BAB LIMA BELAS
Aku
berlari sepanjang koridor rumah sakit yang sudah sangat ku kenal. Vero
mengikutiku di belakang.
“Kimi, Vero,” tante Lia
menatap kami bergantian. Ia tampak begitu cemas. Om Arya tengah berbicara dengan
seseorang di teleponnya. Aku menanyakan apa yang terjadi dengan pandangan
sedihku. “Kakek sadar,” hatiku mencelos. “Namun ia langsung muntah darah,
hingga akhirnya kembali di bawa ke ruang ICCU,” perutku melilit memikirkan
kakek, kepalaku terasa begitu pening. Aku lelah! Lelah dengan semua kenyataan
dan ketakutan yang tersimpan di dalam hatiku. Aku bisa melihat takdir tertawa
mengejekku. Mencemoohku karena menyerahkan diri pada luka.
Prang!!
Aku melemparkan
ponselku hingga jatuh berkeping. Aku berteriak dalam ketercekatan! Menangis
keras, terduduk diatas lututku. Aku lelah!! Aku lelah!! Batinku meronta. Om
Arya mencoba menenangkanku. Vero menangis di pelukan ibunya. Aku juga ingin ada
mama di sini!! Aku ingin semuanya kembali. MILIKKU!!!!
Tatapanku nanar, namun
aku tidak berani berkedip. Khawatir akan kehilangan satu moment lagi. Kakek
sudah stabil, namun untuk berjaga-jaga ia masih di tempatkan di ruang ICCU. Aku
merasakan seseorang menyentuh pundakku. Tante Lia dan om Arya berdiri di sana
di belakangku. “Tante, om... aku ingin berbicara,” ujarku dingin. Entah dimana
aku meletakan rasa sopan santunku pada mereka. “Aku ingin membatalkan
perjodohan ini,” suaraku tercekat mengingat sosok Luna dan Raka. Tante Lia
tampak syok di belakangku.
“Kimi ada apa?” tanya
tante Lia. Aku menggeleng tanpa menoleh.
“Aku rasa, aku tidak
bisa mencintai Raka,” bisikku.
“Kimi, kami tidak akan
memaksamu bertunangan lagi. Kami akan menunggu sampai kau benar-benar siap,”
ujar om Arya. Aku kembali menggeleng dan berbalik menghadap mereka. “Kami tidak
ingin kau sendirian,”
“Aku tidak sendirian,
aku punya kakek, tante, om, Vero, Raka dan sahabat-sahabatku, Kirana dan Luna,”
tante Lia tercekat mendengar kata-kata terakhirku. dia tentu mengenal Luna, tunangan putra tersayangnya. Ia mencengkram lengan suaminya erat.
“Tante, Luna dan Raka saling mencintai,” ujarku perih. Diam-diam aku bisa
mendengar isakan Vero dari balik pintu. “Aku tidak mungkin berdiri menjadi
penghalang diantara mereka,”
“Tapi gadis itu akan
segera mati,” tante Lia menatap jauh kedepan. Aku menggeleng tidak percaya.
“Tidak,” bisikku lebih
pelan dari yang ku harapkan. “Luna akan selamat, dia akan baik-baik saja,”
bisikku sebelum hilang kesadaran.
Aku terbangun oleh
aroma yang aneh. Aroma menyenangkan yang begitu maskulin dan dingin. Hatiku
perih mengingat dari mana aroma itu berasal. Aku enggan membuka mata dan
mendapati hayalku akan aromanya akan menghilang. Aku ingin tetap begini,
menikmati dirinya meski hanya dalam hayalku.
Sebuah tangan mengusap
punggung telapak tanganku. Aku terkesiap menikmati sentuhannya.
“Kau?” tanyaku tidak
percaya. Raka menatapku jelas tampak khawatir. Wajahnya mendadak mencair ketika
melihatku membuka mata. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku kikuk. Ia
memelukku erat, membuatku kembali merasakan pahit itu. tidak, ini tidak boleh terjadi.
Aku mendorong tubuhnya dengan lemah. Raka menatapku, terkejut.
“Aku
mengkhawatirkanmu,” ujarnya. Aku memalingkan wajahku ke sisi lain. Enggan
menatap wajah tampannya. Aku harus melupakannya.
“Mana Luna?” tanyaku
dingin. Aku muak pada diriku sendiri karena memiliki setetes rasa cemburu dalam
hatiku. Aku menyayangi gadis itu.
“Dia bersama Kirana,”
jawab Raka menyadari keenggananku.
“Pergilah,”
“Aku berjanji pada
diriku sendiri untuk pergi saat mendapati dirimu baik-baik saja,”
“Dan aku baik-baik saja
sekarang,” potongku. Kaget mendengar suara menyakitkan itu sendiri. “Pergilah,”
kini berupa lirihan. Raka duduk menegang disampingku. Wajahnya mengeras.
“Tidak, aku juga berjanji
pada Luna untuk memastikanmu baik-baik saja,”
Jadi semua lelucon ini
karena Luna. Astaga Tuhan...
4 komentar:
Menyentuh sekali... keren...speechless.... Keep writing ya sist...
Lanjut ya mbak. Aq nangis mbacanya. Antara sahabat n cinta.
terima kasih...
terima kasih semuanya...
:) :)
tunggu lanjutannya ya...
sudah selesai ditulis tinggal di posting... :)
masih sedih sama Kimi....
Raka knp mesti datang sih??? itu kan malah buat Kimi tambah perih...
Posting Komentar