Selasa, 28 Mei 2013

PELANGI HITAM PUTIH -09-


RAIHAN


“Maaf… aku tidak bisa membawa kematian itu bersamaku…”
Untuk kali pertamanya aku benar-benar menangis, jiwaku benar-benar hancur tak berdaya. Aku merasa benar-benar seperti pecundang tak berguna yang akhirnya hanya bisa menghancurkan keinginannya. Aku bahkan tidak bisa menuruti permintaannya untuk menghilang dari muka bumi ini. Dan kini ia terluka karena ulahku…
Aku seharusnya tidak memberontak, seharusnya aku tidak memecahkan vas bunga itu, seharusnya aku tidak mencoba untuk membuktikan bahwa aku bisa melakukan semuanya sendiri. Seharusnya dia tidak pernah terluka, bahkan meski hanya tergores oleh pecahan vas itu.
“Maaf…” bisikku tulus. Dan aku bisa merasakan isakkannya semakin keras, ia memelukku dengan sangat erat. Untuk pertama kalinya juga lah aku merasakan menemukan sosok lain dalam diri gadis itu, sosok yang selama ini tersembunyi di balik seluruh sikap angkuh dan tatapan dinginnya. Sosok yang selama ini ia sembunyikan, sosok rapuh yang membuatku ingin selalu melindunginya.
Namun dengan keadaan seperti ini, aku tidak akan bisa melakukan apapun. Aku hanya pria lumpuh yang tak berguna…
Dengan perlahan aku menggerakan lenganku yang terbalut perban olehnya, ku belai dengan lembut punggungnya yang masih bergetar karena isak tangis. Untuk kali ini saja Tuhan… untuk kali ini saja, izinkan lah aku menunjukan betapa aku sangat mencintainya… untuk kali ini saja… dan aku berjanji ini akan menjadi kali terkahirnya.
Aku sangat mencintainya, dan aku tidak ingin melihatnya kembali terluka. Mungkin sudah saatnya aku menepis egoku, menghentikan seluruh kisah konyolku untuk memilikinya secara eksklusif. Dia berhak mendapatkan yang lebih baik, yang akan memberikan pelangi berwarna warni di setiap harinya, membuatnya tersenyum.
Tapi bukan aku…
***
            Aku sudah membuat keputusan. Aku akan segera pergi dari kehidupannya. Meski pada akhirnya aku tidak bisa membawa kematian itu bersamaku, namun setidaknya aku bisa memenuhi keinginannya untuk tidak lagi menemukanku dalam kehidupannya.
Ibu menatapku dengan perih. Sesudah kejadian memilukan malam itu, Zahra tertidur dalam pelukanku di sofa dalam ruang rawat inapku. Ia terus menangis hingga akhirnya kelelahan dan tertidur. Sebelah tangannya mencengkram erat ujung baju rumah sakit yang ku kenakan, kepalanya tersandar di bahuku. Aku sudah menghubungi ibuku ketika sinar mentari pertama kali muncul di balik tirai kamarku. Dan ibu langsung datang, tentu saja. Mengingat pada akhirnya hanya aku yang kini di milikinya setelah meninggalnya kakak sulungku.
Kakek berdiri di belakangnya dengan kepala sedikit menunduk. Aku tau ia tidak setuju, namun sudah tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menghentikanku.
Dengan perlahan ku kecup kening gadis itu dan memindahkan kepalanya ke atas sandaran sofa. Beberapa suster membantuku naik keatas kursi roda, dan untuk yang terakhir kalinya, aku memandang dalam-dalam wajah cantik gadis yang masih terlelap itu, berusaha menyimpannya dengan sangat hati-hati ke dalam otakku.
“Kau akan menyesalinya.” Ujar kakek.
“Aku sudah menyesalinya.” Bisikku tanpa sekalipun mengalihkan pandanganku dari wajahnya yang begitu cantik. “Pastikan dia baik-baik saja.” Bisikku pada seorang suster yang berdiri di sampingnya. “Ayo pergi.”
***
Aku pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya, pada seorang gadis lugu yang begitu menawan. Namun pada akhirnya semua kisah itu berakhir tragis, ketika satu hal kecil menjadi penghalang bagi kami. Lucu memang, tapi semenjak itu aku sudah membuang seluruh hal tentang kata yang akan membuatku lemah. Cinta. Cih!! Hanya orang bodoh yang akan mengakatan cinta itu selalu berkahir bahagia. Karena pada akhirnya selalu ada perpisahan di akhir kata pertemuan, lalu penyesalan dan luka.
Namun entah bagaimana gadis itu bisa membuatku jatuh pada lubang yang lebih dalam lagi. kelam mata indahnya seakan menarikku mendekat, bagai magnet yang tidak akan pernah bisa terpisahkan. Sikap angkuhnya pada dunia membuatku yakin jika dia adalah gadis yang kuat, gadis yang mampu menemaniku dalam masalah apapun. Namun pada akhirnya, aku sendirilah yang menyerah pada seluruh kisah ini.
Dengan pengecutnya aku menghindar dari seluruh mimpiku. Melepaskan seluruh keinginanku untuk memilikinya. Karena aku sadar, kebahagiaannya lah yang ingin ku lihat. Dan ketika bersamaku hanya menimbulkan luka, maka aku bersedia untuk pergi sejauh mungkin dari kehidupannya.
Aku tidak menyerah, tentu saja tidak.
Aku hanya ingin melihatnya bahagia…
Melihatnya tersenyum dengan menggenggam pelangi beraneka warna di tangannya. Meski dengan begitu, aku harus pergi menjauh, menelan seluruh hitam putih kehidupan ini sendiri dalam kelamnya jurang hatiku.
“Tuan muda… nona Zahra…” ujar  David salah satu pengawalku sambil mengulurkan ponsel kepadaku. Aku tersentak di atas kursi rodaku, namun tidak bergeming. Mataku nanar menatap pintu ganda rumah sakit yang terbuka lebar. Beberapa pengunjung yang berada di lobi rumah sakit itu tampak menatapku dengan tatapan aneh.
“Tuan Raihan Reynaldi… kalau sampai kau berani melewati pintu itu, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Aku bersumpah!” mataku terbelalak lebar ketika mendengar teriakannya dari sebrang telepon. Namun suaranya tampak begitu jelas, kemarahan dan ancamannya jelas terasa, membuatku mau tidak mau tersenyum perih karena merindukannya.
“Aku bilang berhenti!” kini tubuhku benar-benar menegang. Ku lirik ibuku yang tersenyum manis penuh haru di sampingku. Suster yang mendorong kursi rodaku langsung menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. Aku tersenyum tipis dan menggeleng-geleng, bagaimana mungkin sesaat yang lalu aku bisa melupakan bahwa gadis itu adalah gadis yang sangat kuat.
“Kau pikir kau mau kemana hah?! Kau tidak akan pernah bisa pergi kemanapun, kau tau itu! kau pikir aku tidak akan mampu merawatmu?! Kau pikir aku sebodoh itu?!” teriakannya kini benar-benar nyata, hingga rasanya aku bersedia menghentikan waktu saat ini juga, agar aku bisa terus merakasan keberadaannya. Tapi aku sudah mulai lelah dengan seluruh pengandaian itu. Aku melirik David yang berdiri di sampingku, dan mengangguk. Kemudian ia meminta suster di belakangku untuk melanjutkan perjalanan kami. Aku bisa merasakan keraguan suster itu untuk sesaat, namun pada akhirnya ia kembali mendorong kursi rodaku. Keningku sedikit berkerut ketika kursi rodaku malah berbelok menjauhi pintu keluar. Apa-apaan ini?! Ku lirik sosok David yang bertubuh besar dengan tatapan geram, namun betapa terkejutnya aku ketika melihat ia tengah tertunduk, tampak sedikit ketakutan. Dengan cepat aku menoleh ke belakang, dan ketika melihat sosok gadis itu, jantungku terasa berhenti.
Penampilan Zahra tampak sedikit berantakan, namun ia masih tetap cantik. Kerudung abu-abunya sedikit berkerut di beberapa sisi, matanya sembab dengan kantung hitam di setiap sisinya, dan wajahnya… ya Tuhan, bagaimana mungkin kau bisa menciptakan wajah secantik itu, bahkan ketika ia marah.
Marah?!
Dug! Aku meringis pelan ketika dengan sengaja ia menabrakan kursi rodaku ke ujung kursi panjang di tengah lorong rumah sakit. Sebelah bibirnya naik sedikit menunjukan senyuman sinisnya yang sangat menawan. Aku terkekeh pelan, kemudian kembali membetulkan posisi dudukku, dengan perlahan namun pasti aku bisa merasakan ketenangan di dadaku, dan pelangi itu pun tak lagi berwarna hitam putih.
Anna tersenyum tipis ketika melihat kami, di sampingnya Raka turut menanti kedatangan kami. Ia masih mengenakan pakaian rumah sakit, bahkan tangannya masih di pasang selang infuse, namun wajahnya tampak sangat segar.
“Mengapa kau melakukannya?” samar-samar aku bisa mendengar pertanyaan Raka pada istrinya itu ketika kami melewati mereka. Anna tersenyum tipis tanpa mengalihkan pandangannya dari kami.
“Karena aku tidak ingin melihat mereka terluka,” bisiknya pelan. Aku tersenyum tipis, dan menghela nafas lega. Sampaikanlah berjuta terima kasihku pada wanita itu Tuhan…
***
            “Apa aku perlu datang?” Tanya suara di sebrang telepon. Aku terdiam sejenak, kemudian menatap pantulan cahaya bulan yang terbias dari jendela kamar rawat inapku. Sebuah kecemasan perlahan menyelinap ke dalam hatiku.
“Tidak. Kau harus tetap di sana untuk memonitori semuanya. Pastikan semuanya berjalan lancar. Aku sudah meminta David untuk mengambil berkas yang harus ku tanda tangani. Tapi aku ingin kau tetap di sana!”
Hening sejenak.
“Baiklah.” Ujar Lucky pada akhirnya kemudian menutup sambungan telepon kami. Aku menghela nafas lega kemudian meletakan ponselku di meja kecil di samping ranjangku, tepat sebelum David masuk dengan seorang dokter di belakangnya.
“Selamat malam tuan Raihan,” sapa dokter itu ramah. Tapi malam ini aku sedang tidak ingin beramah tamah, waktuku hanya sedikit sebelum gadis itu kembali ke ruangan ini lagi.
“Jelaskan kondisi tubuhku.” Ujarku dingin tanpa memandang wajah dokter itu. Meski begitu aku tetap bisa melihat kegugupan dari gerakan tangannya yang sesekali membetulkan letak kaca matanya yang sebenarnya tidak pernah merosot sedikit pun.
Dokter muda itu berbicara dengan kecepatan yang tidak biasa, mungkin ia terlalu gugup, tapi jelas itu menguntungkanku. Karena semakin cepat ia menyelesaikan, semakin kecil kemungkinan Zahra mengetahui apa yang terjadi.
Aku tersenyum sinis ketika akhirnya dokter itu berhenti berbicara. “Jangan biarkan siapapun mengetahui hal ini, terutama gadis itu,” bisikku masih tanpa melihat wajahnya, namun aku bisa merasakan dokter itu mengangguk dan akhirnya berlalu pergi.
***

8 komentar:

Unknown mengatakan...

apa yang terjadi setelah ini ?
Rai mau kabur lagi =-O

Fathy mengatakan...

(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
Raihan jgn egois,,, biarin zahra merawat, biarkan zahra merasakan cintamu... Zahra cpt balik...

Zia cantik º°˚˚°º♏:)ª:)K:)ª:)§:)Ǐ:)♓º°˚˚°º ya sayang...

aradhya fatimah mengatakan...

wah dipost ..
makasih cherry :)

Unknown mengatakan...

smkin pnsran....

Unknown mengatakan...

wah. raihan tersenyum sinis... jangan2 dia sebenarnya cuma lumpuh biasa.. iyakan?? iyakan??

Unknown mengatakan...

eehhh jadi typo deh,, maksudnya lumpuh sementara...

Unknown mengatakan...

Jgn2 Raihan cma pura2 lumpuh ap gmna???
Mkasih mbak cherry..:D({})

Unknown mengatakan...

Iya nich.. Jgn2 Raihan bsa sembuh tpi merahasiakn Πγª.. Yach tmbah penasaran . ✽̶┉♏∂ƙ∂șîħ┈⌣̊┈̥-̶̯͡♈̷̴.. Cherry..