“Hai,”
Keysha menyapaku dengan sebuah ciuman.
“Hai...
jam berapa sekarang?” mataku terasa
masih sangat sulit untuk melihat cahaya.
"Jam 10 pagi," Keysha menjawab asal
pertanyaanku.
"Serius kamu, Key?" Aku panik mendengar
jawaban yang terlontar dari mulut manisnya. Keysha mengangguk pelan.
"Key, kamu berbohong," aku menyadari Keysha
berbohong dari mimik wajah yang dibuatnya. Ia tak mampu menahan tawanya. Aku
menghampirinya dan menggelitik seluruh tubuhnya. Keysha tergelak tak dapat
menahan geli yang dirasakannya.
"Kian hentikan, aku geli..." Keysha menahan tanganku
di pinggangnya.
"Aku nggak kan berhenti sebelum
kamu memberiku sebuah ciuman," aku sedikit menggodanya.
"Kamu belum gosok
gigi, bau." Keysha balas menggodaku.
"Serius nggak mau memberiku sedikit ciuman?" Aku makin
menggelitik tubuh Keysha lagi.
Keysha tak
dapat mengelak dari tanganku. Ia pun menyerah menarik leherku, mendekatkan
wajah kami berdua. Ia pun memagut bibirku pelan, kali ini kubiarkan ia yang
menuntut ciuman tersebut. Aku menikmati setiap gigitan kecil yang diberikannya
pada bibir bawahku, lidahnya memilin lidahku.
"Sekarang
keluarlah, aku mau mandi." Ucap Keysha saat melepaskan ciumannya.
"Cepat
sekali," aku memajukan bibirku berpura-pura protes.
"Kian
sayang... Kalau kamu nggak mau keluar sekarang, aku
nggak bisa bermain dengan kak
Sandra. Aku nggak mau melewatkan pagi ini
tanpa bersamanya," Keysha mencubit gemas pipiku.
"Rupanya aku kalah
bersaing dengan kakakku sendiri."
Dahi Keysha berkerut,
kedua alisnya menyatu. "Jangan pernah berbicara seperti itu. Aku
menyayangi kalian berdua."
"Key terimakasih
sudah merawat kak Sandra disaat aku tidak ada. Harusnya akulah yang merawatnya
tapi aku malah sibuk dengan pekerjaanku," kataku tulus. Aku benar-benar
berterimakasih padanya karena tanpanya tak mungkin kak Sandra bisa seperti
sekarang.
Keysha berhenti mencubit
pipiku, tangannya kini perlahan membelai rambut, pipi dan bibirku. Matanya tak
henti memandangi wajahku. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini.
"Tak perlu
berterimakasih, aku senang bisa berbuat sesuatu untuk kak Sandra. Dari dulu aku
ingin memiliki kakak perempuan," Keysha berdiri, menarik tanganku agar aku
juga berdiri. Ia menuntunku ke pintu, membukanya.
"Sekarang kembali ke
kamarmu dan mandilah, bersiap untuk berangkat kerja," ujarnya sembari mendorongku
keluar.
"Terimakasih
sayang," ku kecup kening Keysha sebelum melangkah pergi ke kamarku. Keysha
mengangguk lalu pergi ke dalam kamarnya.
Ku putar tubuhku untuk
segera masuk ke dalam kamar. Agar tak seorangpun bertanya mengapa aku sepagi
ini keluar dari kamar Keysha? Apa yang terjadi antara kami berdua?
Baru beberapa langkah
dari pintu Keysha, tubuhku membeku saat melihat seseorang berdiri tepat di
depan kamarku. Sepertinya dia mencariku, tapi ada hal penting apa dia mencariku
sepagi ini? Aku berharap dia tak tau jika aku tak tidur di kamarku semalam. Tak
menyadari juga jika aku baru saja keluar dari kamar Keysha. Orang itu hanya
diam di tempatnya. Membuatku merasa salah tingkah dengan sikapnya. Kuputuskan
untuk melangkah lagi menuju kamarku. Tak perduli jika dia bertanya padaku, aku
akan menjawab dengan jujur.
"Ishhh kamu ini mbok,
mengagetkanku saja."
"Aku harap kamu tak
membuatnya patah hati. Jika kamu membuatnya patah hati maka akulah yang akan
membuatmu menyesal. Walaupun aku juga sangat menyayangimu," ancam suara
itu saat aku sejajar dengan tempatnya berdiri.
Aku menolehkan kepalaku.
"Aku sungguh-sungguh mencintainya, tak ada niatku untuk
menyakitinya." Aku membalas ancamannya tanpa ada keraguan di dalamnya.
Seulas senyum lega terukir di wajahnya.
"Mbok..." Panggilku pelan.
"Tenang aja mas, mbok nggak akan bilang sama tuan
dan nyonya," Mbok Nah menjawab seraya menepuk-nepuk pundakku, mengerti
akan ketakutanku. Kelegaan memenuhi dada dan hatiku.
"Mbok Nah ada apa mencariku??" Aku segera
bertanya sebelum mbok Nah pergi dari hadapanku.
"Nggak ada apa-apa mas, hanya ingin berbicara sedikit
tentang mba Sandra," ringan mbok Nah menjawab pertanyaanku.
"Apa yang terjadi
dengan kak Sandra, mbok?" Ada sedikit kepanikan dalam suaraku.
"Nggak apa-apa mas. Mba Sandra baik2 saja," Mbok Nah
tersenyum penuh kasih padaku.
"Mbok tentang yang
kamu lihat pagi ini...”
"Tenang saja mbok nggak kan berbicara pada siapapun. Tapi kalo mas menyakiti
mba Keysha, mbok nggak kan segan-segan memberi
mas pelajaran," Mbok Nah mengulangi ancamannya. Aku mengangguk dengan
sebuah senyum.
"Masuklah,"
mbok Nah menunjuk ke kamarku dengan bahunya.
Aku melangkah ke kamarku.
"Untung mbok Nah yang melihat kami. Jika tidak, habislah kami," aku
berkata pada diri sendiri saat berada di dalam kamar.
***
Seminggu sudah aku dan
Keysha merajut kasih. Kami belum siap untuk memberitahu siapapun kecuali mbok
Nah dan kak Sandra yang tentunya diberitahu Keysha. Anak itu tak pernah bisa
berhenti berbicara jika bersama kak Sandra.
Kami sering mecuri waktu
untuk bisa berduaan. Kami seperti anak SMP atau SMA yang tidak diperbolehkan
pacaran oleh kedua orang tuanya. Kami tak bisa menahan tawa jika mengingat hal
tersebut.
Aku sering mengantar dan
menjemput Keysha dari kampusnya. Terkadang juga menyempatkan diri untuk makan
siang bersamanya di cafe dekat kampusnya. Jika aku tak sempat ke kampusnya,
Keysha sengaja menemuiku di kantor om Leo. Tapi tentu saja, ia akan mengajak om
Leo ataupun Frank makan bersama kami. Hal ini dilakukannya agar mereka tidak curiga
dengan kedatangannya.
"Key..." Aku
memanggil Keysha berkali-kali di depan kamarnya. Namun tak ada satupun jawaban
dari kamarnya. Ku putar dan pintu kamar Keysha. "Key... Keysha... "
Keysha tak juga menjawab panggilanku saat aku sudah di kamarnya.
"Keysha apakah kamu
di dalam?" Tanyaku saat mendengar suara gemericik air dari dalam kamar
mandi. Lagi-lagi Keysha tak mendengar panggilanku.
"Ish tak dengar juga
rupanya anak ini. Apa sih yang dilakukannya di kamar mandi?" Gumamku
kesal. Aku mendaratkan pantatku di tempat tidur Keysha dengan kesal.
"But baby there you go again, there you go
again, making me love you.
Yeah, I stopped using my head, using my head, let it
all go.
Got you stuck on my body, on my body, like a tattoo.
And now I'm feeling stupid, feeling stupid, crawling
back to you."
Keysha mendendangkan lagu
maroon 5 dengan earphone terpasang di telinganya. Tubuhnya menghadap ke pintu
kamar mandi.
"Rupanya karena ini
kamu tak mendengar panggilanku," aku melepas earphone yang menggantung di
telinga Keysha.
"Kian apa yang kamu
lakukan disini?" Keysha memutar tubuhnya, terkejut dengan suaraku yang
kini berdiri di belakangnya. Tangannya hampir saja melepaskan handuk yang
membalut tubuhnya. Aku dengan cepat mengambil handuk yang hampir jatuh tadi dan
melilitkan kembali di tubuh Keysha.
Keysha menyadari jika tanganku tak sengaja menyentuh
tubuhnya yang telanjang. Pipinya spontan memerah.
"Kenapa pipimu memerah?" Godaku
"Siapa yang memerah? Kamu untuk apa kamu ke
kamarku? Kamu nggak bisa mengetuk pintu dulu sebelum ke kamar orang? nggak sopan tau," Kesysha berpura-pura marah, ia tak
berani memandangku. Aku tergelak melihat tingkahnya.
"Hei nona kecil, aku
sudah memanggilmu puluhan kali tapi kamu tak juga menjawabnya. Karena pintu tak
dikunci jadi aku langsung masuk. Lain kali kunci pintu kamarmu," aku
memberinya peringatan sedikit keras.
"Untuk apa? Paling
yang masuk kamarku itu mama, papa dan kak Frank. Cuma kamu yang berani masuk
selain mereka," Keysha menjulurkan lidahnya keluar lalu berlalu dari
hadapanku sambil memegang handuknya erat-erat.
Membayangkan tubuh Keysha
tak mengenakan sehelai benangpun yang menutupinya membuat darahku berdesir,
jantungku berdegup kencang, gairahku perlahan bangkit.
"Mendapat
pemandangan yang indah dan gratis, big bos?" Keysha menggodaku saat ia
menyadari tatapanku yang tak berkedip.
"Isshhhh apa-apaan
kamu ini. Cepat pakai bajumu," aku berpura-pura tak tertarik padanya.
Namun ekspresi yang ku tunjukkan tak mungkin dapat ku tutupi.
"Bagaimana aku bisa mengganti
baju jika kamu tak keluar? Malu tau," Keysha berkacak pinggang.
"Hmmm sepertinya aku
akan lebih senang menunggumu disini," lagi-lagi aku menggodanya.
"Lagipula kenapa
harus malu. Aku kan sudah pernah melihat dan memegang...”
"Kian..." Pekik
Keysha sambil menutup mata lalu kedua telinganya dengan kedua tangannya.
Mendengar teriakannya
malah makin membuatku senang untuk terus menggodanya. Aku mendekatinya. "Aku
sudah pernah melihat dan memegang..." Ku biarkan kalimatku menggantung.
Keysha membuka matanya pelan lalu mundur teratur saat melihatku mendekatinya.
Aku menaikkan alisku dan
senyum licik bermain di bibirku. Rasakan
kau gadis cilik, berani-beraninya kau menggodaku, kataku dalam hati.
Keysha terus mundur
hingga ia tubuhnya membentur dinding yang ada di belakangnya. Wajahnya pucat
pasi, aku sebenarnya tak tega tapi dia telah berani menantangku dengan tak mau
mengunci pintu kamarnya. Keysha kembali menutup matanya, tangannya makin erat
memegang handuk.
Aku mencium kening Keysha,
ia membuka perlahan matanya. Sementara tanganku memegang handuk yang membungkus
tubuhnya. "Cepatlah berpakaian. Ayahmu menunggumu," aku berlalu dari
hadapannya. Upsss sebelum aku berlalu, tak sengaja aku menarik handuk yang
dikenakannya membuat handuk itu terjatuh ke lantai. Sengaja atau tidak yah?? Tapi
aku tak menolehkan kepalaku untuk melihat tubuhnya yang kini telanjang. Yang aku
tau jika wajah Keysha memerah karena malu.
"Kian... Kamu
jahat!!!!!" Keysha berteriak sambil melemparkan handuknya ke arahku. Ku
lempar handuk tersebut ke sofa yang ada di dalam kamarnya. Aku makin tertawa mendengar
Keysha kesal. Keysha masih berteriak-teriak kesal saat ku menutup pintu
kamarnya.
"Hei ada apa?"
Frank bingung saat mendengar teriakan Keysha.
"Entahlah... Mungkin
adikmu sedang PMS," jawabku asal sambil menaikkan bahuku.
"Aku akan melihatnya,"
Frank mencoba untuk menerobos masuk ke kamar Keysha.
"Aku sarankan tidak
Frank. Aku saja tadi dilempar bantal, aku tak bisa bayangkan jika kamu masuk
apa yang akan dilempar Keysha padamu," aku menakuti-nakuti Frank agar ia
tak masuk. Gawat jika ia masuk maka ia akan melihat Keysha yang tidak
mengenakan apapun. Dan ia akan tahu jika aku tadinya masuk ketika Keysha hanya
mengenakan handuk.
"Benar juga katamu,
Kian. Baiklah aku akan masuk ke kamarku saja," Frank mempercayai ucapanku.
Syukurlah ia percaya, jika tidak aku akan menyeretnya menjauh dari kamar
Keysha.
Tak lama Frank pergi,
Keysha keluar dari kamarnya. "Apa yang kamu katakan pada Frank?"
Tanyanya kesal.
"Tidak ada,"
aku memasang wajah tanpa dosa.
"Jangan kamu pikir
kamu bisa lolos, tuan muda Kian!" ancaman Keysha tak membuatku takut, ia
makin membuatku tak bisa menahan tawa.
Keysha mendekatkan
tubuhnya, tak bicara. Tangannya tiba-tiba menarik leherku, bibirnya menutup
bibirku. Ia memagut bibirku, memaksa bibirku terbuka, memilin lidahku. Mataku
terbelalak dengan keberanian yang ia tunjukkan.
"Ini
balasanku," ujar Keysha sambil melepaskan ciuman dan tangannya dari
leherku. Ciuman itu mulai panas saat ia melepaskannya. Aku bagai terjatuh dari
langit. Aku berusaha untuk menciumnya tapi Keysha sudah lebih cepat, ia berlari
kecil menuruni tangga meninggalkanku yang masih harus mengatur nafas.
"Key tunggu
pembalasanku," ancamku pelan seperti berbicara pada diri sendiri.
Keysha menghampiri om
Leo. Rupanya ada pembicaraan serius yang harus mereka bicarakan. Aku tak ingin
mengganggu mereka. Aku kembali ke kamarku dan tertidur pulas.
***
"Kian...."
Keysha memulai pembicaraan saat kami makan malam di sebuah restoran yang
terletak agak jauh dari rumah. Sengaja aku memilih restoran tersebut agar tak
ada yang mengganggu kami. Aku mengalihkan wajahku dari makanan yang ada di
depanku. Bersiap dengan perkataan yang akan dikeluarkan oleh Keysha.
"Sudah sebulan kita
menjalin kasih. Apa kamu tak mau memberitahu kedua orang tuaku dan Frank?
Sampai kapan kita akan menutup-nutupinya? Kita kan tidak berbuat sesuatu yang
salah Kian." Wajah Keysha nampak murung. Aku mengerti akan ketakutannya.
Aku merasa bersalah telah
membuatnya berada seperti ini. Ku genggam tangan Keysha yang berada di atas
meja. Kegelisahan tak dapat ia tutupi. Kegelisahan karena menunggu jawaban yang
akan ku lontarkan. Ku bawa tangan itu mendekat ke mulutku. Ku kecup dengan rasa
cinta.
"Malam ini,"
jawabku.
"Malam ini, aku akan
berbicara pada semuanya. Aku melakukannya untukmu karena aku ingin membuatmu
bahagia," lanjutku.
"Kian jangan lakukan
karena aku. Seolah-olah aku memaksamu. Jika memang..." Aku meletakkan dua
jari tanganku di bibir Keysha. Memintanya untuk berhenti bicara dan
mendengarkan penjelasanku.
"Key, tak ada
keterpaksaan darimu. Aku melakukan itu karena aku memang ingin melakukannya dan
juga ingin membuatmu bahagia. Aku ingin semua orang merasakan apa yang kita
rasakan, kebahagiaan kita," jelasku. Mata Keysha berbinar mendengar
penjelasanku. Airmata bahagia lembut membelai pipinya. Ku hapus airmata itu ku
gantikan dengan belaian lembut dengan tanganku.
Sepulangnya dari makan malam, aku sengaja mengumpulkan
semua orang di ruang keluarga. Keysha duduk di samping kananku, om Leo dan
tante Keira di depan kami berdua. Frank berada di samping kiriku. Mbok Nah
mengambil sikap berdiri di belakang kami berdua.
"Ada hal penting apa yang ingin kalian sampaikan?"
Frank sudah tak sabar untuk mendengar penjelasanku.
"Frank sabar, beri kesempatan Kian dan Keysha
untuk berbicara," tante Keira menepuk-nepuk tangan Frank.
"Sebelumnya kami ingin meminta maaf karena
menyembunyikan hal ini. Sebenarnya kami tak bermaksud untuk menyembunyikan
semua ini. Tapi kami mempersiapkan diri terlebih dahulu..."
"Kian to
the point sajalah, lama kali kau ini," potong Frank dengan nada batak
yang dibuatnya.
"Frank..." Om Leo memanggilnya dengan nada
suara yang dibuat sedang marah.
"Ya ya ya aku sabar..." Frank mengangkat kedua
tangannya.
"Sudah sebulan ini kami berkomitmen untuk
berpacaran. Aku juga ingin meminta izin untuk menikah dengan Keysha."
"Kian?" Keysha tak percaya dengan apa yang
didengarnya. Aku sengaja tak memberitahunya saat perjalanan pulang.
"Hei Kian, kamu tidak sedang memainkan adikku
bukan. Awas saja kalo kamu berani memainkan adikku," ancam Frank dengan
nada tinggi. Dia yang pertama bereaksi dengan ucapanku. Om Leo dan tante Keira
mencobar berusaha tetap tenang.
"Om tidak setuju, Kian," om Leo akhirnya
angkat bicara.
"Papa tapi aku," Keysha menutup kembali
mulutnya saat melihat om Leo nampak bersungguh-sungguh di matanya.
"Om tidak menyetujui hubungan kalian berdua.
Apalagi dengan reputasimu, Kian. Jangan kamu fikir om tidak tau jika di
Indonesia pergaulanmu seperti apa?" Om Leo kini berdiri. Ia tak menatap
tajam ke arah kami berdua.
"Om, aku berjanji tak akan menyakiti Keysha. Dia
adalah pelabuhan terakhirku, om." Aku berusaha untuk meyakinkan om Leo.
"Pa, aku mohon restui kami," Keysha
membantuku untuk meyakinkan om Leo.
"Pa pikirkan sekali lagi. Mungkin Kian sekarang
berubah kan?" Giliran tante Keira yang mencoba meyakinkan om Leo.
"Sekali tidak tetap tidak." Om Leo
bersikeras dengan pendapatnya. Sementara Frank tersenyum mengejek ke arah kami
berdua. Ingin rasanya ku mendaratkan sebuah tinju di mukanya.
"Pa..." Keysha merajuk pada om Leo. Berharap
om Leo akan merubah keputusannya.
"Keysha, kamu berani melawan papa?" Om Leo
setengah berteriak. Wajah Keysha pucat pasi mendengar teriakkan om Leo. Tak
pernah sekalipun dalam hidupnya, om Leo membentaknya.
Aku berdiri untuk menenangkan Keysha. Tubuhnya
bergetar hebat, airmata tak lagi bisa ditahannya. Aku merengkuh tubuhnya yang
mungil. Om Leo masih juga tak mau merubah keputusannya ketika tangis itu
menjadi keras.
"Key... Jangan menangis. Benar yang dikatakan
papamu. Aku tak pantas untukmu. Kamu gadis yang baik sedangkan aku? Masa laluku
kotor Key." Aku berbicara diatas kepalanya. Keysha memelukku erat.
"Jangan kalian pikir jika hal seperti itu akan
membuatku merubah keputusanku," om Leo melihat dengan tatapan jijik ke
arah kami. Tangis Keysha makin keras.
"Sebaiknya mulai sekarang kamu mulai menjauh dari
putriku. Karena jika tidak entah apa yang akan aku lakukan padamu,"
ancamnya kemudian berlalu dari hadapan kami. Diikuti oleh Frank dan tante
Keira.
Hatiku terasa sakit mendengar ancaman om Leo. Aku dan
Keysha terduduk lemas di sofa. Tak menyangka jika om Leo akan berbuat sekeras
itu pada kami. Keysha makin mengeratkan pelukannya. Aku hanya bisa membalas
pelukan itu dan mencium puncak kepalanya. Berusaha menenangkan hati kami
berdua. Mbok Nah yang sedari tadi dibelakang kamipun hanya bisa terdiam.
"Key, aku takkan menyerah. Aku akan membuat
papamu menyetujui hubungan kita," aku bertekad memenangkan hati om Leo.
Keysha hanya mengangguk dipelukanku.
"Key," aku menangkup wajahnya dengan kedua
tanganku.
"Berjanjilah apapun yang aku lakukan kamu akan
mendukungku. Berjanjilah kamu akan selalu bahagia apapun yang terjadi, tak
perduli kita bisa bersama atau tidak," aku menatap lekat-lekat ke dalam
matanya seraya menghapus airmata yang keluar.
"Key berjanjilah," aku memaksanya berbicara.
Keysha menggelengkan kepalanya.
"Keysha Admira berjanjilah padaku," aku
mengguncang bahunya keras.
"Nggak Kian. Aku nggak akan bisa hidup tanpa
kamu," teriak Keysha keras di tengah-tengah tangisnya.
"Kamu mungkin bisa hidup tanpa aku. Tapi aku nggak bias... nggak bisa Kian," tangis Keysha makin menjadi kali ini
ia memukul-mukulkan dadaku dengan kedua tangannya.
"Ssssttt.... Keysha, sayang." Aku merengkuh
tubuh Keysha kembali mencoba menenangkannya. Tangis Keysha lama kelamaan berubah
menjadi sebuah isakan. Airmatanya sudah tidak ada lagi, sudah habis mungkin.
"Kian ikut aku," Keysha menarikku dari sofa.
"Apa yang mau kamu lakukan?" Aku menghentikan
langkah Keysha.
"Aku ingin berbicara pada papa lagi," Keysha
menarik lagi. Tapi aku tak bergerak dari tempatku berdiri.
"Key tunggu... Aku pikir sekarang bukan saat yang
tepat. Berilah papamu waktu untuk berfikir," aku tau om Leo tak kan mau
mendengarkan kami sekarang.
"Kian..." Keysha merajuk.
"Key, kamu mau kan hubungan kita direstui?"
Keysha menganggukkan kepalanya.
"Kalo begitu beri waktu untuk papamu. Aku janji
aku akan berbicara kembali dengan papamu. Sekarang kembalilah ke kamarmu,"
aku memegang bahu Keysha, memutar tubuhnya dan membawanya kembali ke kamar.
"Masuklah, tenangkan dirimu," ku buka pintu
kamarnya. Tak ada protes darinya. Mungkin ia sudah terlalu lelah fikirku.
Aku kembali ke kamar. Merenungi semua perbuatanku
dulu, menyesal? Sedikit. Aku tau tak ada gunanya aku menyesal sekarang karena
waktu tak kan berputar kembali. Aku tak ingin terus memikirkan penyesalanku.
Yang ingin aku lakukan adalah memulai sesuatu yang baru dengan seseorang yang
aku cintai. Aku tak mempunyai rencana apa-apa untuk berbicara pada om Leo.
Hanya bermodal cinta. Sanggupkah aku meyakinkan om Leo? Aku hanya bisa berdoa semoga
om Leo mau membuka pintu hatinya. Aku akan menerima apapun yang dilakukan om
Leo. Entah itu makian ataupun pukulan. Demi bisa meminang Keysha.
writer : + Fathy Ellyasari
8 komentar:
mba fathy,koq gt om leo? bkn aq galau,seru pasangan ini.suka bgt,seribu mawar bwt om leo biar restuin kian dan keysha yuhu.mksh mba fathy,zia :*
Weeeew kaga nyangka Om Leo kaga ngerestuin mereka , Aku kira Om Leo tak memandang Kian sebelah pihak , Bukankah Om Leo udah menganggap Kian dan Kak Sandra saudaranaya :o Kok masih gitu -u-
Knp jd seperti ini...huaaa mba thy bkin galauuuu
Thks mba
@all : asyik bs bikin galau.... Нëнëdнëнëdнëнëd™
Kl om Leonya lgsg setuju datar bgt crta'a, ƍäªk da perjuangan'a si kian,,,, mulus bener dong usaha'a ky jalan tol....
Koq om leo gk stuuju yaah??:( makin penasaran neh ma lanjutannya...
Makasih mbaaa fathy n cherry
Hhhmmmm yayayyaay
Udh galau g menang,huuaaa mkin galau
ciyyeeee ciyyyeeee ciyyeeee,,,,si keysha pukul unyu2 nigh yeee,,,*wink,,
Well Kian,,,its time untukmu meyakinkan Om Leo bahwa kau layak meminang Keysha,,
Hmmmmm,,,,rempong euy nyari restu org tua,,,
Danke Zia dear,,
Makasih mbak Fathyku saiank,,,
stay tune yahh evelibodii... :* :*
*lagi melirik mba thy buat minta kiriman secepatnya* hihihihi
Posting Komentar