodoh!” ujarnya disela tawanya. Beberapa
orang tampak memandang kami. Aku mengaguk kikuk pada mereka. “Itu kamu, bodoh!!”
tambahnya. Kini giliran aku yang menatapnya tidak mengerti. “Dengar,” ia memegang
kedua bahuku. “Hana berartikan Bunga dalam bahasa Jepang,” ujarnya serius. Tubuhku
menegang. Astaga!!! Tuhan aku ingin pingsan!!!!
***
Aku masih bisa mendengar suara tawa
Leo yang tertahan ketika kami duduk makan siang di kafe tidak jauh dari gedung
pameran. Tasya duduk tidak jauh dari kami bersama pacarnya. Aku benar-benar
malu.
“Ya, ini bukan salahku dong! Aku toh
memang nggak mengerti bahasa Jepang,” ujarku tidak mau kalah. Leo meletakan
kameranya, masih dengan tawanya. Aku mulai kesal.
“Ya ini salah aku karena nggak
menjelaskannya padamu. Tapi kamu sendiri yang selalu menghindariku,” ia berubah
serius. Aku tidak suka disalahkan.
“Ya, itukan masa SMP. Aku masih
labil, masih emosional,” ujarku membela diri. “Lagi pula itu masa lalu, cinta
monyet!” ia melirikku kembali dengan senyumanya. “Cintanya hilang, tinggal
monyetnya yang membuatku galau!” ia terkekeh. Aduh... kenapa aku harus
mengungkit masalah itu lagi sih??!
“Kalau saat ini apa masih bisa
dibilang cinta monyet?” tanyanya. Aku mendelikan mataku.
“Ya, masih,”
“Tapi aku janji, kali ini monyetnya
sudah hilang, tinggalah cintanya,” wajahku memerah mendengar kata-katanya. “Bunga,
aku minta maaf atas masa lalu. Aku berjanji untuk lebih terbuka, dan aku mau
kita kembali lagi. Aku masih sangat menyayangimu seperti dulu,” aku menunduk
dalam. Bingung harus berkata apa.
“Tasya, apa kamu sudah selesai?”
tanyaku tiba-tiba. Tasya mengangkat wajahnya. Menatap kami bingung. Leo mendesah
kemudian wajah jenaka itu menghilang. Ia meraih kameranya dan memotretku. “Itu
sangat tidak sopan,” desisku.
“Maaf, aku hanya menyediakan
persiapan, jikalau suatu saat nanti aku merindukanmu,” ujarnya. Aku menatapnya
perih.
“Tidak perlu.” Potongku. “Aku lebih
senang kamu menyimpan yang aslinya,” Leo menatapku bingung. “Kamu tidak perlu
memotretku, karena aku nggak akan pernah pergi jauh-jauh lagi darimu,” terangku
tanpa menatapnya. Tasya tersenyum dari kejauhan. Sesaat kemudian Leo sudah
kembali memeluku erat.
“Terima kasih,” ujarnya tulus
seraya mencium puncak kepalaku.
“Semua ini masih bukan karena
kesalahanku,” desisku dalam pelukannya.
“Iya ini semua gara-gara Hana,”
bisiknya. aku terkekeh dan balas memeluknya erat.
2 komentar:
mmmmm...
cherry... cherry...
*sambil gedor2 pintu rumah cherry*....
aq mo nanya bkin blog gni gi mna y??? maklum lah aq kan rada2 gaptek... hihihi
hehehe masuk ke blogger.com aja mba, trus ikutin petunjuk disana aja... :) :)
Posting Komentar