BAB ENAM
Hari kelima kakek koma setelah
kambuhnya penyakit jantung sialan itu di kamis petang. Aku mulai merasa tenang
melihat beberapa alat berat mulai disingkirkan. Meski aku masih tidak bisa meninggalkan
kakek terlalu lama. Aku masih selalu khawatir. Dan keberadaan Raka disini
memaksaku merasakan ketakutan yang lain.
“Kimi, tante ingin bicara,” ujar
Tante Lia, ketika kami hanya berdua di kamar kakek. Om Arya dan Raka sudah
berangkat ke kantor sejak pagi. Aku menatap tante Lia. “Hm, kau tau, sejak
kecil tante dan orang tuamu sudah bersahabat,” ujarnya lembut, ia menggenggam
jemariku. “bagi tante dan om, kau sudah seperti anak kami sendiri. Kami
menyayangimu seperti kami menyayangi Raka dan Vero,” aku menunduk
menyembunyikan genangan dimataku. “kamu turut terluka ketika Sam dan Alya
meninggal karena kecelakaan itu, sudah lama kami ingin menjagamu...
melindungimu,
“tapi kau tau, kakek sangat
membutuhkanmu. Kami juga tau itu. dan saat ini, bukan berarti kami ingin
memisahkanmu dari kakek dan menyatakan kalau kami sudah kehilangan harapan,”
tante Lia terdiam. Sepertinya kaget mendengar kata-katanya sendiri. “Maaf,”
bisiknya penuh sesal aku mengangkat wajahku dan menganguk. “Kami ingin
menjagamu Kimi. Dan kau harus tau bahwa selama ini kami dan orang tuamu sudah
merencanakan perjodohanmu dengan Raka...”
Deg.
Aku merasakan jantungku berhenti
berdetak untuk sesaat. “Dan tante rasa inilah jalan terbaik untuk menjagamu, untuk
membuat Alya dan Sam tenang di sana. Kakek juga sudah mengetahui hal itu,” aku
tercekat menatap kakek. “Ia pernah meminta kami mengambilmu ketika orang tuamu
meninggal. Namun tante tau, kau lebih membutuhkan kakek dari pada Raka, pada
saat itu,” aku mendelik. Bukan hanya pada waktu itu! namun begitu pula dengan
hari ini.
“Tante harap kau menerima
perjodohan ini,” bisiknya mengakhiri semua perkataan lembut yang entah mengapa
terasa menusuk-nusuk dadaku. Aku menatapnya perih. “Tidak... tante mohon jangan
menangis,” ujarnya lembut. Ia menarik tubuhku kedalam pelukannya. Aku bisa merasakan
tetesan air matanya di bahuku. “Kau tau, aku juga merasakan apa yang kau
rasakan. Akupun sedih ketika Alya pergi. Akupun menangis...” baru kali ini
tante Lia meng-aku-kan dirinya. “Dan
saat ini akupun merasakan ketakutanmu akan apa yang terjadi di hari esok, aku
juga menyayanginya Kimi... sama seperti kau menyayanginya,” aku terdiam dalam
pelukannya. Menangis terisak berharap setelah ini aku terbangun dan mendapatiku
bermimpi selama 15 tahun.
1 komentar:
ooh...kasian, kimi ternyata hy py kakeknya yg bahkan skrng lg koma.
Posting Komentar