BAB SEMBILAN
Jakarta, 2008
Aku menatap mawar merah di tas pink
Kirana dengan heran. Ia dan Luna sedang memesan ice cream vanila kesukaan kami
hingga aku bisa leluasa memandang mawar itu dan sedikit mengorek keterangan
darinya. Betapa kagetnya aku ketika melihat tulisan tangan jelek berbunyi I
Love You, dengan nama Dion dalam hurup besar di bawahnya. Aku mencibir sarkastis.
Bagaimana mungkin Kirana dan orang yang ku benci???
“Ini,” Kirana menyodorkan Semangkuk
Ice cream vanila dengan toping coklat anggur dan kiwi. Aku memutar tubuhku
hingga menghadap Luna yang tengah memakan ice cream dengan toping selai
strawberry dan anggur. “Kau kenapa?” tanya Kirana. “Kau tidak suka ice cream
mu?” tanyanya kikuk. Kirana paling takut padaku. Dan aku tau itu.
Aku tidak bergeming, malah asyik
memakan ice cream luna, hingga ice cream ku meleleh terterpa kilau senja. Luna
tersenyum tipis. “Sudahlah, dia akan menangis sebentar lagi,” ujar Luna. Aku
memutar bola mataku kembali tidak peduli. “Kiran, sebaiknya kau ceritakan
tentang Dion sekarang,” ujar Luna. Aku menatapnya tidak percaya. Kiran tercekat
dalam kebisuannya.
“Maaf,” katanya pelan, dan takut. “
Aku tidak bermaksud menyembunyikannya,” ia terdiam. “Well, sebenarnya aku takut
kau marah kalau aku mengatakannya,”
“Jadi kau menyembunyikannya?”
tanyaku sengit.
“Aku tidak bermaksud begitu... a..
aku...”
“Lalu apa??! Kau tidak
mengatakannya, tapi kau tidak ingin menyembunyikannya juga??!” emosiku langsung
naik. Aku memang gadis dengan emosi yang tinggi.
“Rachel...” bisik Luna lembut. “Dia
tidak bermaksud menyembunyikannya dari mu, hanya saja dia mencari waktu yang
tepat untuk mengatakannya padamu. Dia tau kau akan marah, jadi dia berusaha
mencari kesempatan itu. tapi rasanya kau sudah tau lebih awal,” terang Luna.
Aku melunak. “Lagi pula, kau pikir sejauh mana ia bisa menyembunyikan rona
wajahnya itu?” goda Luna. Aku mendesah dan mau tidak mau turtut tersenyum.
Meski masih marah aku akhirnya memilih tidak ikut campur dengan masalah Kirana
dan pacar barunya yang notabene musuh terberatku di kelas saat itu.
Seminggu kemudian aku mendengar
mereka putus, karena ternyata Kiran menyukai pemuda lain. Well, itu kabar baik
dan buruk untukku. Kabar baiknya, tentu saja akhirnya Kirana terlepas dari
penjilat itu. dan kabar buruknya adalah, ternyata cowok yang Kirana sukai
adalah cowok yang tengah menyuratiku dengan kata-kata manisnya.
Jakarta, saat ini...
Aku tersadar dari lamunanku ketika
mendengar handphone Raka berdering. Raka terlihat pucat ketika melihat layar
handphonenya. Wajah ketakutan itu kembali muncul. Ia mendadak pucat, begitu pas
dengan sosok vampir Edward cullen di Twilight Saga.
“Apa?” desisnya dingin, penuh
cemas. “Baik, aku berangkat sekarang,” bisiknya cepat. Ia melirik sesaat
padaku. Meraih jasnya dan kunci mobilnya. “Aku harus pergi,” aku tercekat dan
mengaguk pelan. Pandangan itu menusuk tepat di jantungku. Ingin rasanya aku
menahannya, namun kegelisahan di matanya membuatku membeku di tempatku.
1 komentar:
Tuh kan...sikap Raka mkin mencurigakan!
Kepergian Raka kok hampir bersamaan dgn kepulangan Kiran??
Posting Komentar