"Kian!!!" Suara Om Leo penuh rasa senang dan
kerinduan.
"Om Marcus!!" Seruku tak kalah senang dan
rindu pada sosok omku satu-satunya. Bedanya aku ditambah dengan perasaan
terkejut karena sangat tidak biasa om Marcus datang tanpa memberitahuku dulu.
Satu lagi perasaan yang muncul, aku akan bingung menjawab saat ia akan bertanya
mengapa aku membawa koperku? Aku tak mungkin menjawab jika aku diusir secara
halus oleh pemilik rumah ini, om Leo.
"Hai Kian, om sangat kangen sama kamu dan Sandra.
Mana kakakmu?" Om Marcus memelukku layaknya seorang ayah terhadap anaknya. Aku pun memeluk om
Marcus balik.
"Hai Kian." Satu suara lagi benar-benar
sukses membuatku terkejut. Aku melihat sosok itu sama dengan pertama kali aku
melihat om Marcus.
"Hai Mark." Sapaku sambil menarik tangan
adikku, Mark dan
memeluknya. Segala perasaan hinggap di diriku. "Kapan kalian tiba di
London? Dan kenapa tak ada yang memberitahuku? Kenapa...."
"Hai Marcus!!!" Sapaan om Leo memotong
pertanyaanku. Dari nada suaranya tampak rasa senang tidak terkejut seperti
diriku. Om Leo seperti sudah menantikan kedatangan om Marcus berhari-hari.
"Hai my man, Leo." Om Marcus mengulurkan
tangannya yang disambut oleh Om Leo. Mereka berjabat tangan dan saling
berpelukan sekilas. Canda tawa mengiringi pertemuan mereka.
"Hai Mark!" Sapa om Leo sekarang berganti
kepadanya. "Hai om, gimana sehat??" Sikap om Leo kepada Mark sama
seperti sikapnya kepada om Marcus.
"Come in you, guys," om Leo mengajak om
Marcus dan Mark masuk tanpa melihat ke arahku. "Hopely tidak ada yang
menyadari sikap dan tingkah om Leo," ucapku dalam hati. Namun telat karena
Mark menyadarinya tapi aku hanya mengangkat bahuku sambil menghadiahkannya
sebuah senyuman. Mark pun tak ambil pusing. Hah? Semudah itu Mark sekarang? Entahlah
mungkin ia tak ingin bertanya sekarang tapi nanti.
"Mark, Marcus duduklah di ruang keluarga nanti
istri dan anak-anakku menyusul. Oh ya Sandra ada di kamarnya bersama Mbok
Nah." Kata om Leo sambil berjalan ke arahku. Aku hanya diam tak ingin
berdebat dengannya kali ini. Aku tak ingin merusak persahabatan om Leo dan om
Marcus dengan masalah kecilku.
"Sepertinya kamu harus menunda kepergianmu dulu.
Selama om dan adikmu ada di rumahku bersikaplah seperti biasa." Bisik om
Leo di telingaku, dingin. Aku mengangguk. "Oh ya letakkan tas dan kopermu
sementara di ruang kerjaku." Bisik om Leo lagi sebelum pergi menghampiri
om Marcus dan Mark. Sementara aku ke ruang kerja om Leo dulu sebelum bergabung
dengan mereka.
Setelah meletakkan semuanya, aku menyeret kakiku ke
ruang keluarga dengan
malas. Disana
semua keluarga telah berkumpul termasuk mbo Nah dan kak Sandra. Aku duduk di
salah satu sofa yang masih kosong yang tersedia untukku. Sofa yang hanya
diduduki satu orang dengan mata sembap dan penuh kesakitan. Seseorang yang
sedari tadi tak menampakkan dirinya, Keysha.
Aku sengaja duduk agak jauh darinya agar aku bisa
melihat wajah Keysha. Ya mencuri-curi pandang dengan alasan aku melihat ke om
Marcus atau Mark. Ah aku memang licik batinku sambil tersenyum tipis. Aku berpuas-puas
diri untuk melihatnya, ah sungguh aku akan merindukan dirinya yang manja,
tegas, dewasa dan juga sikap lugunya. Keysha yang tersadar sedang keperhatikan
langsung memutar tubuhnya. Hah?? Sebegitu bencikah dia padaku? Apa dia tak tahu
jika aku juga tak mau berpisah darinya? Aku juga merasakan sakit yang sama. Ah
mengapa om Leo begitu jahat padaku?
Ku mencoba untuk mengalihkan perhatianku dari Keysha.
Ku tatap satu-satu semua yang di ruangan tersebut. Aku menemukan Frank sedang
memperhatikanku. Apa dia melihat semua yang ku lakukan dari awal? Apa dia tau
kalo aku mencuri kesempatan untuk melihat Keysha? Hei seringai apa itu??
Sebentar-sebentar kenapa semua orang tidak ada yang mengajak aku dan Keysha
berbicara? Apa mereka semua sengaja? Lalu ku perhatikan lagi masing-masing
sofa. Hei kenapa masih banyak sofa kosong yang bisa aku atau Keysha duduki tapi
kenapa mereka seperti sengaja menempatkanku dan Keysha dalam satu sofa? Ah
mungkin hanya fikiranku saja batinku. Dan aku pun berusaha untuk kembali terlibat
dalam perbincangan mereka.
Huuuuffftttt sepertinya percuma aku melibatkan diri,
karena lagi-lagi aku tak didengar. Apa sebenarnya yang mereka perbincangkan?
Kenapa aku tak mengerti sama sekali? Mereka berbicara menggunakan bahasa
manusia kan? Bukan bahasa planet Mars atau Pluto? Waduh otakku benar-benar tak
bisa berfikir sekarang ini. Aku menggelengkan kepalaku mencoba mencari untuk
bisa lebih berkonsetrasi.
Rupanya bukan hanya aku yang merasakan semua itu.
Keysha yang duduk di sebelahku pun merasakan hal yang sama. Dia nampak bosan
terlihat dari beberapa tarikan nafas panjang yang dia lakukan. Ah seandainya
saja kami baik-baik saja. Sudah pasti ku ajak Keysha berbicara berdua. Tanpa
perduli orang-orang itu yang asyik berbicara. Hmmm mungkin aku akan mencuri
sedikit ciuman darinya. Membayangkan itu membuatku bibirku tersenyum. Ku lirik
Keysha untuk kesekian kalinya. Kali ini sepertinya Keysha berfikiran yang sama
denganku. Kenapa aku bisa berfikir seperti itu karena pipinya merona merah. Seandainya bisa ku cubit sedikit pipimu,
Key.
"Jadi bagaimana dengan orangtuamu, Mark?"
Tanya om Leo tiba-tiba memecah lamunanku. Mark tersenyum manis. Sejak kapan senyum Mark bisa begitu manis? Tak hanya
manis tapi juga penuh rahasia. Ihhh anak ini sejak kapan maen rahasia-rahasian
sama aku, kakaknya yang ganteng ini. Akan kutanyakan nanti saat kami hanya
berdua saja.
"Baik, Om... Mereka menitip salam sama om dan
tante serta seluruh keluarga disini." Jawab Mark mulus seperti jalan tol.
Sebuah kejutan lagi datang di depanku. Sejak kapan orang tuaku mau berbasa basi
dengan keluarga om Leo? Ya orangtuaku terutama papaku sangat tidak menyukai
keluarga om Leo.
Sebenarnya dulu papaku, om Marcus dan om Leo
bersahabat baik. Sampai pada satu kejadian, papaku mengkhianati kepercayaan om
Leo dengan membocorkan rahasia perusahaan om Leo pada lawan bisnisnya. Yah
siapa yang takkan marah mendengar semuanya? Akupun sangat marah.
Lain lagi dengan mamaku. Sebelum om Leo menikah dengan
tante Keira, om Leo pernah menjalin hubungan dengan mamaku. Namun lagi-lagi om
Leo dikhianati, mamaku selingkuh dengan sahabat baiknya, siapa lagi kalau bukan
papaku. Heran bukan bagaimana mereka bisa begitu buruk perilakunya. Jangan
tanya, kamipun sebagai anak-anaknya bingung. Tapi satu hal yang pasti, kak
Sandra bukan anak hasil di luar nikah. Kak Sandra lahir setelah dua tahun
mereka menikah. Sebenarnya aku mempunyai satu kakak perempuan, Medelline
namanya. Kakakku inilah yang lahir hasil hubungan di luar nikah kedua
orangtuaku.
Kak Medelline dan kak Sandra sangat dekat hingga
orang-orang berfikir mereka anak kembar. Oh ya bukan hanya akrab tapi mereka juga
sangat mirip. Terdapat beberapa perbedaan dari keduanya. Kak
Medelline orang tegas, tidak suka berbasa basi, berani mengutarakan
pendapatnya. Sedangkan kak Sandra orangnya lembut, pendiam, selalu bertindak
berhati-hati.
Sayangnya kebersamaan kami hanya berlangsung singkat. Pada saat ulang tahunnya yang ke 14, kak Medelline
dipanggil sang Maha Kuasa. Dua tahun sebelum kak Medelline meninggal, dokter
memvonis kak Medelline dengan penyakit kanker otaknya. Sebenarnya kakek tak mau
jika kak Medelline mengetahuinya tapi tanpa sepengetahuan kakek, kak Medelline
mencari penyebab dia gampang sakit. Kak Medelline sangat rapi dan pintar
menutup mulutnya sehingga kami tak tahu jika ia sakit.
Semenjak mengetahui sakitnya, kak Medelline melatih
kak Sandra untuk menjadi seorang kakak, menggantikan dirinya. Aku dan Mark yang
waktu itu masih berusia 6 dan 4 tahun hanya melihat dari kejauhan. Kak
Medelline sangat keras dan tegas sekaligus lembut mengajar kak Sandra. Hasilnya
dapat terlihat setelah kepergian kak Medelline.
Kami bertiga banyak diam saat pertama kali melalui
hari tanpa kak Medelline. Kami hanya senang mengurung diri di kamar, makan atau
apapun selalu dibawakan ke kamar. Hingga suatu saat mbok Nah memanggil kami
semua ke kamar kak Medelline.
"Sandara, Kian dan Mark maaf mbok baru bisa
memberikan ini kepada kalian." Mbok Nah menyerahkan sebuah amplop hijau di
sertai kecupan bibir. Kak Sandra mengambilnya, dibuka perlahan amplop tersebut.
Amplop coklat yang diatasnya terdapat tulisan kak Medelline untuk kami bertiga.
Dear my lovely sister and brother,
Hai Sandra, Kian dan Mark.... Saat kalian membuka amplop ini
ada dua kemungkinan. Yang pertama aku sudah ada di taman surga kalo aku masuk
surga :).
Yang kedua aku sedang terbaring koma di rumah sakit. Sejujunya aku akan memilih
yang pertama......
Tapi dimanapun sekarang aku berada percayalah,,,,,,, aku akan selalu menyayangi dan mencintai kalian bertiga.
Sandra maafkan aku di saat-saat terakhirku..... tak ada kenangan indah yang
kita buat. Aku malah sibuk mendidikmu ...... menjadi anak yang kuat, berani
dan tegas dengan keras. Aku berbuat ......... seperti itu karena aku ingin kamu menggantikan posisiku saat aku
tak ada.........
Sandra buang jauh-jauh sifat lemahmu sayang karena untuk menghadapi kedua orang
tua kita tak hanya dengan sikap lemahmu. Jika kamu tetap demikian,,,,,,, percayalah mereka akan
menginjak-nginjakmu. Walau aku keras padamu,,,,, tak pernah sedetikpun aku tak menangis melihatmu tersiksa
dengan sikapku. Bahkan hingga sampai saat ini menyesal karena haru
meninggalkanmu seperti ini...... Maafkan
aku, Sandra.
Kian dan Mark, dua adik laki-lakiku tercinta....... Hai ganteng entah kalian sudah
atau belum mengerti.......
dengan semuanya. Bagaimanapun kalian masih kecil, masih ....... banyak yang perlu kalian lihat,
dengar dan alami. Aku hanya minta saat ...... kalian dewasa nanti
jagalah Sandra untukku...................... Sayangi, hormati ia. Ketika nanti
orang tua kita berbuat buruk kepada kalian, jangan pernah benci mereka......
Apapun dan bagaimanapun mereka, mereka tetap orang tua kita yang harus kalian
hor....mati dan .......hargai. Jika kalian merasa perlu melepaskan kekesalan
dan kejenuhan, ikutlah kalian ke dalam suatu kegiatan yang bermanfaat. Jangan
tiru sikap dan sifat kedua orang tua kita......
Sandra, Kian dan Mark... Aku tau
kepergianku telah meninggalkan banyak kesedihan kalian..... Membuat lubang
besar di hati kalian. Tapi tolong lanjutkanlah hidup kalian,,,,,,, hapus
airmata kalian, berbahagialah kalian setelah aku tiada...... Tersenyumlah kalian untukku karena aku sangat
ingin melihat kalian ....... tersenyum dari atas sana. Jika kalian membutuhkan
sosok orang tua sejati maka.... belajarlah kalian dari kakek, om Marcus dan mbo
Nah. Jangan pernah kalian melepaskan genggaman erat tangan mereka pada kalian.
Kakek seorang yang keras namun sangat
perhatian dan penya....yang. Sosok ayah yang selalu memaafkan dan bijak dalam
hidupnya, seorang pe......kerja keras juga. Om Marcus seorang yang keras, kaku,
tegas dan galak ...... apalagi sama jenggot dan kumis yang ada makin terlihat
sangar ya. Tapi jangan ..... salah jika kalian dekat dengannya sejuta kasih
sayang, semilyar pelukan,,,,,,,,,,,,, setrilyun
perlindungan. Mbo Nah jangan pernah memandangnya hanya sebagai pembantu
di rumah kita.......... Sesungguhnya ia lah yang selalu ada untuk kita, yang
se......lalu menjaga kita setiap harinya. Yang akan mengantarkan kita hingga terlelap dalam tidur,
yang akan .......menghapus airmata kita, yang akan mengobati setiap luka di
hati dan tubuh kita.
Andai waktuku lebih lama, aku akan
sangat senang bermain bersama,,,,,,,, tertawa bersama bahkan mungkin
berkeliling dunia bersama...... Ah indah tentunya jika kita bisa melakukan
semua itu. Tapi sayang.... semuanya hanya bisa ku bawa dalam mimpi di tiap
malamku. Ternyata ......Tuhan lebih menyayangiku dibandingkan kalian. Jangan
iri ya :)... Tuhan punya rencana indah untuk kalian.
Cukup sampai disini tulisanku yang
tak karuan. Mataku sudah mengantuk.... Semoga kalian bisa terus seperti
sekarang....
With love
Your beloved sister
Medelline
Surat panjang dan membosankan ku pikir waktu itu. Tapi
menyimpan sejuta nasehat yang harusnya ku dengar dan ku ingat. Surat yang
banyak noda darah itu masih tetap tersimpan rapi di rak buku kak Sandra. Aku
yakin saat menulis surat itu kak Medelline pasti merasakan sakit yang sangat
teramat di kepalanya. Karena kak Medelline tak boleh berfikir terlalu keras.
Kak, aku merindukanmu. Sedang apa kau di atas sana?
Apa kau merindukan kami? Karena kami merindukanmu. Jika kau masih ada, kak
Sandra takkan seperti sekarang. Kak semoga engkau bahagia di atas sana. Batinku
sedih.
Entah karena beban hatiku terpancar jelas di wajahku
atau karena secara tak sadar aku telah mendekati Keysha. Karena tiba-tiba
tangan Keysha menggenggam tanganku. Tangan mungilnya terasa dingin, lemah tapi
juga terasa lembut. Pelan ia mulai mempererat genggamannya, berusaha untuk
menghilangkan resah dan gelisahku. Ah Key lagi-lagi kau membuat aku ingin
menarikmu ke dalam pelukanku lalu menciummu lembut dan panas. Sayangnya
sekarang ini yang bisa kulakukan hanya membalas genggamanmu, erat.
Wajahnya pun sekarang lebih melembut dibandingkan
waktu-waktu sebelumnya. Pipimu pun sekarang lebih berwarna, senyummu walaupun
sedikit tapi terukir indah di bibirmu yang tipis. Apa yang terlihat di wajahmu
sekarang sangat menenangkan jiwaku, Key. Pelan kuangkat tanganmu, kuletakkan di
depan bibirku. Ku miringkan kepalaku ke satu sisi untuk menatapnya, meminta
izinnya untuk mencium tangannya. Tanpa kata, Keysha memperbolehkanku mencium
tangannya yang sedang ku genggam. Yessss!!!! Keysha mengizinkan aku menciumnya
seruku senang dalam hati. Maka dengan gerak cepat aku mencium tangannya, lama??
Entahlah....
Uhuk!! Uhuk!!!
Suara batuk om Leo menyadarkan kegiatanku. Cepat
kulepaskan tangan Keysha yang ku genggam, Keysha segera mengepal tangannya.
Pipinya merona merah, segera menggeser duduknya membuat sedikit jarak antara
kami.
Key kenapa kamu harus menjauh sih? Rungutku dalam
hati. Ingin rasanya aku mendekatimu, menggenggam tanganmu dan menciumnya
seperti yang baru saja kulakukan. Bahkan jika semua orang tidak memperhatikan
kita, aku ingin menciummu di bibirmu yang tipis dan orange itu. Membawamu ke
kamar dan.... Hufffttt berpikiran apa aku ini?? Kenapa sih otakku hanya
berpikiran ke arah situ? Haaaaaaaaaa teriakku dalam hati. Frustasi, aku
mengajak-ajak rambutku sendiri. Menggelengkan kepala agar semua yang terlintas
di otakku bisa rontok seperti ketombe.
"Kian kamu kenapa?" Tanya om Marcus yang
rupa-rupanya
memperhatikan tingkahku.
"Oh... Eh... Ehmmm... Anu om... Anu..."
"Ana anu ani... Apaan sih kamu, Ki. Tinggal jawab
aja susah bener. Kamu kenapa gagap gitu ampe muka merah pula." Ledek om
Marcus. Aku nyengir.
"Isssshhhhh apa-apaan kamu malah nyengir kaya
kuda gitu," om Marcus tampak sangat kesal dengan sikapku.
"Jadi cowok itu jangan lembek Kian. Kalo punya
sesuatu yang diinginkan perjuangkan sampai titik darah penghabisan. Jangan
nyerah sebelum dunia kiamat, pantang mundur demi keinginanmu. Tapi ingat kamu
berjuang gak serta merta menghilangkan tata krama dan norma." Tiba-tiba om
Marcus memberiku nasehat tentang perjuangan. Emang kita masih perang ya om. Hiihihihi...
Okey-okey aku ngerti dengan yang diucapkan om Marcus. Tapi kenapa om Marcus
bicara seperti itu. Ada yang ku lewatkan ya? Memang berapa lama sih aku
melamun? Sampe-sampe aku bingung sendiri. Dan kenapa semua orang senyam senyum
gak jelas gitu liatin aku? Ada yang aneh sama mukaku? Isssshhhhh udah dong Kian
fokus-fokus gak da untungnya melamun.
"Mark kapan papa dan mam datang?" Tanyaku
tak sepenuh hati. Aku bertanya agar bisa menghilangkan rasa bingungku dan tidak
melamun lagi.
"Mungkin malam ini," jawabnya santai. Udah
santai, singkat bener jawaban Mark. Kenapa dia jadi seperti ini? Ah
terserahlah....
"Sudah-sudah sebaiknya sekarang Marcus dan Mark
istirahat dulu." Tante Keira mengajak Mark dan om Marcus ke kamar mereka
masing-masing.
Setelahnya mereka mengangkat tubuh mereka satu-satu
dari sofa. Dan lagi aku dan om Leo yang terakhir ada di ruang tamu. Om Leo tak
menyapaku sama sekali, aku menatap punggungnya yang menjauh. Bahuku turun ke
bawah, relaks. Karena tak harus lagi "berperang" dengan om Leo.
Beberapa menit kemudian om Leo menghilang dari
hadapanku. Masuk ke dalam kamarnya, mungkin. Aku hendak beranjak pergi namun
belum genap 5 langkah tiba-tiba sebuah ciuman mendarat di pipiku dengan lembut
dan tanpa permisi.
"Key," suaraku serak.
Keysha seperti ingin segera pergi. Tapi terlambat aku
telah menariknya dulu, mendekapnya dari belakang. Ku hirup wangi rambut dan
tubuhnya yang beraroma green tea. Ku sematkan ciuman di belakang telinga, leher
dan bahunya. Tubuh Keysha menegang begitu pula tubuhku.
"Aku merindukanmu," bisikku di telinganya
sambil menghentikan ciumanku.
Keysha terdiam, tak ada kata-kata yang keluar dari
mulutnya. Hanya sebuah nafas lega yang dihembuskannya. Tangan Keysha perlahan
diletakkan di atas tanganku. Melepaskan pelukanku, ia berbalik menghadapku.
Matanya sayu, senyum pedih terlihat sedikit di wajahnya yang mungil.
"Kamu gak jadi pergi kan? Kamu gak akan
meninggalkan aku sendiri? Kamu masih mau kan berjuang bersamaku untuk mendapat
restu mama dan papa?" Keysha bertanya sambil merangkum wajahku dengan
kedua tangannya. Sementara tanganku mengepal di belakang tubuhnya. Tak tahu
jawaban apa yang ingin ku katakan padanya. Aku sama sekali tak ingin merusak
suasana hatinya. Aku mengangguk lemah. Maafkan aku, Key bisikku dalam hati,
maaf karena telah membohongimu.
Wajah Keysha berubah, menjadi bersemangat, matanya
memancarkan sinar kebahagiaan. Aku sungguh tak tega menghilangkan semua sinar
harapan tersebut. Biarlah dia merasakan semuanya baik-baik saja bisa kembali
seperti dulu. Setidaknya hingga om Marcus dan Mark serta kedua orangtuaku
pergi.
Setelah mengetahui jawabanku, Keysha pun berlalu dari hadapanku. Dengan
langkah dan senandung gembira ia kembali ke kamarnya.
Meninggalkanku sendiri dalam keheningan.
“Kian....” sebuah suara
memanggilku pelan hampir berupa bisikkan. Aku mencari asal suara tersebut.
Mengangkat alisku pertanda kebingungan menyelimutiku saat mendengar suaranya.
Kenapa juga ia berbisik? Kan gak ada orang di sekitar kami. Aku mendekati orang tersebut dan ia mempersilahkan
aku masuk ke kamarnya.
“Apa kabarmu dan kak
Sandra sekarang? Gimana sama kerjaanmu? Yakin gak mau ke balik ke Indonesia?
Gak kangen sama rumah, sama kakek?” bertubi pertanyaan dilontarkan orang
tersebut saat kami berdua berbaring di kamarnya menatap langit kamar. Aku
mendesah, nafasku terasa berat. Apa aku harus bercerita semua kepadanya? Ah
sudahlah lupakan, aku gak mau menambahkan persoalan dalam keluargaku. Biar ini
menjadi masalahku sendiri, pikirku.
“Kian, kamu tuh kenapa
sih? Daritadi kerjaannya diem aja kalo ditanya gelagepan gak jelas gitu.” Kali
ini suara di sampingku terdengar kesal. Aku tersenyum mendengar dan melihat
tingkahnya.
“Aku kangen kakek dan kak
Medelline... Andai mereka masih hidup, aku ingin memeluk mereka, tidur bertiga
dengan mereka, bercerita dan mendengarkan ocehan mereka...” Mataku menerawang
mengenang orang-orang yang teramat menyayangi kami. Membayangkan wajah mereka
berdua dengan tatapan lembutnya. Orang di sebelahku menganggukkan kepalanya
setuju dengan perkataanku.
Lama kami terdiam tanpa
sepatah katapun yang keluar. Hening,,,,
“Hei Mark gimana sama
kuliahmu?” suaraku memecah keheningan diantara kami berdua.
“Biasa aja Ki....”
jawabnya singkat.
“Kamu kenapa Mark setiap
aku bertanya jawabanmu sangat singkat?” tanyaku yang diliputi rasa keheranan.
“Nah kamu juga kenapa
setiap ditanya gak dijawab. Kalo pun dihawab selalu aja gelagepan.” Mark tak
mau kalah dariku. Aku tersenyum getir.
“Jangan berenti kuliah ya
Mark. Gapai semua yang kamu cita-citakan dulu, raih dan kejar mimpimu.
Bahagiakanlah orang-orang ynag kamu cintai dan mencintaimu dengan tulus. Inget
selalu pesan kak Medelline untuk kita bertiga.” Jataju sanbil terus memandang
langit kamar Mark. Selintas raut wajah dan senyum Keysha terlintas di kepalaku.
Mau tak mau akupun tersenyum. Tapi aku segera tersadar saat ini sekecil apapun
tingkahku yang aneh akan terlihat oleh Mark.
“Ki ada apa sebenarnya
tumben kamu seperti ini?” Mark menatapku sekilas lalu kembali melihat langit
kamar. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum samar. Mark
disebelahku mendesah.
“Okey Mark gak ada lagi
yang mau kamu tanyakan kan? Aku mau ke kamar ya.” Aku mengangkat tubuhku dari
tempat tidur. Mark membuka mulutnya hendak bertanya tapi ia mengurungkan
niatnya. Aku pun berlalu dari kamar Mark.
Ting tong!!! Ting tong!!!
Suara bel berbunyi
kembali tepat saat matahari sudah tak menampakkan wajahnya lagi alias malam.
Aku bergegas turun, diikuti Mark, om Marcus. Seperti kami sedang berlomba lari
kami bergegas ke pintu depan. Keluarga om Leo mengikuti kami dari belakang.
“Hai Mcarcus....” sapa
mamaku saat pintu terbuka.
“Hai... “ sapa om Marcus
datar.
Terlihat sekali jika
hubungan kedua orang tuaku dan om Marcus memang tak bisa harmonis. Aku mengerti
keenganan om Marcus dikarenakan sikap kedua orang tuaku sendiri.
Mama tanpa rasa sungkan
segera mempersilahkan dirinya sendiri masuk. Papa mengikuti mama dari belakang.
Berbeda dengan mama, papa seperti malu harus datang ke rumah om Leo. Papa
tampak lebih diam dari biasanya.
Mama tanpa malu-malu
mengecup pipi om Leo, tante Keira dan Frank. Sedang papa hanya menjabat tangan
mereka dengan menundukkan wajahnya.
HAHH? Punya rasa malu
juga kau, Pa. Rungutku dalam hati.
"Kian sayang kemari
boy, you not miss your mom..." Kata mama sambil menarik dan memelukku. Aku
hanya bisa diam, tak ingin rasanya berbasa basi dengan mereka. Jadi aku hanya
menyunggingkan sebuah senyum saat terlepas dari pelukkannya.
"Hai Mark,,,"
sapa mama tak lupa memeluk Mark. Mark sama seperti aku hanya tersenyum.
"Mmmm mana calon
menantu mama?" Tanya mama saat didekat Mark.
"Menantu?"
Tanya hatiku dalam hati. Jadi mereka kesini untuk meminang calon istrinya Mark
tapi kenapa tak ada yang menceritakan apapun padaku.
"Ahhh ini calon
menantu mama, cantiknya." Puji mama saat melihat Keysha turun. Pandangan
mama tak lepas dari Mark dan Keysha.
"Ya Tuhan jangan
bilang apa yang kupikirkan ini menjadi kenyataan. Karena jika memang itu benar
maka aku tak akan bisa membuatnya terluka, menyakiti hatinya. Aku akan
mengalah..." Jeritku dalam hati saat menyadari sikap mama.
"Apa calon suami
yang dibilang om Leo itu, Mark? Kenapa mereka tak ada yang memberitahuku?
Kenapa suratan takdirku harus seperti ini? Mengapa mereka harus begitu tega
padaku?" Beribu tanya mendera batinku. Aku melirik ke arah Keysha yang
rupanya juga terpaku mendengar perkataan mama. Matanya berkaca-kaca menahan
tangis dan sejuta pertanyaan.
Akankah aku mengalah pada
adikku satu-satunya. Tempat aku berbagi rasa, orang yang dengannya berbagi
sedih, tawa, senang, tangis, tanggung jawab. Aku tak ingin mengalah pada takdir
tapi jika Mark yang harus ku hadapi, apa yang harus aku lakukan, Tuhan.
8 komentar:
Lho2!!! Apa2an ini mksdny???
Kok jdiny sma Mark?!
Klo smpe iya, ak bnci bgt sma Mark! Pngkhianat! Ckckck!
Mark n Kian kn sma aj! Sma2 sedarah! Se-gen! Psti ad kemiripan! Knapa Leo mau trima Mark tpi nggak dgn Kian?!
aaaahhhhh, mba thy kenapa jadi kayak gini....
mereka semua cuma mau ngerjain kian aja kan....*meyakinkan diri sendiri....
mb thy kentang bgt nich
Tidaak mungkin mark,eke msh yakin kian calonnya :p
º°˚˚°º♏:)Ą:)K:)Ä:)§:)Ǐ:)♓º°˚˚°ºea mba thy n zia
Mana hsil kuis kmrin mba thy????? *nagih
ga rela kalo kian menderita lagi, ayo mbak fathy bikin happy ya
Mbak lanjutannya mana ya ?
mbak lanjutan nya mnaaa??
Mbak lanjutan nya mana???
Posting Komentar