BAB DELAPAN
Aku mempercepat kepulanganku lagi
satu minggu. Kau harus menyiapkan penjelasan yang terbaik untukku.
See you soon.
Kirana A.L
Tokyo University.
Aku tersenyum membaca emailnya. Ya
aku punya selusin cerita yang siap ku ceritakan padanya. Semuanya harus
mendengar kebahagiaan ini!! Hm... dalam hati aku mulai merasa merindukan Vero,
apa dia sudah tau jika aku akan menjadi kakak iparnya? Memikirkan kata-kata itu
membuatku malu setengah mati pada diri sendiri. Aku bersyukur karena Raka masih
terfokus pada jalanan dihadapannya. Namun aku bisa melihat wajahnya semakin
melunak. Begitu santai meski terasa tetap waspada akan sesuatu. Entah mengapa
aku merasa begitu bahagia, mungkin kah ini yang di namakan indahnya kencan
pertama??
Aku tidak sabar mengunggu kakek
sadar, hingga aku bisa menceritakan seluruh kebahagiaan ini. Aku yakin kakek
pasti akan senang mendengarnya. Hm... andai ayah dan ibu masih ada mungkin
mereka juga akan senang, karena aku bersama dengan putra sulung sahabat mereka.
“Kau mau membagi apa yang kau
lamunkan denganku?” tanyanya. Aku langsung tersipu lagi. “Kau tampak begitu
asyik melamun sendiri,” godanya. “Well, aku senang melihatmu merona seperti
itu,” tambahnya. Aku menatapnya kesal. Astaga... kalau saja kau tidak setampan
ini, aku pasti sudah menendangnya sekarang juga. Aku lelah tersipu! Tapi aku
tidak bisa berhenti. Ia seakan tau bagian mana saja yang bisa membuatku malu
setengah mati. “Aku sennag melihatmu tersenyum,”
“Dan aku benci saat kau menggodaku
seperti ini,” bisikku.
“Aku tidak menggodamu,” elaknya.
“Aku mengatakan apa yang kurasakan. Aku senang kau merasa aman untuk
tersenyum,” tambahnya. Dan aku memang merasa aman. “Kau mengingatkanku pada...”
ia terdiam sejenak.
“Siapa?” selidikku. Ia melirikku
dari spionnya. Kemudian tersenyum tipis.
“Vero,” jawabnya. Tentu saja!
Bagaimana mungkin aku tidak bisa menebaknya sejak awal.
“Bagaimana kabarnya?” tanyaku. Raka
terlihat sedikit tegang. “Apa dia oke?” tanyaku menirukan gayanya. Ia menghela
nafas panjang, dan wajahnya kembali hangat.
“Dia baik, masih di Paris mengurusi
butik-butiknya,” aku tersenyum. Sedari dulu Vero memang menyukai fashion.
“Sebaiknya kita pulang,” bisiknya dingin. Aku sampai melongo menatapnya yang
berubah dingin dalam sekejap itu. baru saja aku akna menanyakan keadaannya,
namun tatapan matanya menghentikanku. Dan aku terdiam.
Suasana hatinya sudah membaik
ketika kami sudah sampai rumah sakit. Ia kembali menggenggam jemariku sepanjang
koridor rumah sakit, kemudian berbicara sebentar dengan perawat yang menjaga
kakek. Aku mengecup kening kakek dengan sayang.
“Kakek stabil,” ujar Raka yang
langsung duduk di kursi samping ranjang kakek. Aku berdiri melihat selang
infusannya. “Kau sebaiknya beristirahat,” tambahnya seraya melepaskan jasnya.
Aku menghampirinya dan membantunya menanggalkan itu. meletakannya dengan rapih
di punggung sofa dekat kulkas kecil. Tiba-tiba handphoneku bergetar. Telepon
dari tante Lia. Aku memberikan teleponnya pada Raka. Sebuah kebiasaan baru yang
entah sejak kapan ku lakukan. Raka menerimanya.
“Ya mom,” jawabnya. “Ya Dia
bersamaku,” ujar Raka seraya melirikku. Aku menatapnya, menunggu. “Ini,”
katanya padaku.
“Ya tante, apa?? Pertunangan??!”
pekikku, wajahku memucat. Meskipun aku tau ia adalah calon tunanganku, namun
aku tidak pernah menyangka kami akan bertunangan secepat ini. Minggu depan??
“Tapi tante... ah iya,” bisikku menjawab beberapa pertanyaannya yang lain
mengenai keadaan kakek. Kemudian teleponnya terputus. Aku menatap wajah Raka
yang kosong. Baru kali ini wajahnya terlihat sedikit pucat. Apa ia juga
terguncang atas keputusan mendadak orang tuanya.
Ping! Sebuah email masuk.
Aku akna berada disana dalam 7 jam
lagi!
Kirana A.L
Tokyo Airport.
Tubuhku seakan menciut. Astaga
bocah kubis ini benar-benar menjengkelkan. Tapi aku memang merindukannya. Aku
merindukan celoteh riang kami. Ya, celoteh indah di kala senja, sepulang
sekolah.
1 komentar:
ada apa ya dgn perubahan sikap Raka yg beberapa kali kimi liat?
aduh, jadi khawatir niy...jgn2 raka udh py pacar!
Posting Komentar