Kamis, 27 September 2012

GARA-GARA HANA



Jakarta 2005
Drddrr...
Aku melirik layar BlackBerryku yang menyala. BBM dari Tasya.
From: Tasya (work)
Leo ganti foto sampul! Lihat sekarang!!!

Aku mengerutkan keningku ketika membaca pesannya. Memang apa salahnya jika pacarku ganti sampul facebooknya? Aku sendiri lebih parah dari ia, aku selalu mengganti-ganti nama akunku. Dan yang terakhir ini adalah Bunga Ramona Lavigne. Dengan foto frofil diriku dan foto sampul Avril Lavigne. Aku memang menjadi fasn beratnya sejak kelas satu SMP.
Meski sedikit heran dengan sikap Tasya, namun akhirnya aku menyingkirkan LKS matematika ku dan menyalakan komputer dikamarku, log in kedalam akunku.
Leopard Mahadewa. Itu adalah nama akunnya. Pacarku sejak kelas 2 SMP, sampai sekarang. Ia menggunakan fotonya ketika tamasya di puncak sebagai foto frofilnya. Aku mengklik foto sampulnya.
Deg...
Aku tercekat menatap foto itu. foto Close up pacarku di suatu tempat. Sepertinya di luar negeri, aku tidak begitu yakin. Masalah terbesar dalam foto itu adalah sebuah kata yang tertulis di belakangnya.
I LOVE HANA!!
Begitu tertulis, dan ia tersenyum menunjukan itu semua. Seakan seorang artis yang tengah menyerukan sebuah slogan iklan. Aku mendesis. Kepalaku seperti ditusuk-tusuk. Wajahku memerah, kesal dan kecewa. Jadi dia benar-benar sudah mencintai orang lain??!!!
Aku menangis meraung diatas kasur. Memeluk bantal kesayanganku yang diberikan ayah 2 tahun yang lalu. Sedetik kemudian aku sudah merobek beberapa foto tampan pacarku. Tidak! Mulai saat ini ia adalah mantan pacarku!!

                                                            ***

Mama menatapku heran keesokan paginya. Ia menanyakan apa aku baik-baik saja. Aku hanya mengaguk dan berangkat kesekolah tanpa sarapan. Di sekolah, Tasya sudah berdiri menungguku di depan gerbang. Ia menatapku kaget. “Kamu menangis semalaman?” tanyanya tidak percaya. Aku tidak menjawab. Kami berjalan beriringan ke kelas. Dan entah mengapa aku mulai kembali menangis. Beberapa teman kelasku menatapku bingung. Namun Tasya meminta mereka menjauh dengan isyarat tangannya. aku menangis telungkup diatas meja.
“Bunga,” bisik seseorang yang begitu familiar di mataku. Tasya berdiri dan berjalan menghampirinya.
“Pergi,” ujarnya sinis.
“Tapi, ada apa dengannya?” tanya Leo. Tangisku semakin keras mendengar suaranya. Aku menggeleng tidak ingin bicara. Aku bisa mendengar Leo menghela nafas berat kemudian langkahnya menjauh. Barulah saat itu aku mengangkat wajahku.
“Kamu benar-benar kacau, apa kamu oke?” Tasya terlihat begitu panik. Aku hanya mengaguk pelan. Memang benar kata mama, cinta masa remaja itu hanya menyisakan tangis....

                                                            ***

Keesokan harinya aku mulai mendengar gosip-gosip tidak menyenangkan di sekolah. Sepertinya berita menangisnya aku kemarin di kelas sudah menyebar ke seantreo sekolah. Dan sekarang menyisakan gosip-gosip aneh. Gosip yang paling menyakitkan adalah ‘Leo dan Bunga putus’. Hampir saja aku akan menangis lagi ketika mendengarnya.
Aku bisa mendengar beberapa siswi berbisik-bisik ketika aku lewat. Tentu saja mereka tersenyum bahagia mendengar gosip tentang putusnya aku dan Leo. Leo adalah salah satu cover boy di sekolah kami. Apalagi Leo memang terkenal baik dan pintar. ia juga kaya, jadi tidak heran aku memiliki banyak benda dari luar negeri oleh-oleh darinya. Selama ini Leo terkenal sebagai cowok yang setia, tapi mengapa sekarang dia melakukan ini padaku??? Apa dia sudah bosan???
Aku kembali ingin menangis memikirkan hal itu.
“Bunga,” panggil Leo ketika aku berjalan melewati lapangan basket. Astaga bagaimana mungkin aku bisa lupa kalau hari ini Leo ada latihan?? Aku tidak siap bertemu dengannya. Aku tidak siap mendengarnya memutuskanku untuk gadis lain bernama Hana itu. aku bisa merasakan beberapa anak menatap kami. Mereka tentu sangat tertarik pada kelanjutan kisah kami. “Aku kerumahmu kemarin,” katanya. Aku mengigit bibir bawahku menahan diri agar tidak menangis. Ya aku tau ia datang. Namun aku tidak mau menemuinya. Aku tidak ingin ia memutuskan hubungan kami seperti ini. “Ada yang ingin aku katakan...” oh tidak!!! Haruskah saat ini juga ia melakukannya??? Disini??? Di koridor sekolah??? Di depan murid-murid Kepo??? Tanpa sadar aku berlari kencang. Tidak peduli akan panggilannya.

                                                            ***

Aku bersyukur karena tidak satu kelas dengannya. Aku di kelas 3-2 dan ia di kelas 3-1. Tentu saja!! Dia adalah murid terpintar juga di SMP ku. Ah... betapa sempurnanya dirimu, tapi mengapa kamu menyakitiku...
“Bunga, sepertinya kamu mulai berlebihan,” ujar Tasya, hari itu, ketika kami tengah belajar di Lab. Kimia. Aku menatapnya dengan pandangan nelangsa yang akut. “Kamu sudah menghindarinya selama empat hari. Kamu sudah dengar bukan gosip-gosip yang beredar di sekolah belakangan ini? kamu dan Leo menjadi trending topic,” aku tidak menjawabnya. “Kamu nggak bisa terus galau kayak gini. Kamu nggak boleh berlarut-larut sedih gara-gara Leo,”
“Aku nggak Galau!!!” teriakku tanpa sadar. Sontak kelas langsung menjadi hening. Tasya menepuk keningnya perlahan dan menatap sekeliling kelas ngeri. Pak. Hadi menatapku geram. OMG!!
“Jadi kamu sedang galau Bunga??” desis guru kimiaku seram. Beberapa anak cekikikan. “Oke, kalau kamu sedang galau, kamu bisa meneruskan kegalauanmu di depan kelas!” aku melongo. Yang benar saja?!! Double shit!!
Tasya menangkupkan kedua telapak tangannya, mengisyaratkan permintaan maafnya. Aku hanya mendesah dan berlalu pergi.
Berdiri di depan lab Kimia di saat seperti ini tidak begitu buruk. Asalkan saat istirahat aku sudah harus masuk lagi. Karena koridor ini adalah akses utama kelas 3-1 menuju ke lapangan basket. Dan Leo ada jadwal latihan hari ini. entah apa yang akan dia katakan jika melihat aku berdiri di sini??!


Hal yang ku takutkan akhirnya terjadi juga. Menit-menit setelah bel istirahat terasa begitu lama. Dan sialnya pak Hadi belum juga membubarkan kelas. Aku baru ingat kalau hari ini ada kuis harian. Oh God, it’s triple Shit!!! Runtukku.
Aku mencoba menunduk ketika siswa kelas 3-1 keluar kelas. Bagaimana jika Leo ada di antara mereka??
“Bunga,” tuh kan??!! Apa kataku. Aku tidak berani mengangkat wajahku. “Kamu menungguku?” tanyanya bingung. Aku ingin mengaguk mengiyakan. Setidaknya itu lebih terhormat dari pada berdiri dikeluarkan dari kelas karena berteriak aku sedang galau. Namun tiba-tiba pintu lab terbuka, pak Hadi berdiri di sana.
“Kamu boleh masuk sekarang. Dan jangan lupa kerjakan tugas harianmu. Bapak sarankan jangan bawa-bawa galaumu kesekolah!” ujarnya. Tepat menusuk wajahku. Aku memerah, Leo menatapku tidak mengerti. Oh Tuhan... aku malu!!
Aku mengikuti langkah pak Hadi memasuki kelas tanpa mengatakan apapun pada Leo. Aku benar-benar tidak punya muka di hadapannya.

                                                            ***

Gosip semakin berhembus kencang setelah itu. terlebih saat aku memasang status Rumit di akun facebookku. Dan akhirnya menggantinya lagi menjadi lajang. Aku tau ini sangat menyakitkan. Tapi aku tidak bisa terus seperti ini. hormon remajaku memaksaku mendramatisir keadaan. Kini aku tidak bisa bertindak sesuka hati lagi di sekolah. Aku sudah tidak memiliki gelar pacar si pangeran lapangan lagi. Aku kembali menjadi gadis biasa seperti dulu. Menjadi Bunga yang biasa.
Aku bisa merasakan tatapan Leo setiap aku melewati lapangan basket menuju perpustakaan. Tempat favoritku seputusnya aku dengan sosok Leo yang fenomenal. Namun, setelah sekian lama mencoba mendekatiku, sepertinya ia mulai menyerah. Ia tidak lagi berdiri di depan kelasku menungguku. Ia tidak lagi mengirimiku sms atau meneleponku. Dan sialannya ia pun tidak pernah membuka akun facebooknya. Semuanya masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Dan foto I LOVE HANA itu pun masih terpampang jelas. Aku masih begitu penasaran pada gadis bernama Hana itu. mungkin ia gadis luar negeri yang ditemui Leo ketika liburan ke Eropa atau Australia, karena seputusnya denganku ia tidak pernah mempunya pacar yang lain. Tidak di sekolah kami.

                                                            ***

Jakarta, saat ini

“Bunga!!” teriak seorang gadis berambut panjang. Aku melambaikan tanganku padanya. “Akhirnya kita bertemu lagi,” ia memeluk tubuhku. “Aku sangat merindukan kamu. Astaga... kamu banyak berubah nona sekretaris,” ia mengedipkan sebelah matanya padaku. Aku terkekeh. Ia pun tampak banyak berubah. Lebih cantik dan ceria sebagai seorang Guru TK. “Ayo acaranya akan segera dimulai,” ia menggenggam jemariku. Berjalan riang menuju halte bus yang akan membawa kami menuju gedung serbaguna di bilangan Tangerang kota.
Hari ini aku memang sengaja meluangkan waktuku untuk mengadakan reuni mini dengan sahabat karibku semasa SMP. Dan kebetulan sekali hari ini adalah pembukaan pameran foto milik kekasihnya. Jadilah kami di sini sekarang, memandangi foto-foto menakjubkan yang tertata rapih di ruangan itu.
“Galaxy Group,” bacaku. Tasya mengaguk.
“Ya, ini adalah sebuah kelompok kecil fotografer, salah satunya adalah pacarku, Sam.” Tutur Tasya. Aku bisa melihat kebahagiaannya dari sorot matanya. “Ayo masuk, di dalam sana ada foto-foto yang lebih indah lagi,” tasya menarik tanganku memasuki gedung serbaguna itu.
Deg.
Aku tercekat menatap foto hitam putih besar di hadapanku. Aku meneliti wajah gadis difoto itu. senyumnya begitu polos dan natural. Tampak begitu bahagia. Aku merindukan gadis dalam foto itu... ya... aku merindukanku yang tengah tersenyum itu.
“Aku juga merindukannya,” bisik seseorang. Aku langsung menoleh. Dan mendapati sosok yang begitu kurindukan berdiri tepat di sampingku. Ia menoleh, memamerkan senyuman indahnya. Tubuhku menegang. Ia sudah banyak berubah, namun tampak bertambah tampan. Ia mengenakan t-shirt abu-abu dan kemeja kotak-kotak biru. Begitu santai dan tampan. “Hai, senang bertemu denganmu juga,” aku merasakan wajahku memerah.
Klik.
Ia memotretku dengan satu gerakan cepat. Aku memelototinya marah. “Maaf, aku hanya ingin mengabadikan semuanya,” ujarnya santai. “Well, siap-siap jika akhirnya kau pergi meninggalkan aku lagi.” Aku mendelik. Aku meninggalkannya??! Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan.
“Kamu yang menghianatiku,” ujarku sinis. Ia mangangkat wajahnya dari kameranya, kemudian menatapku dengan tatapan lucu yang begitu menggemaskan. Aku memalingkan wajahku mencoba menahan tawa dan kesal yang datang secara bersamaan. “Kamu menghianatiku dengan gadis bernama Hana itu,” ujarku mencoba memberikan alibi. Leo mengerutkan keningnya sedemikian rupa. Jelas sekali ia tidak mengerti. Aku menatapnya kesal. “Kamu memasang foto itu di akun facebook mu dulu,” ujarku kesal. “Astaga, apa kamu benar-benar lupa??!” tanyaku geram. Kemudian menatap kesekeliling ruangan. “Itu!” tunjukku pada sebuah foto yang tampak familiar di belakang Leo. Dalam hati aku meringis perih melihatnya. Leo menatapku masih tidak mengerti.
“Ada yang salah dengan foto ini?” tanya Leo. Aku menatapnya benar-benar geram.
“Siapa gadis bernama Hana itu??!!” tudingku menunjuk kata Hana yang terpampang jelas. Leo melongo sejenak, kemudian tertawa lebar, dan tanpa kusadari sedetik kemudian aku sudah berada di dalam pelukannya.
“Bodoh!” ujarnya disela tawanya. Beberapa orang tampak memandang kami. Aku mengaguk kikuk pada mereka. “Itu kamu, bodoh!!” tambahnya. Kini giliran aku yang menatapnya tidak mengerti. “Dengar,” ia memegang kedua bahuku. “Hana berartikan Bunga dalam bahasa Jepang,” ujarnya serius. Tubuhku menegang. Astaga!!! Tuhan aku ingin pingsan!!!!

                                                            ***

Aku masih bisa mendengar suara tawa Leo yang tertahan ketika kami duduk makan siang di kafe tidak jauh dari gedung pameran. Tasya duduk tidak jauh dari kami bersama pacarnya. Aku benar-benar malu.
“Ya, ini bukan salahku dong! Aku toh memang nggak mengerti bahasa Jepang,” ujarku tidak mau kalah. Leo meletakan kameranya, masih dengan tawanya. Aku mulai kesal.
“Ya ini salah aku karena nggak menjelaskannya padamu. Tapi kamu sendiri yang selalu menghindariku,” ia berubah serius. Aku tidak suka disalahkan.
“Ya, itukan masa SMP. Aku masih labil, masih emosional,” ujarku membela diri. “Lagi pula itu masa lalu, cinta monyet!” ia melirikku kembali dengan senyumanya. “Cintanya hilang, tinggal monyetnya yang membuatku galau!” ia terkekeh. Aduh... kenapa aku harus mengungkit masalah itu lagi sih??!
“Kalau saat ini apa masih bisa dibilang cinta monyet?” tanyanya. Aku mendelikan mataku.
“Ya, masih,”
“Tapi aku janji, kali ini monyetnya sudah hilang, tinggalah cintanya,” wajahku memerah mendengar kata-katanya. “Bunga, aku minta maaf atas masa lalu. Aku berjanji untuk lebih terbuka, dan aku mau kita kembali lagi. Aku masih sangat menyayangimu seperti dulu,” aku menunduk dalam. Bingung harus berkata apa.
“Tasya, apa kamu sudah selesai?” tanyaku tiba-tiba. Tasya mengangkat wajahnya. Menatap kami bingung. Leo mendesah kemudian wajah jenaka itu menghilang. Ia meraih kameranya dan memotretku. “Itu sangat tidak sopan,” desisku.
“Maaf, aku hanya menyediakan persiapan, jikalau suatu saat nanti aku merindukanmu,” ujarnya. Aku menatapnya perih.
“Tidak perlu.” Potongku. “Aku lebih senang kamu menyimpan yang aslinya,” Leo menatapku bingung. “Kamu tidak perlu memotretku, karena aku nggak akan pernah pergi jauh-jauh lagi darimu,” terangku tanpa menatapnya. Tasya tersenyum dari kejauhan. Sesaat kemudian Leo sudah kembali memeluku erat.
“Terima kasih,” ujarnya tulus seraya mencium puncak kepalaku.
“Semua ini masih bukan karena kesalahanku,” desisku dalam pelukannya.
“Iya ini semua gara-gara Hana,” bisiknya. aku terkekeh dan balas memeluknya erat.


2 komentar:

Unknown mengatakan...

mmmmm...
cherry... cherry...
*sambil gedor2 pintu rumah cherry*....
aq mo nanya bkin blog gni gi mna y??? maklum lah aq kan rada2 gaptek... hihihi

Unknown mengatakan...

hehehe masuk ke blogger.com aja mba, trus ikutin petunjuk disana aja... :) :)