Aku tidak pernah bermimpi terlalu jauh, terlebih yang di luar
anganku. Hanya satu hal yang aku pinta... seseorang yang mencintaiku selayaknya
bintang mencintai sang rembulan... hanya itu...
SATU
My First
Sight
“Lily, ayo cepat, nati kita bisa terlambat!!” aku mengendus
kesal sebelum akhirnya berlari menuruni tangga. Huh, apa mereka pikir mudah
berlari dengan gaun dan high heels setinggi ini??
“Ini dia si tuan putri, ayo cepet nanti kita terlambat,” ujar
pria paruh baya yang duduk di kursi samping kursi pengemudi. Aku mengikuti mom
yang duduk di kursi belakang.
“Mom, apa ini ga berlebihan?” mom menatapku sambil tersenyum.
“Kamu cantik kok sayang...” ujarnya lembut. Aku tersenyum
bangga. Dari kursi pengemudi aku bisa mendengar suara kak Arya menggerutu. Dan
selalu begitu selama perjalanan.
Arya adalah
kakak pertamaku, sebelum kak Rani. Dia
sudah menikah dan memiliki seorang putri kecil bernama Alysa putri Alenda
Maharani, dan guess what!! Itu membuatku menjadi seorang tante muda yang begitu
menawan. Well itu asumsiku.
Sayangnya
mereka tinggal di tempat kelahiran kakak iparku, Amsterdam.
“Jadi Rena
dan Aly akan datang besok?” tanya Dad memcah keheningan. Kak Arya menggaguk
dibalik kemudi.
“Yah,
jangan besok dong Dad, akukan ada meeting, nanti aku ga bisa jemput Ale...”
rengekku.
“Emang
meetingnya ga bisa di tunda dulu ya?” tanya mom.
“Mom, ini
meeting pertama dia, masa baru aja naik jabatan dah undur-undur meeting, lagian
itusih derita dia,” ujar kak Arya. Aku menatapnya kesal. Ia tersenyum puas.
Namun ia benar, aku tidak bisa mengundur meeting besok pagi. Aku harus
menghadiri meeting penting itu sebagai salah seorang manager baru.
***
Aku menatap
rumah di hadapanku tidak percaya. Rumah berwarna putih itu terlihat begitu
indah, kalau bukan karena deretan mobil di halamannya, mungkin tidak akan ada
yang tau kalau sebuah pesta besar sedang di adakan tepat di taman belakang
rumahnya.
Beberapa
orang menyapa kami. Seakan-akan Dadylah yang mengadakan pesta. Tapi menurutku
itu wajar. Karena Dad adalah salah satu pemegang saham terbesar di rumah sakit
ternama di kota kami.
Kata mom,
ini adalah pesta penyambutan anak sulung om Wijaya yang baru saja lulus dari
sekolah kedokteran di Belanda. Jadilah kami semua harus hadir di pesta-yang
Dady bilang- sangatlah penting. Terlebih dia adalah sahabat kak Arya.
“Orangnya
ganteng loh De...” bisik kak Arya. Aku melirik sinis kearahnya.
“Heh, kak
Rena mau dikemanain??” tanyaku asal. Kak Arya menatapku heran.
“Ini buat
kamu, kakak udah bosen...” selorohnya.
“No way!!”
desisku. Menurut pengalamanku, selera kak Arya di bawah rata-rata. Maka dari
itu, aku, mom dan dad sampai tak habis pikir bagaimana mungkin orang seperti
kak Arya mendapatkan wanita secantik kak Rena.
“Kamu pasti
naksir, Rani aja sempet naksir,” bisik kak Arya lagi. Aku langsung melotot.
“potong
kuping kakak kalau aku sampai naksir...” candaku dengan nada serius. Dia
langsung menatapku geram.
“Nah, ini dia om Wijaya,” ujar Dad memcahkan genjatan
senjataku dan kak Arya.
“Ini pasti Irish dan Arya,” tebak om Wijaya. Aku tersenyum
kikuk. Aku tidak terlalu suka di panggil Irish, meski itu adalah nama keluarga
mom. “Ternyata kamu bohong Gun, kamu bilang anakmu itu cantik...” ujar om
Wijaya. Aku membulatkan mataku hendak protes. kak Arya tersenyum senang. “Dia
ternyata sangat teramat cantik...” lanjut om Wijaya. Wajahku langsung memerah.
Mom dan dad tersenyum lebar. Sedangkan kak Arya menatapku dengan tatapan
menyebalkan. Yes Menang!! Lagi pula siapa sih yang bisa menahan pesona
kecantikan putri Irish Rachel Davela ini??
“Ini Raka, perjaka om...” ujar om Wijaya seraya menunjuk
seorang cowok berkacamata di belakangnya. Cowok itu menoleh dan tersenyum santun.
Deg...
Matanya...
senyumannya... wajahnya... rambutnya... dan tatapannya terasa berbeda. Semuanya
tampak sangat bersahabat namun tegas dan dipenuhi luka. Bahkan senyuman manis
di wajahnya...
“Ly!!” aku
tersentak kaget dan langsung tersadar dari lamunanku. Wajahku sedikit memerah
saat mendapati semua tatapan menuju kepadaku. Kak Arya tertawa kecil.
“Ly...”
tegur mom. Aku langsung tersadar dan menyambut uluran tangan cowok di depanku.
Astaga...
apa yang terjadi denganku?....
Shit...
Satu kosong
deh...
***
“Udah kakak
bilang, kamu pasti naksir,” ujar kak Arya saat kami sampai dirumah. “Orang Rani
aja sampai naksir, padahal Galih sudah datang buat lamaran,”
“Ih, kak
Arya nyebelin banget sih, udah aku bilang, aku ga naksir dia!!” runtukku.
“Kalo iya
juga ga apa-apa kok, Dady setuju kalau kamu sama dia,”
“Astaga
Dady....” teriakku kesal. Kak Arya tertawa lebar. Aku mengendus kesal dan
langsung memasuki kamar.
“Ga aku ga
boleh naksir... tapi matanya... hus!! Aku ga boleh naksir... ga boleh...”
Aku menatap
pantulan wajahku di cermin. Dan entah mengapa ingatanku langsung tertuju pada
cowok bernama Raka yang baru saja ku kenal. Entah mengapa aku merasa ada satu
hal yang menarikku. Aku tidak mengerti namun aku merasa hal itu sangat kuat.
Dan aku sama sekali tidak tau apa. Satu hal yang harus aku lakukan adalah
menjaga hatiku agar tidak jatuh cinta. Ya, hanya itu yang harus ku lakukan.
***
0 komentar:
Posting Komentar