Sabtu, 10 Agustus 2013

MY LOVE IS YOU -02-



#Sekarang

“Diiiiaaaaaaannnn ada bunga nih buat lo!!” teriak Dion dari bawah di pagi hari.

“Ya mas, sebentar lagi Dian turun.” Jawab Dian dari dalam kamarnya di lantai dua.

"Mana mas bunganya?" Tak sampai lima menit Dian sudah ada di depan Dion dengan wajah berseri-seri. Dion mengangkat dagunya ke sebuah tempat menunjukkan bila bunga itu ia letakkan di tempat tersebut.

"Mas dimana taro bunganya?" Dian berteriak dari arah yang dimaksudkan Dion.

"Di tempat sepatu."

"Gak da mas. Mas gak lagi bohongin Dian kan?"

"Gak."

"Terus kok gak ada?"

"Gak tau. Dimakan cemong kali." Dion menjawab asal pertanyaan Dian.

"Mas.... Mas gak lagi bohongin Dian kan??" Tanya Dian yang tiba-tiba sudah berada di depan Dion.

"Iiissshhhh kamu itu kaya hantu aja datang tiba-tiba." Dion berucap tanpa menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan Dian. Sementara Dian menatap Dion dengan penuh selidik. Matanya tak pernah lepas menatap Dion.

"Apaan sih kamu Di natap aku kaya gitu." Dion yang merasa risih berusaha memalingkan wajahnya.

"Mas taro dimana bunganya?" Dian yang merasa kesal kali ini sedikit meninggikan suaranya namun kemanjaan masih dapat dirasakan di nada suaranya.

"Di tadi gw taro di tempat sepatu. Kalo sekarang gak ada mana gw tau. Dimakan cemong kali." Dion tak mau kalah dengan Dian, ia pun menaikkan nada suaranya.

"Mas kok gitu naronya sembarangan banget. Kenapa naro di rak sepatu? Lagi mana ada kucing makan bunga." Dian kali ini benar-benar sudah kehabisan kesabarannya.

"Eh terserah gw mau taro dimana. Cemong lagi kelaperan kali makanya dia makan tuh bunga," ujar Dion santai.

"Mas Dion.....!!!"

"Ini ada apa masih pagi kok udah teriak-teriakan kaya di hutan," ujar mama Ina dari dapur yang diikuti Kyle, istri Dion.

"Ini ma mas Dion ngerjain aku pagi-pagi." Jelas Dian seraya mengerucutkan bibirnya.

"Iiihhh siapa juga yang ngerjain lo, Di. Gw kan udah bilang bunganya ada di tempar sepatu." Jelas Dion yang tak mau kalah.

"Kamu nih mas seneng banget godain adenya." Kata mama Ina sambil membelai kepala Dian penuh kasih sayang.

"Yee mama terus aja belain monster kecil itu jadi dia gak dewasa-dewasa kan ma. Pantesan ampe sekarang Dian gak punya pacar, manja gini." Balas Dion yang tak mau kalah seraya menghampiri Kyle dan mencuri ciuman di pipi dan bibir Kyle.

"Ada kok... Aku... Aku... Aku punya pacar," Dian menjawab dengan ragu perkataan Dion.

"Siapa? Ivan? Adduuuhh De, lo tuh udah gede masih aja percaya ama omongan laki-laki macam gitu. Mana ada laki-laki yang serius tapi gak pernah hubungin lo sama sekali,,,,"

"Diiiooonnnn!!!!" Teriak mama Ina dan Kyle bersamaan.

Sementara wajah Dian langsung berubah yang tadinya ceria menjadi murung. Tampak berfikir akan ucapan Dion yang semuanya merupakan kebenaran. Ivannya yang tak pernah menghubunginya selama lebih dari 8 tahun. Apakah ia masih harus setia menunggunya? Apakah ia masih harus percaya dengan kata-katanya? Akankah Ivan disana masih mengingatnya? Seribu tanya tapi tak ada satupun jawaban yang bisa menenangkan hatinya.

"Ma, Dian berangkat dulu ya," pamit Dian sembari mencium tangan dan pipi mamanya.

"Gak sarapan dulu, De?" Cemas dan kekhawatiran terlihat di wajah mama Ina. Dian menggeleng lemah. Sementara di sisi lain, Dion mendapatkan pelolotan dan cubitan dari Kyle. Dion hanya bisa meringis dan mengerucutkan mulutnya.

"Setidaknya minum susu dulu ya sayang," mama Ina masih berusaha agar Dian memasukkan makanan atau minuman yang dapat membuat perut Dian kenyang. Dian akhirnya menuruti perkataan mamanya, ia meminum susu coklat kesukaannya demi menghilangkan kekhawatiran mamanya.

Setelah menenggak habis susu coklatnya, Dian mencium tangan mama Ina, Kyle dan Dion. Lalu beranjak pergi meninggalkan mereka bertiga di meja makan.

*****

"Mas Dion......" Teriak Dian setelah beberapa menit keluar dari rumahnya.

"Apalagi sih tuh anak, berisik banget," keluh Dion dengan santai menanggapi teriakkan Dian tanpa bangkit dari tempat duduknya.

"Mas, kamu apain lagi adikmu?" Tanya mama Ina kesal dengan tingkah putra keduanya.

"Iiihhh mama emang aku ngapain dia?" Dion membalikkan pertanyaan mama Ina. Kylie yang berada di samping Dion mencubit lengannya. Dion hanya meringis.

"Ayo ke depan. Mama mau liat apalagi kejahilan suamimu sekarang, Ky." Mama ina mengajak Kylie untuk melihat yang terjadi pada Dian. Sebelum mengikuti mama mertuanya, Kylie menarik lengan Dion untuk ikut serta ke arah asal suara Dian.

"Ayo ikut! Gak mau ikut gak aku kasih jatah nanti malam!" Ancam Kylie yang melihat Dion enggan beranjak dari tempat duduknya. Dion yang mendengar ancaman Kylie bergegas mengikuti mama dan istri tercintanya dengan setengah hati.

"Ada apa lagi sih Di?" Tanya Dion malas dari dalam rumah.

BRUG!!!

"Iiihhh apa-apaan sih kamu Di. Malu tuh sama mba Kylie peluk-peluk sembarangan." Dion yang merasa kaget mencoba berusaha melepaskan pelukan Dian. Tapi usahanya tidak berhasil karena Dian bukannya melepaskan malah menghujani Dion dengan kecupan di kedua pipinya.

"Biarin aja, mereka juga gak protes kan," ujar Dian setelah puas menciumi Dion.

Sementara mama Ina dan Kylie hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mereka. Tak habis pikir dengan tingkah kedua kakak beradik tersebut.

"Mas kan yang taro bunganya di mobil Dian." Yang keluar dari mulut Dian bukanlah pertanyaan melainkan pernyataan.

"Hmmm ya..." Jawab Dion berpura-pura malas.

"Hehehe... Makasih ya masku yang paling baik..." Ucap Dian seraya mencubit pipi dan hidung Dion dengan gemas. Dion meringis...

"Sakit ah de..." Kata Dion seraya melepaskan tangan Dian. "Dah sana berangkat nti kesiangan diomelin mas Dani loh." Lanjut Dion.

"Siap boss!!" Ujar Dian seraya mengangkat tangan kanannya dan menempatkannya di salah satu alisnya layaknya seorang prajurit yang memberi hormat.

"Mam, mba... Dian berangkat dulu ya..." Pamit Dian sambil berjalan kembali ke mobilnya. Mama Ina dan Kylie tersenyum melihat kebahagiaan di mata Dian.

"Eh... Mas..." Tiba-tiba Dian berhenti lalu membalikkan badannya menghadap Dion.

"Apa lagi?" Dion, Kylie dan Mama Ina bertanya bersamaan.

"Uh kalian ini kompak bener..." Ledek Dian pada ketiganya.

"Diaaannn...." Lagi ketiganya kompak berteriak ke Dian.

"Ya... Ya... Ya... Aku berangkat..." Untuk kesekian kalinya Dian berpamitan pada ketiganya. Setelah itu Dianpun mengemudikan mobilnya keluar dari perkarangan rumahnya menembus kemacetan ibukota.

******

Belum lama mobil yang dikemudikan Dian menghilang dari perkarangan rumahnya, sebuah sms masuk ke handphone.

Mas siapa yang kirim?

Gak tau.

Kartunya dikemanain?

Gak dikemana-manain. Liat aja sendiri.

Mas lagi gak ngerjain aku lagi kan??

Iiihh malas kalo itu mah. Hei kamu lagi nyetir kenapa bisa smsan?

Lampu merah mas, macet. Seriuskan mas gak ada eh sebentar ada mas tapi kok gak ada nama pengirimnya?

Meneketehe... Udah simpen hp nya, bahaya tau....

Ya... Ya... Ya.... Boss.... Thanks ya mas :*

Dian memandang bunga-bunga itu dengan penuh tanya. Dibuka kartu yang terselip di salah satu bunga perlahan.

ASAP

Hanya kata itu yang terdapat di dalam kartunya. Entah siapa yang mengirim bunga-bunga itu karena Dian sama sekali tak mempunyai bayangan pengirim bunga-bunga tersebut.

*****

"Pagi.  Bu," sapa salah satu karyawannya.

"Pagi, Lis. Boleh saya lihat schedule saya hari ini?" Dian menyapa balik karyawannya yang bernama Lisa. Lisa langsung memberikan agenda yang berisikan schedule Dian selama sehari itu.

"Lis tolong nanti ingatkan saya ya, saya takut lupa," kata Dian sambil tersenyum malu. "Baik Bu," jawab Lisa singkat. Dian pun melangkah ke kantornya.

"Oh ya Bu ada kiriman buket bunga untuk Ibu, saya letakkan di meja," ujar Lisa yang hampir saja lupa dengan buket bunga yang datang pagi ini.

"Lagi?" Tanya Dian yang sebenarnya bertanya pada dirinya sendiri.

"Maksudnya, Bu?" Lisa balik bertanya yang tak mengerti pertanyaan Dian.

"Oh bukan sama kamu, Sa. Ya udah, makasih ya." Setelah mengucapkan terimakasih Dian pun berlalu dari hadapan Lisa.

*****

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan bunga-bunga itu selalu datang ke rumah dan kantor tempat Dian bekerja. Tak kenal waktu dan tak kenal lelah sang kurir selalu mengantarkan di setiap harinya. Hingga rumahnya kini dipenuhi oleh ketiga bunga kesayangannya.

Namun lama kelamaan Dian merasa jengah dengan pengirim bunga tersebut yang sama sekali tak mencantumkan namanya. Sebenarnya Dian ingin sekali menolaknya tapi mamanya melarangnya, sayang katanya. Di suatu hari Dian pernah mengikuti kurir tersebut tapi sia-sia. Sang kurir sepertinya tahu jika ia diikuti maka ia secepat mungkin mengemudikan motornya. Di kertas pun tak tertulis nama toko bunga. Akhirnya Dian hanya menerima dengan pasrah bunga-bunga tersebut.

******

"Pak tolong antarkan saya ke alamat ini," pinta Dian yang ingin menemui klien barunya, ia tak ingin membawa mobil sendiri karena ia terlalu lelah akhir-akhir ini. Supir tersebut mengangguk.

"Tumben," lirih Dian yang bingung supirnya tak banyak bertanya seperti biasanya. Dian pun tak ingin larut dalam pertanyaannya, ia hanya mengambil kesimpulan jika supir tersebut sudah tau kemana akan mengantar Dian.

Dalam perjalanan Dian yang merasa kelelahan akhirnya tertidur. Seperti orang yang tak tidur berhari-hari, Dian tidur sangat nyenyak. Tak dirasakan kemacetan di perjalanannya.

Perlahan Dian membuka matanya, ia merasa seharusnya sudah sampai di tempat tujuan. Namun kenyataannya mobil masih melaju. Dian pun melihat ke arah jam yang dikenakannya, jam pemberian Ivannya.

"Apa 1 jam belum sampai juga?" Dian tercengang memandang waktu yang ditunjukkan jamnya. Merasa tak percaya Dianpun melihat jam yang terpasang di mobil. Dan yang ditemukan adalah hal yang sama. Dian lebih tercengang lagi saat ia menemukan mobil tersebut berhenti di depan sebuah taman yang terletak di pinggir kota. Sang supir sudah tidak ada di tempatnya, Dian hanya sendirian di dalam mobil.

Belum sempat Dian melihat seluruh tempatnya berhenti, pintu mobil dibuka dengan cepat. Sebuah tangan menarik lengan Dian perlahan namun erat. Dian ingin berteriak namun diurungkannya karena tiba-tiba saja sebuah kain hitam menutup matanya, tangan Dian sendiri telah diikat terlebih dahulu.

"Pak apa-apaan ini? Kenapa mata saya ditutup? Mau dibawa kemana saya?" Percuma Dian bertanya karena tak ada satu jawabanpun yang keluar dari orang yang menyanderanya. Rontaan Dian pun sia-sia karena orang tersebut lebih kuat darinya.

"Pak jangan macam-macam ya. Saya ini pemegang sabuk hitam, kakak saya yang pertama komisaris polisi, kakak saya yang kedua jaksa. Kalo bapak macam-macam sama saya, mereka akan memburu bapak kemanapun!!!" Ancam Dian pada sang penculik. Tapi penculik tersebut bukannya takut, ia malah tertawa geli mendengar semua perkataan Dian.

"Iiiissshhh Bapak ini gak percaya sama perkataan saya ya. Ya udah kalo gak percaya yang penting saya udah kasih tau bapak." Ucap Dian jengkel.

"Percaya," jawab penculik tersebut singkat dan pelan.

"Hah? Apa?" Tanya Dian yang merasa mengenal pemilik suara tersebut. Dian sengaja bertanya untuk meyakinkan dugaannya. Tapi sayang sang penculik tak mau mengulangi perkataannya. Penculik tersebut hanya tersenyum mengetahui maksud Dian.

"Iiissshhh apa-apaan sih Bapak ini, pelit amat sama suara, mahal ya pak suaranya." Ledek Dian yang merasa ketakutannya kini mulai berkurang. Lagi-lagi penculik tersebut hanya tertawa tanpa suara. Dian hanya bisa mengerucutkan mulutnya karena tak tiknya tak berhasil.

Dengan mata tertutup Dian merasa perjalanan tersebut sangat lama. Tapi penantian Dian akhirnya selesai juga karena tiba-tiba langkah mereka berhenti. Dian mulai ditinggalkan sendiri, tangannya sudah mulai dilepaskan tapi tidak dengan penutup matanya. Dian cepat-cepat melepaskan penutup matanya, mencoba memfokuskan matanya agar dapat melihat orang yang menculiknya. Tapi sayang rupanya gerakkan orang tersebut lebih cepat dari Dian. Jadi disinilah ia sekarang sendiri di hamparan rumput nan luas. Anehnya di tengah danau tersebut terdapat hamparan kain kotak-kotak berwarna merah kuning. Di atasnya terdapat makanan, minuman dan 3 buket bunga lagi.

"Eh,,, hei apa-apaan ini? Siapa lo? Jangan tarik-tarik, sakit tau!!" Teriak Dian yang masih terkejut tangannya ditarik mendekati kain piknik. Dian berusaha untuk melepaskan diri namun lagi-lagi tenaga yang dimiliki orang tersebut lebih besar darinya. Walaupun langkah yang mereka jalani tidak terlalu cepat namun mampu membuat Dian menyeret kedua kakinya bahkan beberapa kali ia hampir terjatuh.

"Iiiihhh lepasin tangan gw, sakit tau." Maki Dian sambil menghentakkan tangannya saat mereka sudah berhenti tepat di depan kain yang terbentang. "Kamu itu siapa sih? Ngapain bawa-bawa gw kesini? Kurang kerjaan yah?" Dian terus saja bertanya tanpa melihat ke arah orang yang menariknya. Dian sibuk meniup tangannya bermaksud menghilangkan sakit akibat tarikan orang tersebut. Karena itulah Dian tak memperhatikan bahwa orang tersebut telah membalikkan badan menghadap ke arahnya.

"Apa kabar?" Tiba-tiba orang itupun bertanya. Dian hanya meringis mendengar pertanyaan orang tersebut. Dian enggan menjawabnya sebelum orang tersebut meminta maaf.

"Kamu udah besar sekarang, tambah cantik pula. Lo gak kangen sama gw?" Seperti tak memperdulikan aktivitas Dian, orang tersebut masih saja berbicara.

"Hei lo tuh ya... Gak bilang maaf malah tanya gw kangen apa gak sama kamu, emangnya lo...." Dian yang marah tiba-tiba berhenti saat ia perlahan mengangkat kepalanya dan melihat orang yang ada di depannya. Seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, mulut Dian terbuka, matanya melebar. Orang yang ada di depan Dian hanya tersenyum melihat tingkah Dian.


"Lo... Lo..." 

******

4 komentar:

Unknown mengatakan...

horee dpt 2postingan dr zia n mb thy.

makash y

Unknown mengatakan...

hayo siapa dia Di wkekek
Dian pake jilbab ngga mbak ?

Fathy mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Fathy mengatakan...

@eka : ☀˚°•◦ S̤̈̊α̣̣м̤̣̲̣̈̇α̍̍~S̤̈̊α̣̣м̤̣̲̣̈̇α̍̍◦°˚☀ eka...

@ara : ayo siapa ya?? Gak pake ara....