Itu
putriku. Pelita kecilku, hadiah terindah dalam kehidupan kecilku. Kau tidak
perlu menanyakan sebesar apa cintaku padanya. Karena kau tau, tidak ada yang
bisa mengukurnya, begitu pula aku sendiri.
Itu
putriku. Gadis mungil bermata indah seperti ayahnya. Kami menantinya selama
bertahun-tahun, jadi kau tidak perlu meragukan kerinduan kami akan kehadiran
sosok mungilnya.
Itu
putriku. Ia penyuka benda langit bernama bintang. Awalnya aku tidak sadar jika
coretan yang ia buat ketika mulai bisa memegang pensil adalah cikal bakal
sketsa bintang yang begitu indah. Tapi kemudian waktu menunjukannya padaku.
Ketika teman-temannya menggambar gunung dengan sekotak sawah dan jalanan
panjang, ia tetap bersikukuh dengan bintang-bintang cantiknya.
Itu
putriku. Bintang hatiku. namun ia ingin menjadi bintang di langit. Untuk
pertama kalinya aku tidak menuruti permintaannya. Ia sudah bersinar, ia tidak
perlu menjadi bintang di langit itu.
Namun
ketika malam menjemput, hembusan angin membisikan sebuah kisah padaku. Kisah
putri dan bintang, bulan dan bintang, atau bahkan hanya bintang itu saja.
Putriku semakin mengaguminya, dan aku tidak kuasa menahannya ketika binar
bahagia terpancar dari matanya setiap kali menyebutkan nama benda berkilauan
itu. Aku hanya mengangguk dan menyembunyikan air mataku darinya. Menjanjikannya
bahwa ia akan segera menjadi bintang di langit. Merelakannya…
Tapi
aku tidak pernah memperkirakan jika perihnya sedalam ini. Aku tidak pernah tau,
karena memang tidak ingin tau.
“Elena
bersabarlah…” bisik Dr. Hana, dokter spesialis kanker putriku.
Itu
putriku. Bintang terindah di langit yang kelam. Berkilauan bagai berlian,
bersinar bagai pelita.
“Tunggulah
nak, mama akan segera datang menemuimu. Teruslah bersinar, berikan petunjuk
arah untuk mama. Mama menyayangimu nak.”
2 komentar:
cherryyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
one shootnya bagus2, apalagi yang ini jadi mau nangis trus.......
hehehehe mba... daku baru belajar....
Posting Komentar