BAB SEPULUH
“RACHEL!!” teriak seseorang ketika
aku tengah berjalan di koridor rumah sakit. Aku berbalik dan mendapati seorang
gadis cantik tengah berlari kepadaku. Beberapa orang yang berada di koridor itu
menatapnya takjub, sebagaimana aku menatapnya saat ini. Ia, Kirana Agatha
Lubis, terlihat begitu menakjubkan. Cantik, dan fashionable. Rambut panjangnya
kini berbentuk kriting cantik seperti milik Taylor Swift, hanya saja berwarna
coklat bukan pirang. Ia juga terlihat lebih langsing dan ceria.
Aku membalas pelukannya. “Kau
terlihat mempesona,” bisiknya di telingaku. Seharusnya aku yang berkata begitu
padanya.
“Kau sempurna!” balasku tulus.
Kemudian ia terkekeh.
“Astaga aku benar-benar
merindukanmu. 3 tahun tidak bertemu, ternyata kau sudah banyak berubah bu
dokter,” aku terkekeh mendengar kata-katanya. “Lihat gaya rambutku yang baru
ini, cocok tidak? Aku sengaja merefresh penampilanku untuk bertemu denganmu dan
tunanganmu,”
“Calon,” ralatku.
“Ah, whatever!” desisnya.
“Tapi dia baru saja pergi dua jam
yang lalu. Sepertinya ada masalah yang serius,” aku menatap jauh ke taman di
hadapanku. “Mungkin pekerjaannya,” tambahku. Kirana mengaguk-ngaguk. “Tapi aku
berjanji, saat dia kembali, aku pasti akan langsung memperkenalkan dirinya
padamu. Sekarang ayo, kau harus bertemu kakek dulu. Ia pasti senang melihatmu,”
“Tentu,” ujarnya riang, seperti
biasa.
“Jadi bagaimana dengan dirimu?”
tanyaku setelah menceritakan secara singkat kisahku dan Raka. Kami duduk
beserbangan di samping ranjang kakek. Ia mengerutkan bibirnya.
“Kita masih membahas dirimu
Rachel,” potongnya. “Aku yakin masih banyak cerita tentang pangeranmu ini.
Astaga baru kali ini aku melihatmu memerah seperti ini. Ia tentu pangeran yang
menawan bukan?? Aku jadi tidak sabar untuk bertemu dengannya,” aku menatapnya
kesal bercampur malu.
“Tidak, sudah tentangku!” ujarku
geram.
“Bahkan kau sudah berubah pemalu,
dan lunak...” aku mendelik. Lunak?? “kau sudah menemukan cintamu, astaga
bahagianya aku mendengar hal itu,” Kirana tersenyum lebar. Aku mengerutkan
keningku, tidakkah rasa senangnya mulai terlihat berlebihan? “Dengan begini aku
tidak harus bersaing denganmu untuk mendapatkan Leo,”
Oh perfect! Aku tertawa keras. Jadi
gadis bodoh ini tau kalau aku juga menyukai bintang basket itu. tapi tunggu
dulu, apa mungkin ia...
“Kau masih menyukainya?” tanyaku
tidak percaya. Kini giliran Kirana yang tersipu malu. Aku menutup mulutku yang
ternganga, terkejut. Gadis kubis ini benar-benar...
“Tidakkah kau bertemu dengan pemuda
di Tokyo?” tanyaku tidak bisa menyembunyikan kengerian di suaraku.
“Ah, pertanyaanmu seakan-akan
menyatakan kalau di Tokyo itu tidak ada mahluk berjenis kelamin laki-laki,”
desahnya, dan memang begitu adanya! “tentu saja ada! Tapi kau tau, tidak ada
yang seperti ia. Pangeran tampanku,” aku benar-benar tidak habis pikir dengan
gadis ini. Bukankah baru beberapa bulan yang lalu ia mengirimiku email dengan
sisipan foto kekasihnya?? “Yang lainnya hanya mainan sambil laluku,” ujarnya
seakan menjawab pertanyaanku. Aku mendesis dramatis. Dasar bocah kubis!!
Tiga hari setelah itu aku masih
belum mendapatkan kabar dari Raka. Namun keberadaan Kirana di rumah sakit mampu
membuatku sedikit melupakannya. Walaupun sampai saat ini aku beharap nama ialah
yang berada di layar handphone ku ketika itu menyala.
“Tante Lia,” bisikku, kemudian
meminta Kirana diam sejenak dari tawa dan leluconya. Kirana mengaguk antusias
dan berjalan mendekatiku. Meletakan kepalanya disisi lain teleponku. Menguping.
“Ya tante,” jawabku. “Ah, tidak... Raka sedang tidak bersamaku,” jawabku.
“Sepertinya dia mendapat masalah serius dengan pekerjaannya, ia pergi sejak
tiga hari yang lalu,” terangku, berusaha sebisa mungkin menyembunyikan
kekhawatiranku sendiri. Aku bisa mendengar suara tante Lia menegang ketika
mengucapkan kata-kata terakhirnya sebelum sambungan telepon itu terputus. Aku
menatap Kirana yang juga menatapku heran. ada apa sebenarnya ini? Apa Raka
dalam masalah yang begitu sulit? Memikirkan hal itu membuatku ketakutan.
“Dia pasti baik-baik saja,” ujar
Kirana seraya merangkulku, meski aku bisa melihat keraguan di mata indahnya.
1 komentar:
aduh aduh, ada apa dgn Raka niy???
Posting Komentar