Aku memicingkan mataku ketika mendengar
alunan melodi indah itu, jantungku mulai berdetak semakin kencang ketika mataku
menangkap siiluet orang-orang berpakaian putih yang tengah menoleh sambil
tersenyum ke arahku. Aku tidak terlalu yakin, namun jelas sekali semua ini
adalah sebuah kisah yang sangat teramat indah. Beberapa rangkaian bunga-bunga
berwarna putih, pink, dan peach menghiasi setiap sudut taman besar itu. Dengan
sebuah tiang-tiang tenda yang di tutupi oleh lembaran kain selembut sutra yang
akan berkibar lembut ketika angin lembut menyapa.
Semuanya begitu indah, begitu manis dan
mempesona.
Namun ketika pandanganku menemukan sosok
tampan itu berdiri di sana, aku bisa merasakan jantungku jatuh begitu saja. Air
mataku rasanya hampir menetes karena kebahagiaan yang tiba-tiba memenuhi
seluruh relung hatiku. Aku tidak bisa melihat sosok tampan berjas hitam itu
dengan jelas karena genangan air mataku sendiri, namun aku yakin dia tengah
tersenyum dan menantiku. Menantiku sampai di sampingnya, menggenggam jemarinya,
mengucapkan janji yang sejak kelas lima SD sudah ku hapal di luar kepala. Janji
pernikahan.
Dua orang bocah kecil menaburkan kelopak
bunga mawar merah di hadapanku, melangkahkan kaki kecil mereka dengan seirama. Kakiku
sendiri rasanya sudah selembek jelly, tapi aku tidak ingin berhenti. Aku ingin
terus berjalan hingga akhirnya berada di sisi sosok itu. perutku mulai terpilin
ketika kebahagiaan itu kembali memenuhi seluruh relung kepalaku.
Nada-nada music perkawinan itu menambah indah
suasana di senin pagi yang menawan ini. Semuanya tampak begitu sempurna,
sahabatku, keluargaku… dan cintaku. Apa lagi yang bisa ku harapkan?
Namun mataku menyipit ketika tanpa sengaja
melihat wajah salah satu bocah penebar bunga di hadapanku. Wajahnya begitu
asing, dan sedikit menyeramkan. Lalu teriakan keras itu mengusik fokusku.
“Hanna!!!!!!!!” aku menoleh ke belakang,
namun tidak menemukan siapapun, hingga tiba-tiba aku merasakan hujan turun
dengan derasnya. Tapi ini bukan hujan, ini lebih seperti siraman air yang di
khususkan untukku. Aku berteriak keras, menggapai-gapaikan tanganku ke
sembarang arah, mencoba meraih tangan pangeran cintaku.
“Hanna bangun! Kau ada kelas hari ini jam
10!!!”
What?!
Shit!
Aku mengerjapkan mataku sekali dan langsung
membuka mataku lebar-lebar, menghambur berlari dengan linglung ke kamar mandi
dengan selimut yang melingkari pinggulku.
“Astaga kau tidak mematikan leptopmu
semalaman lagi!!!” teriak Sandra, teman sekamarku. “Kau sudah menonton breaking dawn lebih dari seribu kali!!! Jangan
sampai kau membawanya ke alam mimpimu!” teriaknya lagi.
Aku tertegun, sejenak menghentikan acara
sikat gigiku. Ups… aku baru ingat, kalau lima menit lagi saja… aku akan resmi
menjadi nyonya Cullen. Well, meski itu hanya di dalam mimpiku. Tentu saja! Tapi
rasanya aku masih bisa mendengar lagu-lagu pernikahan yang merdu itu.
Ah… mimpi yang menyeramkan.
“Kau merusak pernikahanku!” teriakku dengan
mulut yang dipenuhi buih pasta gigi.
3 komentar:
haihaihaihaiaaaa Edward Cullen *.*
Kocak cher.. Menghibur :D
wkwkkwkw
tertipu lagi..
mau donk mimpi kaya gitu :-P
hahahaaa...lagi2 ketawa sndiri
Posting Komentar