ZAHRA
Well, aku pada dasarnya sangat mempercayai
adanya sebuah karma kehidupan. Sewaktu kecil ibu selalu memperingatiku untuk
menjaga bicaraku agar kelak tidak terjatuh karena kata-kataku sendiri. Ah tapi,
aku toh memang tidak pernah terjatuh pada kata-kataku. Aku tetap bisa berdiri
tegar memegang perkataanku. Buktinya sampai saat ini aku masih bisa kuat
melihat kebersamaan keluarga kecil Raka yang manis itu.
Hari-hari selanjutnya benar-benar terasa
berbeda. Tapi aku yakin itu karena keberadaan Anna dipanti. Bahkan tak jarang
tante Luna juga datang untuk mengunjungi kami, mengunjungi putranya. Meski pada
saat itu Raihan akan menekuk wajahnya sedemikian rupa, bagai seorang bocah yang
tengah menginjak masa-masa remajanya, merasa malu ketika ibunya datang. Konyol
memang namun itu adalah bagian favoritku. Raihan akan menjadi lebih pendiam,
hanya berbicara jika ditanya, benar-benar saat-saat yang paling menggelikan.
Aku sampai tidak percaya jika ia merasa malu karena mendapat kunjungan dari
ibunya sendiri.
Sesekali kakek Darmawan datang menemani tante
Luna, namun ia tidak pernah tinggal terlalu lama. Setelah melakukan
perbincangan serius mengenai pohon tomat barunya bersama Aisah dan Anisa, ia
pasti akan segera berangkat kembali. Dan aku merasa semangat Raihan akan
bertambah besar setiap kali ia bertemu dengan kakek Darmawan. Seakan kakeknya
sengaja membawakan bulir-bulir pil penyemangat di dalam saku jasnya, yang bisa
ia berikan pada cucunya sewaktu-waktu. Tapi aku menyukai sikap Raihan setelah
itu, ia seakan memancarkan aura positif yang entah bagaimana mampu menghibur
orang-orang di sekelilingnya.
Di pagi hari, Raihan akan menceritakan sebuah
kisah konyol tentang pelaut, atau pilot, atau apapun itu. kisah yang
benar-benar membuatku tidak habis pikir bagaimana bisa ia mengarang semua itu.
kisah-kisah itu terlalu klise untuk menjadi nyata, meski ummi selalu
mendukungnya bercerita karena kandungan moral di setiap ceritanya. Oke. Jadi
setelah menjadi pembicara biologi, ia merambah juga menjadi pendongeng, dan
sialnya tidak sampai di situ. Kemampuan ia bermain music benar-benar membuat
bocah-bocah itu kian lengket dengannya. Raihan hampir bisa memainkan seluruh
alat music.
Pada minggu pertama di bulan Desember, aku,
Raihan dan beberapa anak panti pergi ke toko music untuk membeli beberapa alat
music lain, yang bahkan pada awalnya aku sama sekali tidak tau bagaimana cara
memainkannya. Raihan meminta setiap anak untuk memilih alat music apa yang
ingin mereka pelajari, lalu dengan sabar ia akan mengajari satu-persatu dari
mereka. Aku benar-benar menyukai sosoknya ketika berada di tengah-tengah
anak-anak itu. wajahnya yang angkuh akan mencair, melembut dengan sorotan mata
sejuk, tawanya yang renyah kerap terdengar di antara tawa bocah-bocah itu, dan
suara merdunya selalu terdengar mengalun indah ketika menyanyi untuk anak-anak
itu di sore hari.
Bibit apel yang ia dan anak-anak simpan pun
mulai menunjukan kecambah kecilnya, dengan bantuan kakek dan pasukan kecilnya,
ia menanam biji-biji itu pada sepetak tanah yang subur. Menyiraminya setiap
hari, mengukur panjang kecambahnya setiap enam jam sekali. Well, aku menyebut
hal ini sebagai sebuah kebodohan mutlak! Walau bagaimanapun kecambah itu baru
tumbuh setelah 24 jam, dan ia memeriksanya setiap 6 jam, entah pil semangat apa
yang ia telan di setiap harinya.
Tapi semangatnya yang menggebu-gebu selalu
menjadi pemandangan yang indah. Senyuman penuh kebahagiaannya, tawa renyahnya,
bahkan tatapan jenakanya…
Kecuali untukku, tentu saja!
Aku masih membencinya. Aku tidak akan pernah
memikirkan hal-hal tentangnya. Aku selalu memilih jalan lain ketika tidak
sengaja berpapasan dengannya, aku akan menghindarinya, atau berpura-pura tidak
memperdulikannya. Aku tidak akan menoleh ketika ia memanggil, aku akan menjauh
ketika ia mendekat. Dia masih menjadi sosok yang angkuh dan super menyebalkan
untukku. Sosok yang selalu ingin aku hindari. Aku sendiri masih tidak mengerti
bagaimana mungkin ummi dan yang lainnya bisa dengan mudah menerimanya. Bahkan
ibu Diah pun tampak mencintainya!
Mereka, bocah-bocah itu, membicarakannya siang
dan malam, mengikutinya kemana pun ia pergi. Memintanya menyanyi, mendongeng,
dan melakukan hal lain yang hanya akan membuat kepalanya terangkat semakin
tinggi! Dan itu membuatku muak setengah mati. Ia menjadi sosok yang super sibuk
saat ini, mengajari anak-anak ini dan itu, bernyanyi bersama mereka, pergi
dengan mereka, bahkan kini berkebun dengan mereka!
Aku benar-benar membencinya!
“Hey,” aku tersentak kaget ketika mendengar
panggilan di sampingku. “Aku pikir kau patung. Kau benar-benar asyik dalam
lamunanmu. Apa yang kau lamunkan?” Tanya sosok cantik Risa seraya duduk di
sampingku. “Ingat ini kantin, kalau kau sampai kerasukan di sini, aku yakin kau
akan menjadi trending topic yang menghebohkan.” Bisiknya di telingaku. Aku
meringis kikuk, dan ia tertawa geli. “Menunggu telepon seseorang?” tanyanya
seraya melirik ponsel yang berada di genggamanku. Aku menggeleng dengan kikuk,
dan untuk sesaat aku merasakan wajahku memerah. Tepat pada saat itu Andhini dan
Hana menghampiri kami. Andhini membawa segelas lemon kesukaannya, dan Hanna
membawa sebuah nampan berisikan semangkuk mie rebus, dua potong donat coklat,
dan air mineral. Aku meringis menatap porsi makan kedua sahabatku yang
benar-benar diluar ambang batas.
“Ada apa dengan wajahmu?” Tanya Hanna setelah
berhasil meletakan semua bawaannya di atas meja dengan selamat. Ia meneliti
wajahku dengan seksama. “Apa kau jatuh cinta?” tanyanya lugu. Aku menepis
tangannya dengan risih.
“Aku? Jatuh cinta?! Kau pasti bercanda!” ujarku
seraya menyeruput jus alpukat kesukaanku. Kemudian ketika ponselku berdering,
sontak aku langsung tersenyum lebar, kemudian berlalu pergi begitu saja,
meninggalkan ketiga sahabatku dengan pandangan aneh mereka.
***
“Halo.” Jawabku pada deringan ke dua.
“Wow…” suara di sebrang sana terdengar sedikit
terkejut, membuat sebelah alisku terangkat heran. “Sepertinya kau membawa
ponselmu kemanapun,” ujarnya. “Atau kau memang sedang menunggu teleponku.”
Astaga…
desisku
pelan. “Dengar, aku memang sedang bermain game ketika kau menelepon, jadi aku
langsung mengangkatnya, agar aku bisa segera menutupnya lagi. Kau menggangguku.
Kau tau itu?!” tudingku dengan wajah memerah.
Sosok di sebrang sana terkekeh pelan, “Kau
benar-benar tidak berpengalaman dalam berbohong nona cantik.” Ujarnya santai,
wajahku terasa bertambah panas. “Sejak kapan kau suka bermain game. Lagi pula,
tidak ada satupun game di ponselmu.” Ujarnya, nada suaranya yang begitu santai
membuat tubuhku membeku. Aku mendengus kesal, mencoba menyembunyikan rona
wajahku.
“Apa pedulimu!” elakku ketus, dan ia kembali
tertawa.
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanyanya lebih
serius. Aku mengerucutkan bibirku, mataku nanar menatap lapangan parkir di
depanku.
“Aku di kampus, tentu saja aku sedang belajar!”
“Berbohong lagi…” gumamnya, aku bisa mendengar
senyuman geli dari suaranya. Dan itu membuatku mulai lemas karena merasa kalah.
“Kau pasti sedang memikirkanku.”
“Kau pasti gila!”
“Aku tau.” Jawabnya pelan. “Karena aku juga
tidak bisa berhenti memikirkanmu.” Tubuhku membeku mendengar kata-katanya lagi,
lututku mulai terasa tidak bertenaga. “Baiklah, aku tidak ingin mengganggumu
lagi. Sampai bertemu dipanti,”
“Eh, tunggu.” Panggilku. Ia berdeham pelan. “Apa
kau tidak akan meneleponku lagi nanti malam?” tanyaku ragu. Dan tawa di sebrang
sana semakin menggema.
“Tentu jika kau menginginkannya tuan putri. Aku
akan melakukan apapun untukmu. Selalu ingat hal itu.” Ujarnya tegas, aku yakin
ia mengatakan itu sambil tersenyum, karena entah bagaimana kelembutan
senyumannya bisa menenangkan gemuruh jantungku yang tidak menentu. Kemudian ia
mengucapkan salam perpisahan lalu menutup teleponnya.
Aku masih mematung dengan ponsel di telingaku
meski sudah lima menit sosok di sebrang sana mematikan teleponnya. Namun aku
masih ingin mengenang suaranya, mengenang kata-katanya lebih lama lagi.
Astaga!
Apa yang terjadi padaku?! Apa yang baru saja aku katakan?! Mengapa aku masih
berdiri di sini seperti idiot?! Aku pasti sudah gila.
Kumasukan ponsel itu ke dalam saku rokku,
kemudian berjalan tergesa menuju lift dengan kekesalan yang tidak menentu.
Tidak aku tidak mungkin
memiliki perasaan apapun pada sosok menyebalkan itu! dia itu sosok yang paling
mampu membuatku jengkel setengah mati. Ia sangat sombong dan tidak berperasaan.
Ia pasti type playboy yang akan dengan mudah menyakiti setiap gadis. Ia adalah
pria jahat, aku tau itu!!!
But You’re so
hypnotizing
You’ve got me laughing
while I sing
You’ve got me smiling in
my sleep
And I can see this
unraveling
Your love is where I’m
falling
But
please don’t catch me
(Demi
Lovato- catch me)
But
if this love, please don’t break me, I’m giving up so just catch me…
5 komentar:
Sukaaaaa... Cerita ini bikin aku gregetannnn.. Semoga secepatnya bisa baca lanjutannya,, *ngarep :D
Yyyiiiihhhhhaaaa finaly zahra have a feeling for raihan,,,
Come on zahra don't lie to your heart and raihan...
Zia sayang °·♡·♥τнänkчöü♥·♡·° ya sayang... Mmmmuuuaaaaaccccchhhhh
ziaaaa akhrnya zahra sadar jg...thanx y
Akhirnya Zahra membuka hati xixixi :)
Posting Komentar