Kamis, 13 Juni 2013

I Found You In London -14-




"Kian!!!" Suara Om Leo penuh rasa senang dan kerinduan.

"Om Marcus!!" Seruku tak kalah senang dan rindu pada sosok omku satu-satunya. Bedanya aku ditambah dengan perasaan terkejut karena sangat tidak biasa om Marcus datang tanpa memberitahuku dulu. Satu lagi perasaan yang muncul, aku akan bingung menjawab saat ia akan bertanya mengapa aku membawa koperku? Aku tak mungkin menjawab jika aku diusir secara halus oleh pemilik rumah ini, om Leo.

"Hai Kian, om sangat kangen sama kamu dan Sandra. Mana kakakmu?"  Om Marcus memelukku layaknya seorang ayah terhadap anaknya. Aku pun memeluk om Marcus balik.

"Hai Kian." Satu suara lagi benar-benar sukses membuatku terkejut. Aku melihat sosok itu sama dengan pertama kali aku melihat om Marcus.

"Hai Mark." Sapaku sambil menarik tangan adikku, Mark dan memeluknya. Segala perasaan hinggap di diriku. "Kapan kalian tiba di London? Dan kenapa tak ada yang memberitahuku? Kenapa...."

"Hai Marcus!!!" Sapaan om Leo memotong pertanyaanku. Dari nada suaranya tampak rasa senang tidak terkejut seperti diriku. Om Leo seperti sudah menantikan kedatangan om Marcus berhari-hari.

"Hai my man, Leo." Om Marcus mengulurkan tangannya yang disambut oleh Om Leo. Mereka berjabat tangan dan saling berpelukan sekilas. Canda tawa mengiringi pertemuan mereka.

"Hai Mark!" Sapa om Leo sekarang berganti kepadanya. "Hai om, gimana sehat??" Sikap om Leo kepada Mark sama seperti sikapnya kepada om Marcus.

"Come in you, guys," om Leo mengajak om Marcus dan Mark masuk tanpa melihat ke arahku. "Hopely tidak ada yang menyadari sikap dan tingkah om Leo," ucapku dalam hati. Namun telat karena Mark menyadarinya tapi aku hanya mengangkat bahuku sambil menghadiahkannya sebuah senyuman. Mark pun tak ambil pusing. Hah? Semudah itu Mark sekarang? Entahlah mungkin ia tak ingin bertanya sekarang tapi nanti.

"Mark, Marcus duduklah di ruang keluarga nanti istri dan anak-anakku menyusul. Oh ya Sandra ada di kamarnya bersama Mbok Nah." Kata om Leo sambil berjalan ke arahku. Aku hanya diam tak ingin berdebat dengannya kali ini. Aku tak ingin merusak persahabatan om Leo dan om Marcus dengan masalah kecilku.

"Sepertinya kamu harus menunda kepergianmu dulu. Selama om dan adikmu ada di rumahku bersikaplah seperti biasa." Bisik om Leo di telingaku, dingin. Aku mengangguk. "Oh ya letakkan tas dan kopermu sementara di ruang kerjaku." Bisik om Leo lagi sebelum pergi menghampiri om Marcus dan Mark. Sementara aku ke ruang kerja om Leo dulu sebelum bergabung dengan mereka.

Setelah meletakkan semuanya, aku menyeret kakiku ke ruang keluarga dengan malas. Disana semua keluarga telah berkumpul termasuk mbo Nah dan kak Sandra. Aku duduk di salah satu sofa yang masih kosong yang tersedia untukku. Sofa yang hanya diduduki satu orang dengan mata sembap dan penuh kesakitan. Seseorang yang sedari tadi tak menampakkan dirinya, Keysha.

Aku sengaja duduk agak jauh darinya agar aku bisa melihat wajah Keysha. Ya mencuri-curi pandang dengan alasan aku melihat ke om Marcus atau Mark. Ah aku memang licik batinku sambil tersenyum tipis. Aku berpuas-puas diri untuk melihatnya, ah sungguh aku akan merindukan dirinya yang manja, tegas, dewasa dan juga sikap lugunya. Keysha yang tersadar sedang keperhatikan langsung memutar tubuhnya. Hah?? Sebegitu bencikah dia padaku? Apa dia tak tahu jika aku juga tak mau berpisah darinya? Aku juga merasakan sakit yang sama. Ah mengapa om Leo begitu jahat padaku?

Ku mencoba untuk mengalihkan perhatianku dari Keysha. Ku tatap satu-satu semua yang di ruangan tersebut. Aku menemukan Frank sedang memperhatikanku. Apa dia melihat semua yang ku lakukan dari awal? Apa dia tau kalo aku mencuri kesempatan untuk melihat Keysha? Hei seringai apa itu?? Sebentar-sebentar kenapa semua orang tidak ada yang mengajak aku dan Keysha berbicara? Apa mereka semua sengaja? Lalu ku perhatikan lagi masing-masing sofa. Hei kenapa masih banyak sofa kosong yang bisa aku atau Keysha duduki tapi kenapa mereka seperti sengaja menempatkanku dan Keysha dalam satu sofa? Ah mungkin hanya fikiranku saja batinku. Dan aku pun berusaha untuk kembali terlibat dalam perbincangan mereka.

Huuuuffftttt sepertinya percuma aku melibatkan diri, karena lagi-lagi aku tak didengar. Apa sebenarnya yang mereka perbincangkan? Kenapa aku tak mengerti sama sekali? Mereka berbicara menggunakan bahasa manusia kan? Bukan bahasa planet Mars atau Pluto? Waduh otakku benar-benar tak bisa berfikir sekarang ini. Aku menggelengkan kepalaku mencoba mencari untuk bisa lebih berkonsetrasi.

Rupanya bukan hanya aku yang merasakan semua itu. Keysha yang duduk di sebelahku pun merasakan hal yang sama. Dia nampak bosan terlihat dari beberapa tarikan nafas panjang yang dia lakukan. Ah seandainya saja kami baik-baik saja. Sudah pasti ku ajak Keysha berbicara berdua. Tanpa perduli orang-orang itu yang asyik berbicara. Hmmm mungkin aku akan mencuri sedikit ciuman darinya. Membayangkan itu membuatku bibirku tersenyum. Ku lirik Keysha untuk kesekian kalinya. Kali ini sepertinya Keysha berfikiran yang sama denganku. Kenapa aku bisa berfikir seperti itu karena pipinya merona merah. Seandainya bisa ku cubit sedikit pipimu, Key.

"Jadi bagaimana dengan orangtuamu, Mark?" Tanya om Leo tiba-tiba memecah lamunanku. Mark tersenyum manis. Sejak kapan senyum Mark bisa begitu manis? Tak hanya manis tapi juga penuh rahasia. Ihhh anak ini sejak kapan maen rahasia-rahasian sama aku, kakaknya yang ganteng ini. Akan kutanyakan nanti saat kami hanya berdua saja.

"Baik, Om... Mereka menitip salam sama om dan tante serta seluruh keluarga disini." Jawab Mark mulus seperti jalan tol. Sebuah kejutan lagi datang di depanku. Sejak kapan orang tuaku mau berbasa basi dengan keluarga om Leo? Ya orangtuaku terutama papaku sangat tidak menyukai keluarga om Leo.

Sebenarnya dulu papaku, om Marcus dan om Leo bersahabat baik. Sampai pada satu kejadian, papaku mengkhianati kepercayaan om Leo dengan membocorkan rahasia perusahaan om Leo pada lawan bisnisnya. Yah siapa yang takkan marah mendengar semuanya? Akupun sangat marah.

Lain lagi dengan mamaku. Sebelum om Leo menikah dengan tante Keira, om Leo pernah menjalin hubungan dengan mamaku. Namun lagi-lagi om Leo dikhianati, mamaku selingkuh dengan sahabat baiknya, siapa lagi kalau bukan papaku. Heran bukan bagaimana mereka bisa begitu buruk perilakunya. Jangan tanya, kamipun sebagai anak-anaknya bingung. Tapi satu hal yang pasti, kak Sandra bukan anak hasil di luar nikah. Kak Sandra lahir setelah dua tahun mereka menikah. Sebenarnya aku mempunyai satu kakak perempuan, Medelline namanya. Kakakku inilah yang lahir hasil hubungan di luar nikah kedua orangtuaku.

Kak Medelline dan kak Sandra sangat dekat hingga orang-orang berfikir mereka anak kembar. Oh ya bukan hanya akrab tapi mereka juga sangat mirip. Terdapat beberapa perbedaan dari keduanya. Kak Medelline orang tegas, tidak suka berbasa basi, berani mengutarakan pendapatnya. Sedangkan kak Sandra orangnya lembut, pendiam, selalu bertindak berhati-hati.

Sayangnya kebersamaan kami hanya berlangsung singkat. Pada saat ulang tahunnya yang ke 14, kak Medelline dipanggil sang Maha Kuasa. Dua tahun sebelum kak Medelline meninggal, dokter memvonis kak Medelline dengan penyakit kanker otaknya. Sebenarnya kakek tak mau jika kak Medelline mengetahuinya tapi tanpa sepengetahuan kakek, kak Medelline mencari penyebab dia gampang sakit. Kak Medelline sangat rapi dan pintar menutup mulutnya sehingga kami tak tahu jika ia sakit.

Semenjak mengetahui sakitnya, kak Medelline melatih kak Sandra untuk menjadi seorang kakak, menggantikan dirinya. Aku dan Mark yang waktu itu masih berusia 6 dan 4 tahun hanya melihat dari kejauhan. Kak Medelline sangat keras dan tegas sekaligus lembut mengajar kak Sandra. Hasilnya dapat terlihat setelah kepergian kak Medelline.

Kami bertiga banyak diam saat pertama kali melalui hari tanpa kak Medelline. Kami hanya senang mengurung diri di kamar, makan atau apapun selalu dibawakan ke kamar. Hingga suatu saat mbok Nah memanggil kami semua ke kamar kak Medelline.

"Sandara, Kian dan Mark maaf mbok baru bisa memberikan ini kepada kalian." Mbok Nah menyerahkan sebuah amplop hijau di sertai kecupan bibir. Kak Sandra mengambilnya, dibuka perlahan amplop tersebut. Amplop coklat yang diatasnya terdapat tulisan kak Medelline untuk kami bertiga.
Dear my lovely sister and brother,

Hai Sandra, Kian dan Mark.... Saat kalian membuka amplop ini ada dua kemungkinan. Yang pertama aku sudah ada di taman surga kalo aku masuk surga :). Yang kedua aku sedang terbaring koma di rumah sakit. Sejujunya aku akan memilih yang pertama...... Tapi dimanapun sekarang aku berada percayalah,,,,,,, aku akan selalu menyayangi dan mencintai kalian bertiga.

Sandra maafkan aku di saat-saat terakhirku..... tak ada kenangan indah yang kita buat. Aku malah sibuk mendidikmu ...... menjadi anak yang kuat, berani dan tegas dengan keras. Aku berbuat ......... seperti itu karena aku ingin kamu menggantikan posisiku saat aku tak ada......... Sandra buang jauh-jauh sifat lemahmu sayang karena untuk menghadapi kedua orang tua kita tak hanya dengan sikap lemahmu. Jika kamu tetap demikian,,,,,,, percayalah mereka akan menginjak-nginjakmu. Walau aku keras padamu,,,,, tak pernah sedetikpun aku tak menangis melihatmu tersiksa dengan sikapku. Bahkan hingga sampai saat ini menyesal karena haru meninggalkanmu seperti ini...... Maafkan aku, Sandra.

Kian dan Mark, dua adik laki-lakiku tercinta....... Hai ganteng entah kalian sudah atau belum mengerti....... dengan semuanya. Bagaimanapun kalian masih kecil, masih ....... banyak yang perlu kalian lihat, dengar dan alami. Aku hanya minta saat ...... kalian dewasa nanti jagalah Sandra untukku...................... Sayangi, hormati ia. Ketika nanti orang tua kita berbuat buruk kepada kalian, jangan pernah benci mereka...... Apapun dan bagaimanapun mereka, mereka tetap orang tua kita yang harus kalian hor....mati dan .......hargai. Jika kalian merasa perlu melepaskan kekesalan dan kejenuhan, ikutlah kalian ke dalam suatu kegiatan yang bermanfaat. Jangan tiru sikap dan sifat kedua orang tua kita......

Sandra, Kian dan Mark... Aku tau kepergianku telah meninggalkan banyak kesedihan kalian..... Membuat lubang besar di hati kalian. Tapi tolong lanjutkanlah hidup kalian,,,,,,, hapus airmata kalian, berbahagialah kalian setelah aku tiada......  Tersenyumlah kalian untukku karena aku sangat ingin melihat kalian ....... tersenyum dari atas sana. Jika kalian membutuhkan sosok orang tua sejati maka.... belajarlah kalian dari kakek, om Marcus dan mbo Nah. Jangan pernah kalian melepaskan genggaman erat tangan mereka pada kalian.

Kakek seorang yang keras namun sangat perhatian dan penya....yang. Sosok ayah yang selalu memaafkan dan bijak dalam hidupnya, seorang pe......kerja keras juga. Om Marcus seorang yang keras, kaku, tegas dan galak ...... apalagi sama jenggot dan kumis yang ada makin terlihat sangar ya. Tapi jangan ..... salah jika kalian dekat dengannya sejuta kasih sayang, semilyar pelukan,,,,,,,,,,,,, setrilyun  perlindungan. Mbo Nah jangan pernah memandangnya hanya sebagai pembantu di rumah kita.......... Sesungguhnya ia lah yang selalu ada untuk kita, yang se......lalu menjaga kita setiap harinya. Yang akan mengantarkan kita hingga terlelap dalam tidur, yang akan .......menghapus airmata kita, yang akan mengobati setiap luka di hati dan tubuh kita.

Andai waktuku lebih lama, aku akan sangat senang bermain bersama,,,,,,,, tertawa bersama bahkan mungkin berkeliling dunia bersama...... Ah indah tentunya jika kita bisa melakukan semua itu. Tapi sayang.... semuanya hanya bisa ku bawa dalam mimpi di tiap malamku. Ternyata ......Tuhan lebih menyayangiku dibandingkan kalian. Jangan iri ya :)... Tuhan punya rencana indah untuk kalian.

Cukup sampai disini tulisanku yang tak karuan. Mataku sudah mengantuk.... Semoga kalian bisa terus seperti sekarang....


With love

Your beloved sister
Medelline

Surat panjang dan membosankan ku pikir waktu itu. Tapi menyimpan sejuta nasehat yang harusnya ku dengar dan ku ingat. Surat yang banyak noda darah itu masih tetap tersimpan rapi di rak buku kak Sandra. Aku yakin saat menulis surat itu kak Medelline pasti merasakan sakit yang sangat teramat di kepalanya. Karena kak Medelline tak boleh berfikir terlalu keras.

Kak, aku merindukanmu. Sedang apa kau di atas sana? Apa kau merindukan kami? Karena kami merindukanmu. Jika kau masih ada, kak Sandra takkan seperti sekarang. Kak semoga engkau bahagia di atas sana. Batinku sedih.

Entah karena beban hatiku terpancar jelas di wajahku atau karena secara tak sadar aku telah mendekati Keysha. Karena tiba-tiba tangan Keysha menggenggam tanganku. Tangan mungilnya terasa dingin, lemah tapi juga terasa lembut. Pelan ia mulai mempererat genggamannya, berusaha untuk menghilangkan resah dan gelisahku. Ah Key lagi-lagi kau membuat aku ingin menarikmu ke dalam pelukanku lalu menciummu lembut dan panas. Sayangnya sekarang ini yang bisa kulakukan hanya membalas genggamanmu, erat.

Wajahnya pun sekarang lebih melembut dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Pipimu pun sekarang lebih berwarna, senyummu walaupun sedikit tapi terukir indah di bibirmu yang tipis. Apa yang terlihat di wajahmu sekarang sangat menenangkan jiwaku, Key. Pelan kuangkat tanganmu, kuletakkan di depan bibirku. Ku miringkan kepalaku ke satu sisi untuk menatapnya, meminta izinnya untuk mencium tangannya. Tanpa kata, Keysha memperbolehkanku mencium tangannya yang sedang ku genggam. Yessss!!!! Keysha mengizinkan aku menciumnya seruku senang dalam hati. Maka dengan gerak cepat aku mencium tangannya, lama?? Entahlah....

Uhuk!! Uhuk!!!

Suara batuk om Leo menyadarkan kegiatanku. Cepat kulepaskan tangan Keysha yang ku genggam, Keysha segera mengepal tangannya. Pipinya merona merah, segera menggeser duduknya membuat sedikit jarak antara kami.

Key kenapa kamu harus menjauh sih? Rungutku dalam hati. Ingin rasanya aku mendekatimu, menggenggam tanganmu dan menciumnya seperti yang baru saja kulakukan. Bahkan jika semua orang tidak memperhatikan kita, aku ingin menciummu di bibirmu yang tipis dan orange itu. Membawamu ke kamar dan.... Hufffttt berpikiran apa aku ini?? Kenapa sih otakku hanya berpikiran ke arah situ? Haaaaaaaaaa teriakku dalam hati. Frustasi, aku mengajak-ajak rambutku sendiri. Menggelengkan kepala agar semua yang terlintas di otakku bisa rontok seperti ketombe.

"Kian kamu kenapa?" Tanya om Marcus yang rupa-rupanya memperhatikan tingkahku.

"Oh... Eh... Ehmmm... Anu om... Anu..."

"Ana anu ani... Apaan sih kamu, Ki. Tinggal jawab aja susah bener. Kamu kenapa gagap gitu ampe muka merah pula." Ledek om Marcus. Aku nyengir.

"Isssshhhhh apa-apaan kamu malah nyengir kaya kuda gitu," om Marcus tampak sangat kesal dengan sikapku.

"Jadi cowok itu jangan lembek Kian. Kalo punya sesuatu yang diinginkan perjuangkan sampai titik darah penghabisan. Jangan nyerah sebelum dunia kiamat, pantang mundur demi keinginanmu. Tapi ingat kamu berjuang gak serta merta menghilangkan tata krama dan norma." Tiba-tiba om Marcus memberiku nasehat tentang perjuangan. Emang kita masih perang ya om. Hiihihihi... Okey-okey aku ngerti dengan yang diucapkan om Marcus. Tapi kenapa om Marcus bicara seperti itu. Ada yang ku lewatkan ya? Memang berapa lama sih aku melamun? Sampe-sampe aku bingung sendiri. Dan kenapa semua orang senyam senyum gak jelas gitu liatin aku? Ada yang aneh sama mukaku? Isssshhhhh udah dong Kian fokus-fokus gak da untungnya melamun.

"Mark kapan papa dan mam datang?" Tanyaku tak sepenuh hati. Aku bertanya agar bisa menghilangkan rasa bingungku dan tidak melamun lagi.

"Mungkin malam ini," jawabnya santai. Udah santai, singkat bener jawaban Mark. Kenapa dia jadi seperti ini? Ah terserahlah....

"Sudah-sudah sebaiknya sekarang Marcus dan Mark istirahat dulu." Tante Keira mengajak Mark dan om Marcus ke kamar mereka masing-masing.

Setelahnya mereka mengangkat tubuh mereka satu-satu dari sofa. Dan lagi aku dan om Leo yang terakhir ada di ruang tamu. Om Leo tak menyapaku sama sekali, aku menatap punggungnya yang menjauh. Bahuku turun ke bawah, relaks. Karena tak harus lagi "berperang" dengan om Leo.

Beberapa menit kemudian om Leo menghilang dari hadapanku. Masuk ke dalam kamarnya, mungkin. Aku hendak beranjak pergi namun belum genap 5 langkah tiba-tiba sebuah ciuman mendarat di pipiku dengan lembut dan tanpa permisi.

"Key," suaraku serak.

Keysha seperti ingin segera pergi. Tapi terlambat aku telah menariknya dulu, mendekapnya dari belakang. Ku hirup wangi rambut dan tubuhnya yang beraroma green tea. Ku sematkan ciuman di belakang telinga, leher dan bahunya. Tubuh Keysha menegang begitu pula tubuhku.

"Aku merindukanmu," bisikku di telinganya sambil menghentikan ciumanku.

Keysha terdiam, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hanya sebuah nafas lega yang dihembuskannya. Tangan Keysha perlahan diletakkan di atas tanganku. Melepaskan pelukanku, ia berbalik menghadapku. Matanya sayu, senyum pedih terlihat sedikit di wajahnya yang mungil.

"Kamu gak jadi pergi kan? Kamu gak akan meninggalkan aku sendiri? Kamu masih mau kan berjuang bersamaku untuk mendapat restu mama dan papa?" Keysha bertanya sambil merangkum wajahku dengan kedua tangannya. Sementara tanganku mengepal di belakang tubuhnya. Tak tahu jawaban apa yang ingin ku katakan padanya. Aku sama sekali tak ingin merusak suasana hatinya. Aku mengangguk lemah. Maafkan aku, Key bisikku dalam hati, maaf karena telah membohongimu.

Wajah Keysha berubah, menjadi bersemangat, matanya memancarkan sinar kebahagiaan. Aku sungguh tak tega menghilangkan semua sinar harapan tersebut. Biarlah dia merasakan semuanya baik-baik saja bisa kembali seperti dulu. Setidaknya hingga om Marcus dan Mark serta kedua orangtuaku pergi.

Setelah mengetahui jawabanku, Keysha pun berlalu dari hadapanku. Dengan langkah dan senandung gembira ia kembali ke kamarnya. Meninggalkanku sendiri dalam keheningan.



“Kian....” sebuah suara memanggilku pelan hampir berupa bisikkan. Aku mencari asal suara tersebut. Mengangkat alisku pertanda kebingungan menyelimutiku saat mendengar suaranya. Kenapa juga ia berbisik? Kan gak ada orang di sekitar kami.  Aku mendekati orang tersebut dan ia mempersilahkan aku masuk ke kamarnya.

“Apa kabarmu dan kak Sandra sekarang? Gimana sama kerjaanmu? Yakin gak mau ke balik ke Indonesia? Gak kangen sama rumah, sama kakek?” bertubi pertanyaan dilontarkan orang tersebut saat kami berdua berbaring di kamarnya menatap langit kamar. Aku mendesah, nafasku terasa berat. Apa aku harus bercerita semua kepadanya? Ah sudahlah lupakan, aku gak mau menambahkan persoalan dalam keluargaku. Biar ini menjadi masalahku sendiri, pikirku.

“Kian, kamu tuh kenapa sih? Daritadi kerjaannya diem aja kalo ditanya gelagepan gak jelas gitu.” Kali ini suara di sampingku terdengar kesal. Aku tersenyum mendengar dan melihat tingkahnya.

“Aku kangen kakek dan kak Medelline... Andai mereka masih hidup, aku ingin memeluk mereka, tidur bertiga dengan mereka, bercerita dan mendengarkan ocehan mereka...” Mataku menerawang mengenang orang-orang yang teramat menyayangi kami. Membayangkan wajah mereka berdua dengan tatapan lembutnya. Orang di sebelahku menganggukkan kepalanya setuju dengan perkataanku.

Lama kami terdiam tanpa sepatah katapun yang keluar. Hening,,,,

“Hei Mark gimana sama kuliahmu?” suaraku memecah keheningan diantara kami berdua.

“Biasa aja Ki....” jawabnya singkat.

“Kamu kenapa Mark setiap aku bertanya jawabanmu sangat singkat?” tanyaku yang diliputi rasa keheranan.

“Nah kamu juga kenapa setiap ditanya gak dijawab. Kalo pun dihawab selalu aja gelagepan.” Mark tak mau kalah dariku. Aku tersenyum getir.

“Jangan berenti kuliah ya Mark. Gapai semua yang kamu cita-citakan dulu, raih dan kejar mimpimu. Bahagiakanlah orang-orang ynag kamu cintai dan mencintaimu dengan tulus. Inget selalu pesan kak Medelline untuk kita bertiga.” Jataju sanbil terus memandang langit kamar Mark. Selintas raut wajah dan senyum Keysha terlintas di kepalaku. Mau tak mau akupun tersenyum. Tapi aku segera tersadar saat ini sekecil apapun tingkahku yang aneh akan terlihat oleh Mark.

“Ki ada apa sebenarnya tumben kamu seperti ini?” Mark menatapku sekilas lalu kembali melihat langit kamar. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum samar. Mark disebelahku mendesah.

“Okey Mark gak ada lagi yang mau kamu tanyakan kan? Aku mau ke kamar ya.” Aku mengangkat tubuhku dari tempat tidur. Mark membuka mulutnya hendak bertanya tapi ia mengurungkan niatnya. Aku pun berlalu dari kamar Mark.


Ting tong!!! Ting tong!!!

Suara bel berbunyi kembali tepat saat matahari sudah tak menampakkan wajahnya lagi alias malam. Aku bergegas turun, diikuti Mark, om Marcus. Seperti kami sedang berlomba lari kami bergegas ke pintu depan. Keluarga om Leo mengikuti kami dari belakang.

“Hai Mcarcus....” sapa mamaku saat pintu terbuka.

“Hai... “ sapa om Marcus datar.

Terlihat sekali jika hubungan kedua orang tuaku dan om Marcus memang tak bisa harmonis. Aku mengerti keenganan om Marcus dikarenakan sikap kedua orang tuaku sendiri.

Mama tanpa rasa sungkan segera mempersilahkan dirinya sendiri masuk. Papa mengikuti mama dari belakang. Berbeda dengan mama, papa seperti malu harus datang ke rumah om Leo. Papa tampak lebih diam dari biasanya.

Mama tanpa malu-malu mengecup pipi om Leo, tante Keira dan Frank. Sedang papa hanya menjabat tangan mereka dengan menundukkan wajahnya.

HAHH? Punya rasa malu juga kau, Pa. Rungutku dalam hati.

"Kian sayang kemari boy, you not miss your mom..." Kata mama sambil menarik dan memelukku. Aku hanya bisa diam, tak ingin rasanya berbasa basi dengan mereka. Jadi aku hanya menyunggingkan sebuah senyum saat terlepas dari pelukkannya.

"Hai Mark,,," sapa mama tak lupa memeluk Mark. Mark sama seperti aku hanya tersenyum.

"Mmmm mana calon menantu mama?" Tanya mama saat didekat Mark.

"Menantu?" Tanya hatiku dalam hati. Jadi mereka kesini untuk meminang calon istrinya Mark tapi kenapa tak ada yang menceritakan apapun padaku.

"Ahhh ini calon menantu mama, cantiknya." Puji mama saat melihat Keysha turun. Pandangan mama tak lepas dari Mark dan Keysha.

"Ya Tuhan jangan bilang apa yang kupikirkan ini menjadi kenyataan. Karena jika memang itu benar maka aku tak akan bisa membuatnya terluka, menyakiti hatinya. Aku akan mengalah..." Jeritku dalam hati saat menyadari sikap mama.

"Apa calon suami yang dibilang om Leo itu, Mark? Kenapa mereka tak ada yang memberitahuku? Kenapa suratan takdirku harus seperti ini? Mengapa mereka harus begitu tega padaku?" Beribu tanya mendera batinku. Aku melirik ke arah Keysha yang rupanya juga terpaku mendengar perkataan mama. Matanya berkaca-kaca menahan tangis dan sejuta pertanyaan.


Akankah aku mengalah pada adikku satu-satunya. Tempat aku berbagi rasa, orang yang dengannya berbagi sedih, tawa, senang, tangis, tanggung jawab. Aku tak ingin mengalah pada takdir tapi jika Mark yang harus ku hadapi, apa yang harus aku lakukan, Tuhan.



8 komentar:

Unknown mengatakan...

Lho2!!! Apa2an ini mksdny???
Kok jdiny sma Mark?!
Klo smpe iya, ak bnci bgt sma Mark! Pngkhianat! Ckckck!
Mark n Kian kn sma aj! Sma2 sedarah! Se-gen! Psti ad kemiripan! Knapa Leo mau trima Mark tpi nggak dgn Kian?!

amanda qadira mengatakan...

aaaahhhhh, mba thy kenapa jadi kayak gini....
mereka semua cuma mau ngerjain kian aja kan....*meyakinkan diri sendiri....

Unknown mengatakan...

mb thy kentang bgt nich

Rini Melani mengatakan...

Tidaak mungkin mark,eke msh yakin kian calonnya :p
º°˚˚°º♏:)Ą:)K:)Ä:)§:)Ǐ:)♓º°˚˚°ºea mba thy n zia
Mana hsil kuis kmrin mba thy????? *nagih

isna mengatakan...

ga rela kalo kian menderita lagi, ayo mbak fathy bikin happy ya

Unknown mengatakan...

Mbak lanjutannya mana ya ?

Unknown mengatakan...

mbak lanjutan nya mnaaa??

Unknown mengatakan...

Mbak lanjutan nya mana???