In another life...
Hari itu hujan terus menguyur raya.
Seakan mendengar rintihan kehausan selama musim panas ini. aku duduk di balik
jendela usang sanggar Pelangi. Di sampingku, Fabian masih memainkan gitarnya.
Menyanyikan lagu kesukaannya, The secret – one replubic. “Yan, menurut kamu aku
masih keliahatan kanak-kanak banget ya?” tanyaku tanpa memalingkan pandangan
dari hujan. Fabian menghentikan permainan gitarnya. Menatapku sesaat kemudian
terkekeh pelan. Aku menatapnya kesal.
“Sorry, sorry...” ujarnya di tengah
tawanya. “Tumben kamu tanya kaya gitu, baru sadar ya kalau kamu itu kaya anak
kecil...” tambahnya. Wajahku memerah kesal. Tubuhku memang mungil, namun bukan berarti
dia dapat dengan seenaknya berkata begitu. Melihatku marah Fabian menghentikan
tawanya secara paksa. ia menghela nafas panjang kemudian tersenyum tipis. “Eh,
tapi kalau dilihat-lihat kamu memang sudah dewasa yah....” Fabian terus
menatapku.
“Ah, aku serius!!!” ujarku kesal
sekaligus risih dengan tatapan sahabatku yang satu ini. Fabian kembali tertawa.
Senja
itu takkan pernah bisa kulupakan. Sebuah pelajaran baru, jangan pernah bertanya
hal-hal yang serius pada seorang Andrew Fabian, karena itu hanya akan
mengundang tawanya yang menjengkelkan. Dan masalah terbesarnya saat ini adalah
kenyataan bahwa kami bersahabat. Bahkan aku cinderung terlalu bergantung
kepadanya. Aku memiliki trauma akan keramaian, kesunyian, kesendirian,
ketinggian dan hal-hal sepele lainnya yang membuatku tak bisa berdiri sendiri.
dan Fabianlah yang selalu berada di sampingku.
Seperti
biasa Fabian berdiri disamping mobil yaris hitamnya sambil tersenyum tipis. Aku
selalu membenci gayanya yang selalu tebar pesona dan membuat hampir seluruh
gadis di sanggar tempat kami belajar melirik kagum kepadanya. Si besar
kepala!!!
“Masih marah??” godanya seraya
membukakan pintu mobil untukku. Tentu saja gengsiku lebih besar daripada
fobiaku saat itu. Aku memalingkan wajahku tak acuh. “Nggak usah, aku bisa
pulang sendiri,” ujarku ketus. Dia tersenyum semakin lebar.
“Hm, aku minta maaf soal tadi, sekarang
ayo pulang,” ujar Fabian akhirnya. tetapi egoku masih terlalu tinggi. “Aku
bilang nggak usah!! Lagian aku mau pulang sama... kak Rama,” bisikku tanpa
sadar saat melihat sosok jangkung berjalan kearah kami. Senior kami, seorang
mahasiswa hukum semester 8 yang begitu menawan. Ialah salah satu alumni sanggar
Pelangi yang sukses menembus dunia entertaiment.
“Hai Kimi... Fabian...” sapa kak Raka
ramah. Aku merasa cahaya bintangnya semakin terlihat. Aku masih terpaku. Fabian
menyambut uluran tangannya. “Wah, kalian masih akrab aja,” tambahnya. Aku hanya
terdiam.
“Kakak mau apa kesini?” tanyaku susah
payah. Kak Raka dan Fabian menatapku dengan tatapan aneh. Kemudian sosok tampan
itu tersenyum lebar. “Sebenernya kakak mau ketemu kamu, tapi kayaknya kalian
mau pulang ya?” tanya kak Raka. Ia menatapku dan Fabian secara bergantian. Baru
saja Fabian membuka mulutnya aku langsung memotong.
“Ah nggak kok kak, lagipula Fabian masih
harus siaran,” jawabku cepat. Fabian melirikku, namun aku tak peduli. “Oh,
bagus kalau begitu. Ayo, mungkin kita bisa bicara sambil makan spageti kesukaan
kamu,” ujarnya. Aku tersenyum lebar. Kak Raka mengucapkan beberapa kata
berbasa-basi pada Fabian sebelum mengajakku pergi.
Aku
menang!!!! Sorakku dalam hati. Aku sangat puas. Fabian pasti sangat kesal
karena harus pulang sendiri, dan hey lihat.... aku bersama seorang bintang!!!!
Selama ini aku selalu berharap bisa berjalan dengan kak Raka. Kami pasti akan
menjadi pusat perhatian. Para gadis pasti akan iri kepadaku. Dan keesokan
harinya wajah kami akan ada di sampul majalah gosip “Sang bintang baru Raka
Erlangga tertangkap kamera sedang bersama dengan gadis misterius yang begitu
cantik” –well, kata terakhir memang terlalu berlebihan. Tapi itulah intinya,
lalu wartawan akan mengejar kami meminta beberapa penjelasan tentang hubungan
kami. Dan saat itulah kak Raka akan mengenalkanku sebagai pacarnya.... wow!!!!
“Kim...”
aku terkesiap dari lamunanku. “Kelihatannya kamu sibuk banget sama lamunanmu,”
ujarnya. Wajahku tersipu malu. “Maaf yah, setelah satu tahun nggak pernah
ketemu, tiba-tiba aku culik kamu dari Fabian gini,”
“Ah,
nggak apa-apa kok kak,” jawabku malu-malu.
“Hm...
sebenernya aku tiba-tiba keingetan sanggar. jadi hari ini sehabis syuting aku
datang. Dan aku bersyukur banget karena bisa ketemu kamu,” wajahku terasa
memanas. Untungnya kak Raka tetap terfokus pada jalan raya dihadapannya. “Hm...
mungkin aku seharunya nggak pernah ikut audisi itu, jadi aku masih tetap bisa
sama kalian, di sanggar...”
“Eh nggak...” potongku cepat. Kak Raka
melirik sesaat. “Kakak adalah kebanggaan kami, berkat kakak eksistensi sanggar
semakin maju. Aku bangga sama kakak,” ujarku jujur. Kak Raka tersenyum manis.
“Dan sampai kapan pun aku akan terus menjadi penggemar setia kak Raka,” kak
Raka tertawa lebar. “Padahal aku tuh kagum sama kamu,” ujarnya. Tenggorokanku
tercekat, bagaimana mungkin seorang Raka Erlangga kagum pada gadis biasa
sepertiku. Aku bahkan jauh dari kriteria cewek idaman yang tertera di profilnya
beberapa minggu yang lalu di majalah kesukaanku. Aku tidak cantik, aku tidak
pintar, aku tidak dewasa, aku sama sekali jauh dari kriterianya, tapi bagaimana
mungkin dia mengaguminku.
Kami
sampai di salah satu mall besar di jakarta. Benar saja dugaanku, sebagai salah
satu pemeran utama sebuah sinetron, wajah kak Raka tentu mudah dikenali. Aku
benar-benar puas melihat mereka melirik kami. Kak Raka mengajakku masuk kedalam
Pizza Hut, memilih meja disudut ruangan. Gayanya yang dewasa sangat berbeda
dengan Fabian. Tapi aku sedikit merindukan kursi biasa yang ku tempati dengan
Fabian bila pergi kesini.
“Jadi,
kamu dan Fabian?” lagi-lagi kak Raka membangunkanku dari lamunan yang kembali
terukir sesaat yang lalu. Aku terkekeh pelan. “Hm, aku lagi males ngomongin dia
kak, akhir-akhir ini dia buat aku jengkel terus,” curhatku.
“Maksudku,
kalian masih bersahabat?” tanya kak Raka sedikit kikuk. Aku menatapnya sesaat.
“Hm...
maunya sih nggak kak, tapi mau gimana lagi, rumah kami satu komplek, lagi pula
mama pasti khawatir banget kalau aku pergi-pergi sendirian,” jawabku pelan. Aku
tersenyum tipis mengingat sosok sahabat karibku yang satu ini. “Kalau kakak
yang mengganti perannya untuk menemani kamu gimana?”
“Hah??”
aku melongo. Kak Raka tampak semakin kikuk.
“Apa
kamu masih akan terus bersahabat dengannya kalau aku yang menggantikan perannya
untuk menemanimu,” aku mengerutkan keningku tidak mengerti. “Kak, dia
sahabatku,” jawabku pelan.
“Kim,
kamu harus tau... di kehidupan ini tidak ada persahabatan antara cewek dan
cowok yang benar-benar murni bersahabat. Selalu ada cinta diantara keduanya,”
ujarnya. Aku memalingkan wajahku. “Tapi kak...”
“Kim,
kita harus pergi sekarang, ada wartawan. Kamu keluar lewat depan nanti kita
ketemu di mobil,” ujar kak Raka saat melihat beberapa orang dengan kamera. Aku
sedikit syok. Dan sesaat kemudian sosok jangkung dihadapanku menghilang
meninggalkanku sendiri. satu hal yang tidak pernah dilakukan Fabian kepadaku.
Aku
berjalan linglung. Lupa arah mana yang harus aku lewati. Padahal selama ini aku
sudah beribu kali pergi ke mall ini. kepalaku mulai terasa perih tak
tertahankan. Perutku mual. Mataku mulai berkaca-kaca. Andai ia disini
menemaniku...
Sejam
kemudian barulah aku sampai kemobil kak Raka. “Astaga Kim, kamu buat aku
khawatir, kamu kemana saja dari tadi, aku coba telepon tapi nggak aktif. Maaf
ya, untuk pemula sepertiku, aku harus menjaga image,” ujarnya lagi. aku
mengaguk dan tersenyum perih. “sebaiknya aku antar kamu pulang,” ujarnya. Aku
kembali mengaguk. Mungkin karena bosan menungguku ia menyalakan radio dan suara
itu mulai menggeletik hatiku. Andrew Fabian, sang penyiar radio yang terkenal
kocak dan ceria hari ini terdengar begitu lesu. Aku mengenali suara lain
disampingnya. Amara gadis cantik yang jelas-jelas sangat mengagumi sosok
sahabatku.
“Ini
suara Fabian?” tanya kak Raka. Aku mengaguk sekali. Letih berpura-pura
tersenyum antusias.
“Oke
guys, kita buka lagi untuk para penelepon yang ingin berbagi kisah...” suara
Amara yang syahdu terdengar ceria dengan terpaksa. “Hm... oke, selagi menunggu
penelepon yang masuk, kita akan putarkan beberapa lagu...” tambahnya. Fabian
masih terdiam.
“Tunggu,”
ujarnya tiba-tiba. “Aku ingin menyanyikan sebuah lagu,” ujarnya. Aku bisa
merasakan keterkejutan semua orang. Baru kali ini Fabian melakukan hal seperti
ini. ia memang memiliki suara yang luar biasa indah. Namun ia bukan tipikal orang
yang suka menonjolkan diri.
“Well...hm...lets
check it out,” ujar Amara terdengar sedikit ragu. Dan disanalah ia, sahabat
kecilku... Andrew Fabian dengan suara emasnya menyanyikan sebuah lagu yang tak
pernah ku dengar sebelumnya. Karena mungkin baru kali ini ia merasakan perih yang
entah tak terucap dengan sekedar kata-kata.
you left me on parch, with a rose in
my hand.
Hou could you be so cold?
How could you make the door slam?
I can deal with a lie of pain,
But this I don't know.
It's like another level I have
never dealt before.
If i ever fall in love again, (yeaaah)
Will i ever be the same again? (nooo)
Cause i lost what i had,
And i'll never get it back
No matter what i try to do.
Cause every time i think about you,
I think about pain.
I remember every singel word you say.
Like deja vu,
You say we're through.
And now that's all i think about When i think about you.
And it burns, And it burns, And it burns.
And it burns, And it burns, And it burns.
i've some a long way, But then i see you again.
I can't belive you say, That you still want to be friends.
I guess you moved on, I wish that i'd done the same.
But i'm still black and blue.
Just cant forget that day.
If i ever fall in love again, (yeaaah)
Will i ever be the same again? (nooo)
Cause i lost what i had,
And i'll never get it back
No matter what i try to do.
To many times that i've tried to forget your name.
But i still feel the same.
How long will i have to wait till i feel okay.
Hou could you be so cold?
How could you make the door slam?
I can deal with a lie of pain,
But this I don't know.
It's like another level I have
never dealt before.
If i ever fall in love again, (yeaaah)
Will i ever be the same again? (nooo)
Cause i lost what i had,
And i'll never get it back
No matter what i try to do.
Cause every time i think about you,
I think about pain.
I remember every singel word you say.
Like deja vu,
You say we're through.
And now that's all i think about When i think about you.
And it burns, And it burns, And it burns.
And it burns, And it burns, And it burns.
i've some a long way, But then i see you again.
I can't belive you say, That you still want to be friends.
I guess you moved on, I wish that i'd done the same.
But i'm still black and blue.
Just cant forget that day.
If i ever fall in love again, (yeaaah)
Will i ever be the same again? (nooo)
Cause i lost what i had,
And i'll never get it back
No matter what i try to do.
To many times that i've tried to forget your name.
But i still feel the same.
How long will i have to wait till i feel okay.
Setetes
air mata mewakili keperihanku atas keperihan lainnya yang tiba-tiba merasuki
hatiku. Rasanya baru kali ini aku menyadari apalah yang harus kulakukan. Kak
Raka terdiam disampingku, dan aku sama sekali tak lagi memperdulikannya. Ia
memang selalu menjadi bintang kesukaanku. Namun bukan cintaku. Bukan orang yang
selalu ku harap ada disampingku.
“Kak, berhenti disini aja, aku akan
ketempat siaran,” ujarku. Wajah kak Raka sedikit mengeras. Ia menghentikan
mobilnya secara mendadak. “Maaf, tapi kakak adalah bintang terindah buatku, dan
kakak harus ingat, aku masih disini menjadi penggemar setia kakak, tapi aku
nggak bisa pergi dari dia. Mungkin kakak benar ada cinta di antara kami. Dan
aku nggak mau kehilangan itu kak, maaf aku harus pergi...” ujarku sebelum
berlalu.
Mereka
bilang mimpi itu indah, hari ini baru ku tau, bukan mimpi yang indah. Mimpi tak
pernah menentu!! Yang indah itu hayalan!! hayalan yang bisa kau buat sendiri
sesuai dengan keinginanmu!
Aku
masih mengingat tentang saat itu. Saat dimana hatiku hancur dan meninggalkan
berbagai fobia pada diriku. Pada ulang tahunku yang ke 10, orang tuaku
berpisah. Berita mengagumkan itu ku terima dihari final lomba musik yang ku
ikuti. Setelah itu semua kisahnya berjalan dengan mudahnya. Menambah kepahitan diatas
kepahitan yang lain. Keramaian dan kesunyian itu.... kemudian kepedihan itu
menutup mataku. Hingga sosok kecil lain menghampiriku. Ia tidak berkata apapun.
Tidak seperti mereka yang terus memintaku kembali bernyanyi. Ia hanya
menggenggam tanganku dan mengajariku kembali bernafas.
Namun
aku terlambat menyadarinya...
“Kimi...
tante rasa ini ditulis untukmu,” ujar Tante Mel, ibu Fabian. Ia menyerahkan
sebuah kotak sepatu yang berisi penuh surat. Aku menyeka air mataku perlahan.
“Tante tidak mau kamu menyesal, jadi tante rasa kamu lebih baik membacanya
sekarang,” tambah tante Mel sebelum kembali terpaku menanti keajaiban yang
datang.
Aku
membuka kotak itu, mengambil sepicuk surat teratas.
26
maret 2012
Dear
Issabela Kimberly... my little Kimmy
Seharusnya
saat kamu baca surat ini kita nggak akan pernah kembali saling bertatapan.
Well... maaf, tapi aku tidak ingin merusak rasa persahabatan yang ada di antara
kita, jadi begini mungkin lebih baik.
Aku
sayang kamu Kim... sejak awal kita bertemu. tapi aku sadar, di matamu aku hanya
seorang sahabat. Tapi aku tidak pernah menyesal atau sedih karenanya, kalau
itulah satu-satuna cara untuk terus berada disamping kamu.
Kim...
maaf, aku pergi terlebih dulu. Tapi sungguh kalau boleh memilih dan pasti
dikabulkan. Aku selalu mau berada disamping kamu, menjaga kamu selamanya. Tapi
mungkin Tuhan mempunyai rencana lain Kim...
Hari
ini, aku lega lihat kamu dan Raka. Aku senang kamu mempunya orang lain. Jadi
saat aku pergi kamu nggak akan sendiri. tapi maaf aku merasa sedikit sedih
karenanya. Tapi Kim, aku janji... aku akan bahagia atas kebahagiaan kamu...
Kim...
aku sayang kamu, dulu, sekarang dan sampai nanti...
Kamu
harus tegar. Kamu harus bisa berdiri sendiri. kamu nggak usah takut, aku akan
selalu ada di hati kamu selama kamu nggak pernah lupain aku....
Aku
akan selalu temani kamu Kim.... seperti bintang menemani rembulan. Meski kadang
tak nampak namun selalu ada. Aku sayang kamu Kim... tapi ntuk saat ini aku
harus pergi.
Jangan
sedih... kamu harus bahagia... bahagia dan bahagia...
Aku
tau kamu masih trauma untuk menyanyi... tapi bukankah akan sangat sulit untuk
merubah cita-cita terdalam kita Kim?? Aku yakin kamu akan menjadi bintang yang
paling bersinar.
Keep
your dream... I’ll be with you to make it comes true...
And
in another life you would be my girl, we keep all our promisses, by us againts
the world...
With
love
Andrew Fabian
“Kim,”
mama menyentuh pundakku dan aku melihatnya menggeleng perlahan. “Dokter sudah
menyerah, namun sepertinya ada suatu hal yang menahannya, mama khawatir itu
kamu,” bisik mama lagi. aku menatapnya perih.
“Lalu
apa yan bisa Kimi perbuat ma?? Menyuruhnya pergi, begitu?! Ma.... Kimi bukanya
nggak mau, tapi Kimi nggak tau bagaimana caranya membiarkan orang yang kita
sayangi itu pergi begitu aja. Kimi sudah terlalu sedih kehilangan papa, dan
sekarang Kimi nggak mau
kehilangan yang lainnya... Kimi nggak mau sendirian!!!” tangisku pecah. Mewakili
berjuta perih yang tertumpuk dalam hati. Aku tau, sejak kecelakaan kemarin di
depan kantor siaran, aku memang belum menemuinya. Entahlah hanya saja perih itu
terlalu menyelimuti hatiku. Ketakutan akan kehilangan untuk yang kesekian
kalinya.
Tante
Mel berdiri di samping sosok Fabian yang terdiam tak bergerak. Aku melangkah
perlahan. “Hai,” sapaku pelan. “Hm.... kamu tau.... seharusnya sekarang kamu
jemput aku dari kampus dan kita berangkat ke sanggar,” aku menyeka air mataku.
“Tapi, buat hari ini aku nggak akan marah, asalkan kamu bangun.... please....”
mama merangkul pundakku yang bergetar. “Andai aku tau kemarin adalah hari
terakhir kita, aku pasti akan selalu sama kamu, maaf... tapi aku butuh kamu,
aku sayang kamu.... please...” ku kecup keningnya yang pucat. “Tapi jika memang
inilah saatnya, kamu bisa pergi... kamu tenang aja, aku disini akan baik-baik
aja.... bukan berarti aku menyerah, tapi aku hanya nggak mau menjadi yang
terdepan untuk melawan takdir,”
“Kimi...” bisik tante Mel pelan. Sebisa
mungkin aku tersenyum kepadanya kemudian mengaguk santun. “In another life i
would be your girl, i would make you stay... so i dont have to say you were the
one that got away...” bisikku di telinga pemuda yang paling kusayangi sesaat
sebelum semuanya berhenti berputar.
2
tahun kemudian
“Inilah
pemenang untuk penyanyi pendatang baru terbaik... Issabela Kimberly!!” riuh
tepuk tangan langsung menggema. Seorang gadis cantik berambut panjang naik
keatas panggung. Ia menerima piala pertamanya dengan bangga. Satu piala awal
untuk berbagai penghargaan yang selanjutnya.
THE END
1 komentar:
hiks hiks... cherry, knp siy suka sekali bikin cerita yg sedih2???
Posting Komentar