Rabu, 20 Februari 2013

ADINDA


Matahari pagi menyinari wajahku, membawa ke hangatan yang merasuk ke dalam jiwaku. Pagi ini ku lewati seperti biasa. Berangkat ke kampus dan bertemu dengan banyak orang, mengerjakan berbagai tugas dan bertemu dengan beberapa dosen. Dari sekian banyak orang itu, ada satu orang yang sangat ingin ku temui.


Adinda

Paras cantiknya khas gadis yang berasal dari suku jawa. Kulitnya yang sewarna sawo matang selalu berkilau indah dan lembut beraroma kesegaran lotion yang ia kenakan. Matanya bulat indah dan bibirnya penuh seakan menggoda untuk di kecup. Hidungnya, Ya Tuhan, hidung itu... terbentuk sempurna seperti Kau memahatnya dengan khusus, tercipta hanya untuknya. Rambutnya lembut berwarna hitam, lurus dan panjang. Sesuai dengan apa yang ku suka. Tubuhnya mungil dan berkelok layaknya gitar spanyol.

Kau menciptakannya dengan begitu indah sehingga aku begitu menginginkannya.

Adinda selalu bermanja-manja denganku, menceritakan berbagai hal yang terjadi di kelas-kelasnya yang lain, memegang tanganku dan memainkan rambutku dengan jemarinya yang lentik. Tipe gadis yang ceria dan manis idaman semua pria. Gadis yang selalu menemani hari-hariku.

Ku lihat Adinda berlari kecil dari kejauhan, melambaikan tangannya padaku. Dia mengenakan kemeja berwarna cream dengan celana jeans hitam yang melekuk indah mengikuti bentuk kakinya. Rambutnya yang tergerai bergoyang seirama dengan langkah kaki kecilnya. Tak lama ia sampai di hadapanku yang sedang duduk di bawah pohon rindang untuk menunggunya di taman seperti biasa.  Ia duduk di sampingku dan menaruh tas dan buku yang di bawanya ke atas tanah berumput. Nafasnya terengah.

"Capek," eluhnya sembari mengambil kaleng coke milikku dan menyeruputnya begitu saja tanpa tedeng aling-aling.

"Siapa suruh lari?"

Ku lihat dirinya mengambil tissue dari dalam tasnya dan mengelap keringat di dahinya. Bibirnya berkerut. Sepertinya ia tak mau menjawab pertanyaanku.

"Mau kemana?" Ku coba untuk mengalihkan perhatiannya.

Namun dia menggeleng
Adinda memutar tubuhnya menghadap diriku, menatapku lama. Kemudian bibirnya yang manis mulai terbuka. Jelas, dia akan segera berkicau.

"Ky, aku ini lugu banget ya?"


Aku tersentak.

"Idih, narsis banget kamu!”

"Ihhhh, Lucky... Aku serius!!!"

Ku palingkan wajahku ke arahnya. Matanya bulatnya terbakar api, membara. Ku rasa ia benar-benar serius. Ku akui, Adinda memang lugu, tak pernah sedikitpun aku mendengarnya berprasangka buruk terhadap siapapun.

"Kenapa kamu nanya begitu?"

Bibir manisnya berkerut lagi, kali ini dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Nggak apa-apa sih. Cuma nanya aja," ucapnya sambil mengangkat kedua bahunya. Ekspresinya muram, wajah cantiknya tertunduk lesu. Jemari lentiknya memainkan gantungan telepon genggamnya.

Ku genggam tangan kirinya dan meremasnya perlahan. Ku tatap ke dua matanya dalam ketika ia memalingkan wajahnya ke arahku sekali lagi. Entah mengapa di saat itu, aku merasa kalau aku bisa mengerti apa yang ia rasakan di dalam hatinya. Ingin rasanya ku buat ia tersenyum kembali.

"Kenapa?" tanyaku sekali lagi sembari menatap ke dalam matanya.

Ia terlihat ragu namun sepertinya memutuskan untuk membuka mulutnya.

"Aku kan belum pernah ciuman."

Tawaku meledak saat itu juga. Aku bahkan tak bisa menghentikannya hingga tak terasa mataku mulai berair. Ketika sudah mulai lelah, ku lirik Adinda yang duduk dengan ekspresi wajah lucu karena marah. Gadis itu diam dan hanya menatap ke depan. Tak memperdulikanku yang menatapnya. Ku putuskan untuk memulai pembicaraan untuk mencairkan suasana.

"Maaf, maaf. Aku kebawa suasana," kataku sambil meringis.

Adinda masih terdiam. Rupanya ia benar-benar marah.
Ku genggam tangannya, "Adinda."

Hening.


Ku perbaiki posisi dudukku dan bergeser mendekat padanya. "Adinda," panggilku lagi.
Ia memalingkan kepalanya, "Apa?" ketusnya yang malah membuatku geli.

"Jangan marah dong, Sayang," rayuku sambil meremas tangan kanannya. Adinda memasang wajah tak acuh. Masih terdiam memandang ke depan.

Angin semilir berhembus meniupkan rambutnya yang hitam terurai, melambai di depan wajahku. Aroma Strawberry dari rambutnya memenuhi paru-paruku. Membutakan mataku. Aku menelan ludah.

"Adinda." Ku dekati wajahnya. Nafasku berhembus menyentuh pipinya yang merona merah akibat marah dan malu.

Ia menoleh ke arahku. Wajah kami hanya berjarah beberapa senti saja. Namun, ia tak mau mundur. "Apa?" Masih ketus.

"Kenapa tiba-tiba kamu bilang begitu?"

Dia terdiam. "Aku... aku malu, Ky," di palingkan wajahnya.

"Malu? Malu kenapa?"

"Aku kan udah 20 tahun!" teriaknya. "Temen-temen aku juga selalu ngomongin tentang bibir pacar mereka. Tentang kemesraan mereka. Bahkan seks biasa mereka lakukan tuh!"

"Ini demi kebaikan kamu," jelasku.

"Kebaikan apa??? Aku kan cuma mau di cium! Ciuman! Kaya yang lainnya!"
Wajah Adinda masih saja cantik meskipun ia marah-marah. Rambutnya berkibaran mengikuti gerakan tubuhnya yang mencak-mencak. Pipinya masih memerah. Ku akui terlalu mengekangnya jika di umurnya kini ia belum merasakan ciuman. Ku lihat Adinda sudah menyandarkan tubuhnya, lengannya di silangkan di dada, pertanda marahnya yang belum reda.

"Jadi kamu mau di cium?" tanyaku dengan nada bercanda padanya.

"Indeed!"

"Kalau begitu, hadap sini," kutarik dagunya yang mungil dengan tangan kananku. Menghadapkan wajahnya sejajar dengan wajahku. Jantungku berpacu.

Semoga pohon rindang ini bisa menutupi tubuh kami dengan sempurna.
Perlahan ku dekati wajahnya, menghirup nafas yang ke luar dari bibirnya yang merekah. Ku tempelkan bibir kami, perlahan dan lembut. Bersentuhan. Kulihat mata Adinda terbelalak, terkejut akan langkah yang ku lakukan. Namun tak lama kemudian, ia memejamkan matanya, terlihat seperti menikmati tiap detiknya. Ku beranikan diriku untuk memagut bibir bawahnya, mengecap manisnya dan membasahinya. Lembut. Tak kan bosan aku mengecap bibirnya yang ranum.

Tak kusangka ia melakukan hal yang sama.

Adinda mengecap bibir atasku, memagutnya seperti anak kecil mengemut permen. Tangan kanannya ku sampirkan ke leherku. Adinda memainkan rambutku dan menarikku lebih mendekat. Nekat, ku paksakan lidahku masuk ke dalam rekahan bibirnya. Mempertemukan ke dua lidah kami. Hangat dan basah. Kecupan lembut sekonyong-konyong berubah menjadi French Kiss yang liar. Erangan kecil sempat sampai di telingaku. Erangan yang keluar dari bibir manis Adinda membuatku semakin bersemangat memagutnya.

Kami memisahkan diri karena kehabisan nafas. Jantungku berdetak sangat cepat seakan-akan ingin melompat keluar dari dadaku. Ciuman terbaik yang pernah ku rasakan sampai sejauh ini. Mungkin karena perasaan cinta.

Ku lihat Adinda yang rona di pipinya belum juga menghilang. Kini semakin cantik dengan kilatan basah di bibir mungilnya yang berwarna kemerahan. Dadanya naik turun menunjukkan bahwa ia sama bersemangatnya seperti diriku. Ku perhatikan matanya masih tertutup pasca ciuman dahsyat kami. Ciuman pertamanya, jelas.

Adinda membuka matanya dan mengalihkan wajahnya ke arahku, menatap mataku dalam. Seakan meminta lebih.

Tak ku lepaskan pandanganku darinya. Ku usap pipinya lembut dengan tangan kananku. Menyapukan ibu jariku di atas bibirnya yang masih basah. Tak sadar ku tenggelam dalam mata bulatnya yang indah. Tersesat di sana. Tak tentu arah.

"Adinda!"
Aku tersentak. Ku jatuhkan tanganku dari pipinya.

Seorang pria  muncul dari balik pohon kami. "There you are!"
Adinda tersentak, namun sedetik kemudian ia kembali tersenyum manis dan merapikan semua barang-barangnya. Lekas ia berdiri dan membersihkan celananya dari kotoran yang menempel. Kemudian, dihampirinya pria itu.

"Aku berangkat ya, Ky!

"Iya. Hati-hati di jalan." Balasku cepat.

"Oke," Adinda tersenyum manis. "Kamu jangan lama-lama nongkrongnya!"

"Iya."

Adinda melambaikan tangannya padaku. Begitupun dengan Vino, kekasihnya. Mereka pergi menjauh dari pohon kami, bergandengan tangan.



4 komentar:

Marry Sanders mengatakan...

yo wis mas lucky, sm ak aj yach wkwkwk

Unknown mengatakan...

ehhhh, ud punya pacar? (--_--)\('́⌣'̀ )
lanjuttt, kentng ini, mkasih y syng

Unknown mengatakan...

whoaaa,,,,
Kereeenn,,,
Tapi setuju ma Tika & Helda,,,ni kentang goreng bangetz,,

Ihhh,,,si Lucky hebat,,ngambil ciuman pertamany Adinda,, *tepuk tangan Pramuka,, :)

Unknown mengatakan...

nahhh ini dia kisah keren dari author keren *yang ga mau di sebutin namanya* thanks hunnn... :*