Rabu, 11 September 2013

MR. RIGHT -03-


–NIGHTMARE-


Kemilau cahaya mentari menyusup perlahan dari sela-sela gorden kamarku, cahayanya yang indah seakan menjadi lampu-lampu sorot yang gemilang. Aku menguap sekali, kemudian melirik ponsel di samping kepalaku, memeriksa pesan dan emailku dengan mata yang setengah tertutup. Baru pukul 6 pagi, namun mentari sudah bergerak semakin tinggi, tidak ingin terkalahkan oleh kokokan ayam di alarm ponselku. Untuk beberapa saat, setelah mematikan alarm ponselku dengan paksa, aku masih tetap berbaring di sana, bergerak perlahan-lahan, namun jelas tidak bermaksud membuka mata dalam waktu yang dekat. Suasana kamar di rumah kontrakanku sangat sunyi, dengan lampu yang sengaja ku padamkan, dan AC yang terus menyejukan kamar itu, mustahil rasanya jika aku bisa bangun tepat waktu.
Kamarku tidak terlalu besar, karena kontrakan yang ku ambil adalah salah satu rumah tipe 21 di kompleks tidak jauh dari kampusku. Hanya ada satu kamar tidur, sebuah ruang tamu, satu kamar mandi, dan sepetak kecil dapur. Kontrakan Liska dan Ketlia jauh lebih besar dari tempatku. Tapi sejak awal aku sudah mengubahnya, aku meminta izin kepada pemilik kontrakan ini untuk melakukan beberapa eksperimen dengan rumahnya, dan selama itu tidak merugikannya, ia setuju. Jadilah aku mengecat ulang seluruhnya, lebih berwarna-warni dari kamar kedua milik Ketlia. Dinding bagian muka rumah berwarna hijau lumut, hijau tua, dan hijau muda, gradasi cantik yang cocok dengan tanaman merambat berbunga ungu yang sengaja ku tanam untuk menghiasi bagian depan rumah. Rumah ini tidak memiliki halaman yang besar, mungkin hanya satu atau dua meter, dan sepenuhnya sudah ku tanami dengan rumpun-rumpun bunga mawar, bunga melati, dan beberapa kaktus. Di ruang tamu terdapat sebuah tv plasma di atas rak warna-warni tempatku meletakan koleksi kaset-kasetku yang sudah tampak seperti toko dvd. Karena kecilnya ruangan itu, aku tidak meletakan sofa di sana, hanya sebuah karpet berbulu lembut berwarna biru langit dengan aksen gradasi biru tua, dengan tumpukan bantal-bantal berwarna abu-abu muda dan tua, yang selalu ku lipat  ketika pergi dari rumah.  Jendelanya, dengan bantuan kekasih Liska, aku pasangkan teralis penjaga, meskipun tau tidak ada barang berharga di dalam rumah kontrakanku, tapi apa salahnya berjaga-jaga. Gorden lamanya yang berwarna coklat kumal sudah lama ku bakar (tanpa sepengetahuan pemiliknya :D ), dan menggantinya dengan gorden berwarna ungu lembut, berhiaskan kupu-kupu imitasi yang cantik. Begitu sesuai dengan warna dinding di ruang tamu, pink keunguan. Di sisi kanannya terpasang wall sticker bunga bakung yang menjulang tinggi. Sedangkan di belakang tv dan rak dvd tertempel wall sticker pohon besar dengan dedaunan hijau yang luar biasa cantik dan membuat ruangan itu lebih nyaman, seakan memberikan kesejukan tersendiri.
Aku tidak bisa memasak sama sekali, tapi aku meletakan kompor gas kecil di dapur, tepat beberapa senti dari tempat aku meletakan penanak nasi. Sebuah rak piring ku pasang diatas westafel, sempitnya dapur itu membuatku harus pintar-pintar mengatur barang, dan alhasil begitu lah bentuknya, saling bertumpuk. Namun aku merasa begini lebih baik, setidaknya aku tidak perlu menggeser kakiku untuk meraih segala sesuatu yang kubutuhkan di dapur itu. Tapi karena terlalu sempitnya, aku sampai harus meletakan kulkas kecil hadiah dari adikku ketika pindah ke rumah ini di dalam kamarku!
Dinding kamarku berwarna biru langit, dengan wall sticker pohon yang sama dengan di ruang tamu, di bagian depan ranjangku. Dan wall sticker rumpun mawar di sisi lainnya. Sebuah single bed menjadi pusat kamarku, berseprai coklat lembut, dengan selimut di ujung kakinya. Sebuah rak buku terselip diantara ranjang dan dinding di sampingku, menyimpan berbagai buku-buku novel yang paling sering ku baca. Ada beberapa pajangan hadiah dari adik-adikku, sebuah miniature menara Eiffel yang diberikan Gadis ketika pulang dari study tournya dua bulan yang lalu, sebuah pot kecil berisi bunga lavender yang diawetkan dari sahabat penaku, sebuah frame foto berwarna hitam yang memuat foto sosok cantik Leona ketika memenangkan lomba menyanyi, serta sebuah celengan berbentuk kodok pemberian Leona (yang selalu kututup dengan sulaman Liska).
Dua langkah dari ranjangku, terdapat sebuah meja tempatku bekerja. Lengkap dengan lagi-lagi tumpukan buku, tapi sebagian besar adalah buku kuliah. Sebuah laptop keluaran lama, dan printer canggih berada di sana. Berbagai macam kertas, catatan, atau sekedar foto-foto tertempel berantakan namun artistic –menurutku- di bagian belakang laptopku. Menjadi penawar yang ampuh dikala aku jenuh menulis atau menterjemahkan sesuatu.  Dan yang terakhir adalah sebuah lemari kecil, tempatku meletakan seluruh pakaianku, berdampingan dengan dispenser yang diberikan Hanung, mantan kekasihku dua tahun yang lalu.
Over all, rumah kontrakanku tidaklah semewah rumah-rumah cantik di kompleks sebelah, tapi sebisa mungkin aku menjaganya agar tetap nyaman. Jika dibanding dengan rumah kontrakan Liska dan Ketlia, rumah kontrakanku memang berada tiga kali lipat jauhnya dari kampus, membuatku lebih memilih singgah di tempat mereka ketika memiliki jam kosong. Tapi di malam-malam tertentu, ketika kami memiliki waktu kosong bersamaan, kami akan menginap di tempatku, tidur bertumpuk bagai ikan sarden di ruang tamu, di atas karpet berbulu-ku yang begitu nyaman.
Hal lain yang menyebabkanku menyukai tempat itu adalah taman kecil yang berada beberapa meter dari rumahku, taman itu sangat asri, sangat sulit menemukan tempat hijau secantik itu di tengah-tengah kota megapolitan saat ini. Sebuah kolam kecil berisikan ikan-ikan cantik menjadi pusatnya, dikelilingi pohon-pohon palem besar, berhamparkan rumput-rumput hijau bagai permadani indah, berhiaskan rumpun-rumpun berbagai bunga. Begitu indah dan menenangkan.
KRIING!!!
Aku tersentak bangun ketika mendengar deringan ponselku. Entah sudah kali berapanya ponsel itu berdering. Aku mengernyit dan melirik nama yang tertera di sana. Ketlia…
Aku menekan tombol yes dan menjauhkan ponselku dari telinga, yakin bahwa dari jarak sejauh itupun aku bisa mendengar gelegar teriakannya. “SETREEESSS DI MANA LO?!!” teriaknya. Nah kan, apa ku bilang?!
“Hm…” jawabku mengantuk.
“Astaga Re!!! Lo masih tidur? Hari ini kita ada kuliah pagi!!!!” teriaknya lagi. terkadang aku dan Sophia selalu mempertanyakan baterai apa yang digunakan Ketlia hingga tidak pernah hilang kekuatan sedikit pun.
Tapi, apa katanya tadi? Kuliah? Yang benar saja!!
Aku melirik tanggal di layar ponselku, dan tersentak kaget. Astaga! Ku tepuk pelan keningku, kemudian berlari begitu saja ke kamar mandi. Sepenuhnya lupa pada Ketlia dan teleponnya.
***
“Lo nyesel!!! Lo nyesel!!!” ujar Ketlia sambil menyeringai lebar. Sudah sejak setengah jam sejak kedatanganku ke kampus, ia selalu mengatakan hal yang sama. Aku memutar bola mataku, dan berjalan melewatinya menuju meja paling ujung kantin. Liska dan Vian sudah menunggu di sana dengan makanan mereka masing-masing. Vian dengan mpek-mpek kesukaannya, sedangkan Liska dengan mie ayam bakso yang sangat menggiurkan.
Aku langsung mengambil kursi di samping Vian, mencuil potongan kecil mpek-mpeknya. Di susul oleh Ketlia yang masih tersenyum menggodaku.
“Kenapa lo Re?” tanya Liska ketika melihatku mendengus kepada Ketlia.
“Nyesel tuh dia gara-gara nggak bisa ngeliat professor ganteng itu!” Ketlia menjawab dengan cengirannya yang semakin lama semakin menyebalkan.
“Oh, dosen yang baru itu yah?” tanya Vian setelah menyeruput jus buah naganya. Aku menaikan sebelah alisku kepadanya. Mata Ketlia langsung melebar.
“Lo tau Vi?” tanyanya antusias, Vian mengangguk kemudian kembali mengunyah mpek-mpeknya.
“Dia yang kemarin jadi dosen SP di fakultas gue. Gue Cuma denger sekilas, gue kan nggak ikut SP, tapi kabarnya sih dia langsung terkenal gitu,” ujar Vian tak acuh.
“Iya, sekarang dia jadi dosen di fakultas gue juga, tadi pagi masuk. Sumpah ganteng banget! Kasian tuh si Rena, gara-gara tidur mulu jadi nggak sempet liat dia… hahaha…”
Sejujurnya itu sama sekali tidak lucu, tapi bagi Ketlia, hal yang menyengsarakan temanya adalah hal yang bisa membuatnya tertawa lebar. Teman yang baik sekali, bukan?!
“Ganteng banget dong?” tanya Liska penasaran.
Ketlia mengangkat kedua ibu jarinya, “BANGET!!!” teriaknya. Aku mendengus, seganteng apa sih dia?!
“Tapi ada kabar nggak enak juga,” tambah Vian. Sebagai salah satu anggota dari klub modeling di kampus kami (yang dipenuhi oleh sosok-sosok cantik penebar berita aka penggosip) Vian menjadi pengganti Koran gossip untuk kami. Maklum, aku dan sahabat-sahabatku yang lain terlalu sibuk pada perkuliahan kami.
Ketlia dan Liska langsung menatapnya penuh penantian, penasaran pada kabar miring yang dikatakannya. “Katanya dia baru aja pulang dari UK,”
“Itu kabar baik kali!” potongku.
“Nah, di Indonesia dia nggak punya siapapun. Semua keluarganya di UK,” ujarnya tanpa memperdulikan komentarku sebelumnya. “emang sih dia keliatannya masih muda, dan emang masih muda, tapi kabarnya dia single.”
“ITU KABAR SUPER BAGUS!” itu suara Ketlia, lengkap dengan binar penuh semangat di matanya.
“Tapi masalahnya…” Vian sengaja menggantung kata-katanya di antara kami, membuat kami semua semakin penasaran. Vian mencondongkan tubuhnya ke depan, seakan bersiap untuk membagi sebuah rahasia besar, “dia dikabarkan memiliki kelainan seksual, pedofilia.” Bisiknya dengan mata menyipit.
Dan klik.
Sinar-sinar di mata Ketlia maupun Liska langsung padam. Dan aku tidak kuasa menahan tawaku. Hahahahaha Ya Tuhan!!!!! Wajah mereka benar-benar lucu, terlebih wajah Ketlia, pucat pasi, sedetik kemudian ia sudah berlari ke kamar mandi, memuntahkan seluruh makanan yang baru saja ia telan.
“Ini mimpi buruk!” pekiknya frustasi ketika keluar dari kamar mandi masih dengan wajah pucat.
Aku tertawa, “Iya, cowok ganteng yang memiliki kelainan seksual itu memang selalu menjadi mimpi buruk!” ujarku menimpali, sejenak lupa dengan keberadaan kami, dan tingginya suaraku. Alhasil beberapa pasang mata langsung melirik kearahku, mungkin merasa sedikit terusik pada kata-kata ‘seksual’ yang ku gunakan.
Aku menyeringai kikuk ketika Vian dan Liska langsung menunduk malu.

2 komentar:

Fathy mengatakan...

Jadi ngebayangi Dosennya pedofil ke Rey ​(>ˆ▽ˆ)>ωªªκªªkaakaa<(ˆ▽ˆ<) kalo kaya gitu, aku mau jadi Rey deh hahahaha...

°·♡·♥τнänkчöü♥·♡·° zia sayang (˘⌣˘)ε˘`)

Unknown mengatakan...

Sama fat aq juga mau....hihihi