Sabtu, 02 Februari 2013

I Found You In London -11-




“Hai,” Keysha menyapaku dengan sebuah ciuman.

“Hai... jam berapa sekarang?” mataku terasa masih sangat sulit untuk melihat cahaya.

"Jam 10 pagi," Keysha menjawab asal pertanyaanku.

"Serius kamu, Key?" Aku panik mendengar jawaban yang terlontar dari mulut manisnya. Keysha mengangguk pelan.

"Key, kamu berbohong," aku menyadari Keysha berbohong dari mimik wajah yang dibuatnya. Ia tak mampu menahan tawanya. Aku menghampirinya dan menggelitik seluruh tubuhnya. Keysha tergelak tak dapat menahan geli yang dirasakannya.

"Kian hentikan, aku geli..." Keysha menahan tanganku di pinggangnya.

"Aku nggak kan berhenti sebelum kamu memberiku sebuah ciuman," aku sedikit menggodanya.

"Kamu belum gosok gigi, bau." Keysha balas menggodaku.

"Serius nggak mau memberiku sedikit ciuman?" Aku makin menggelitik tubuh Keysha lagi.

Keysha tak dapat mengelak dari tanganku. Ia pun menyerah menarik leherku, mendekatkan wajah kami berdua. Ia pun memagut bibirku pelan, kali ini kubiarkan ia yang menuntut ciuman tersebut. Aku menikmati setiap gigitan kecil yang diberikannya pada bibir bawahku, lidahnya memilin lidahku.

"Sekarang keluarlah, aku mau mandi." Ucap Keysha saat melepaskan ciumannya.

"Cepat sekali," aku memajukan bibirku berpura-pura protes.

"Kian sayang... Kalau kamu nggak mau keluar sekarang, aku nggak bisa bermain dengan kak Sandra. Aku nggak mau melewatkan pagi ini tanpa bersamanya," Keysha mencubit gemas pipiku.

"Rupanya aku kalah bersaing dengan kakakku sendiri."

Dahi Keysha berkerut, kedua alisnya menyatu. "Jangan pernah berbicara seperti itu. Aku menyayangi kalian berdua."

"Key terimakasih sudah merawat kak Sandra disaat aku tidak ada. Harusnya akulah yang merawatnya tapi aku malah sibuk dengan pekerjaanku," kataku tulus. Aku benar-benar berterimakasih padanya karena tanpanya tak mungkin kak Sandra bisa seperti sekarang.

Keysha berhenti mencubit pipiku, tangannya kini perlahan membelai rambut, pipi dan bibirku. Matanya tak henti memandangi wajahku. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Tak perlu berterimakasih, aku senang bisa berbuat sesuatu untuk kak Sandra. Dari dulu aku ingin memiliki kakak perempuan," Keysha berdiri, menarik tanganku agar aku juga berdiri. Ia menuntunku ke pintu, membukanya.

"Sekarang kembali ke kamarmu dan mandilah, bersiap untuk berangkat kerja," ujarnya sembari mendorongku keluar.

"Terimakasih sayang," ku kecup kening Keysha sebelum melangkah pergi ke kamarku. Keysha mengangguk lalu pergi ke dalam kamarnya.

Ku putar tubuhku untuk segera masuk ke dalam kamar. Agar tak seorangpun bertanya mengapa aku sepagi ini keluar dari kamar Keysha? Apa yang terjadi antara kami berdua?

Baru beberapa langkah dari pintu Keysha, tubuhku membeku saat melihat seseorang berdiri tepat di depan kamarku. Sepertinya dia mencariku, tapi ada hal penting apa dia mencariku sepagi ini? Aku berharap dia tak tau jika aku tak tidur di kamarku semalam. Tak menyadari juga jika aku baru saja keluar dari kamar Keysha. Orang itu hanya diam di tempatnya. Membuatku merasa salah tingkah dengan sikapnya. Kuputuskan untuk melangkah lagi menuju kamarku. Tak perduli jika dia bertanya padaku, aku akan menjawab dengan jujur.

"Ishhh kamu ini mbok, mengagetkanku saja."

"Aku harap kamu tak membuatnya patah hati. Jika kamu membuatnya patah hati maka akulah yang akan membuatmu menyesal. Walaupun aku juga sangat menyayangimu," ancam suara itu saat aku sejajar dengan tempatnya berdiri.

Aku menolehkan kepalaku. "Aku sungguh-sungguh mencintainya, tak ada niatku untuk menyakitinya." Aku membalas ancamannya tanpa ada keraguan di dalamnya. Seulas senyum lega terukir di wajahnya.

"Mbok..." Panggilku pelan.

"Tenang aja mas, mbok nggak akan bilang sama tuan dan nyonya," Mbok Nah menjawab seraya menepuk-nepuk pundakku, mengerti akan ketakutanku. Kelegaan memenuhi dada dan hatiku.

"Mbok Nah ada apa mencariku??" Aku segera bertanya sebelum mbok Nah pergi dari hadapanku.

"Nggak ada apa-apa mas, hanya ingin berbicara sedikit tentang mba Sandra," ringan mbok Nah menjawab pertanyaanku.

"Apa yang terjadi dengan kak Sandra, mbok?" Ada sedikit kepanikan dalam suaraku.

"Nggak apa-apa mas. Mba Sandra baik2 saja," Mbok Nah tersenyum penuh kasih padaku.

"Mbok tentang yang kamu lihat pagi ini...

"Tenang saja mbok nggak kan berbicara pada siapapun. Tapi kalo mas menyakiti mba Keysha, mbok nggak kan segan-segan memberi mas pelajaran," Mbok Nah mengulangi ancamannya. Aku mengangguk dengan sebuah senyum.

"Masuklah," mbok Nah menunjuk ke kamarku dengan bahunya.

Aku melangkah ke kamarku. "Untung mbok Nah yang melihat kami. Jika tidak, habislah kami," aku berkata pada diri sendiri saat berada di dalam kamar.

***

Seminggu sudah aku dan Keysha merajut kasih. Kami belum siap untuk memberitahu siapapun kecuali mbok Nah dan kak Sandra yang tentunya diberitahu Keysha. Anak itu tak pernah bisa berhenti berbicara jika bersama kak Sandra.

Kami sering mecuri waktu untuk bisa berduaan. Kami seperti anak SMP atau SMA yang tidak diperbolehkan pacaran oleh kedua orang tuanya. Kami tak bisa menahan tawa jika mengingat hal tersebut.

Aku sering mengantar dan menjemput Keysha dari kampusnya. Terkadang juga menyempatkan diri untuk makan siang bersamanya di cafe dekat kampusnya. Jika aku tak sempat ke kampusnya, Keysha sengaja menemuiku di kantor om Leo. Tapi tentu saja, ia akan mengajak om Leo ataupun Frank makan bersama kami. Hal ini dilakukannya agar mereka tidak curiga dengan kedatangannya.

"Key..." Aku memanggil Keysha berkali-kali di depan kamarnya. Namun tak ada satupun jawaban dari kamarnya. Ku putar dan pintu kamar Keysha. "Key... Keysha... " Keysha tak juga menjawab panggilanku saat aku sudah di kamarnya.
"Keysha apakah kamu di dalam?" Tanyaku saat mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Lagi-lagi Keysha tak mendengar panggilanku.

"Ish tak dengar juga rupanya anak ini. Apa sih yang dilakukannya di kamar mandi?" Gumamku kesal. Aku mendaratkan pantatku di tempat tidur Keysha dengan kesal.

"But baby there you go again, there you go again, making me love you.
Yeah, I stopped using my head, using my head, let it all go.
Got you stuck on my body, on my body, like a tattoo.
And now I'm feeling stupid, feeling stupid, crawling back to you."
Keysha mendendangkan lagu maroon 5 dengan earphone terpasang di telinganya. Tubuhnya menghadap ke pintu kamar mandi.

"Rupanya karena ini kamu tak mendengar panggilanku," aku melepas earphone yang menggantung di telinga Keysha.

"Kian apa yang kamu lakukan disini?" Keysha memutar tubuhnya, terkejut dengan suaraku yang kini berdiri di belakangnya. Tangannya hampir saja melepaskan handuk yang membalut tubuhnya. Aku dengan cepat mengambil handuk yang hampir jatuh tadi dan melilitkan kembali di tubuh Keysha.

Keysha menyadari jika tanganku tak sengaja menyentuh tubuhnya yang telanjang. Pipinya spontan memerah.

"Kenapa pipimu memerah?" Godaku

"Siapa yang memerah? Kamu untuk apa kamu ke kamarku? Kamu nggak bisa mengetuk pintu dulu sebelum ke kamar orang? nggak sopan tau," Kesysha berpura-pura marah, ia tak berani memandangku. Aku tergelak melihat tingkahnya.

"Hei nona kecil, aku sudah memanggilmu puluhan kali tapi kamu tak juga menjawabnya. Karena pintu tak dikunci jadi aku langsung masuk. Lain kali kunci pintu kamarmu," aku memberinya peringatan sedikit keras.

"Untuk apa? Paling yang masuk kamarku itu mama, papa dan kak Frank. Cuma kamu yang berani masuk selain mereka," Keysha menjulurkan lidahnya keluar lalu berlalu dari hadapanku sambil memegang handuknya erat-erat.

Membayangkan tubuh Keysha tak mengenakan sehelai benangpun yang menutupinya membuat darahku berdesir, jantungku berdegup kencang, gairahku perlahan bangkit.

"Mendapat pemandangan yang indah dan gratis, big bos?" Keysha menggodaku saat ia menyadari tatapanku yang tak berkedip.

"Isshhhh apa-apaan kamu ini. Cepat pakai bajumu," aku berpura-pura tak tertarik padanya. Namun ekspresi yang ku tunjukkan tak mungkin dapat ku tutupi.

"Bagaimana aku bisa mengganti baju jika kamu tak keluar? Malu tau," Keysha berkacak pinggang.

"Hmmm sepertinya aku akan lebih senang menunggumu disini," lagi-lagi aku menggodanya.

"Lagipula kenapa harus malu. Aku kan sudah pernah melihat dan memegang...

"Kian..." Pekik Keysha sambil menutup mata lalu kedua telinganya dengan kedua tangannya.

Mendengar teriakannya malah makin membuatku senang untuk terus menggodanya. Aku mendekatinya. "Aku sudah pernah melihat dan memegang..." Ku biarkan kalimatku menggantung. Keysha membuka matanya pelan lalu mundur teratur saat melihatku mendekatinya.

Aku menaikkan alisku dan senyum licik bermain di bibirku. Rasakan kau gadis cilik, berani-beraninya kau menggodaku, kataku dalam hati.

Keysha terus mundur hingga ia tubuhnya membentur dinding yang ada di belakangnya. Wajahnya pucat pasi, aku sebenarnya tak tega tapi dia telah berani menantangku dengan tak mau mengunci pintu kamarnya. Keysha kembali menutup matanya, tangannya makin erat memegang handuk.

Aku mencium kening Keysha, ia membuka perlahan matanya. Sementara tanganku memegang handuk yang membungkus tubuhnya. "Cepatlah berpakaian. Ayahmu menunggumu," aku berlalu dari hadapannya. Upsss sebelum aku berlalu, tak sengaja aku menarik handuk yang dikenakannya membuat handuk itu terjatuh ke lantai. Sengaja atau tidak yah?? Tapi aku tak menolehkan kepalaku untuk melihat tubuhnya yang kini telanjang. Yang aku tau jika wajah Keysha memerah karena malu.

"Kian... Kamu jahat!!!!!" Keysha berteriak sambil melemparkan handuknya ke arahku. Ku lempar handuk tersebut ke sofa yang ada di dalam kamarnya. Aku makin tertawa mendengar Keysha kesal. Keysha masih berteriak-teriak kesal saat ku menutup pintu kamarnya.

"Hei ada apa?" Frank bingung saat mendengar teriakan Keysha.

"Entahlah... Mungkin adikmu sedang PMS," jawabku asal sambil menaikkan bahuku.

"Aku akan melihatnya," Frank mencoba untuk menerobos masuk ke kamar Keysha.

"Aku sarankan tidak Frank. Aku saja tadi dilempar bantal, aku tak bisa bayangkan jika kamu masuk apa yang akan dilempar Keysha padamu," aku menakuti-nakuti Frank agar ia tak masuk. Gawat jika ia masuk maka ia akan melihat Keysha yang tidak mengenakan apapun. Dan ia akan tahu jika aku tadinya masuk ketika Keysha hanya mengenakan handuk.

"Benar juga katamu, Kian. Baiklah aku akan masuk ke kamarku saja," Frank mempercayai ucapanku. Syukurlah ia percaya, jika tidak aku akan menyeretnya menjauh dari kamar Keysha.

Tak lama Frank pergi, Keysha keluar dari kamarnya. "Apa yang kamu katakan pada Frank?" Tanyanya kesal.

"Tidak ada," aku memasang wajah tanpa dosa.

"Jangan kamu pikir kamu bisa lolos, tuan muda Kian!" ancaman Keysha tak membuatku takut, ia makin membuatku tak bisa menahan tawa.

Keysha mendekatkan tubuhnya, tak bicara. Tangannya tiba-tiba menarik leherku, bibirnya menutup bibirku. Ia memagut bibirku, memaksa bibirku terbuka, memilin lidahku. Mataku terbelalak dengan keberanian yang ia tunjukkan.

"Ini balasanku," ujar Keysha sambil melepaskan ciuman dan tangannya dari leherku. Ciuman itu mulai panas saat ia melepaskannya. Aku bagai terjatuh dari langit. Aku berusaha untuk menciumnya tapi Keysha sudah lebih cepat, ia berlari kecil menuruni tangga meninggalkanku yang masih harus mengatur nafas.

"Key tunggu pembalasanku," ancamku pelan seperti berbicara pada diri sendiri.

Keysha menghampiri om Leo. Rupanya ada pembicaraan serius yang harus mereka bicarakan. Aku tak ingin mengganggu mereka. Aku kembali ke kamarku dan tertidur pulas.

***

"Kian...." Keysha memulai pembicaraan saat kami makan malam di sebuah restoran yang terletak agak jauh dari rumah. Sengaja aku memilih restoran tersebut agar tak ada yang mengganggu kami. Aku mengalihkan wajahku dari makanan yang ada di depanku. Bersiap dengan perkataan yang akan dikeluarkan oleh Keysha.
"Sudah sebulan kita menjalin kasih. Apa kamu tak mau memberitahu kedua orang tuaku dan Frank? Sampai kapan kita akan menutup-nutupinya? Kita kan tidak berbuat sesuatu yang salah Kian." Wajah Keysha nampak murung. Aku mengerti akan ketakutannya.

Aku merasa bersalah telah membuatnya berada seperti ini. Ku genggam tangan Keysha yang berada di atas meja. Kegelisahan tak dapat ia tutupi. Kegelisahan karena menunggu jawaban yang akan ku lontarkan. Ku bawa tangan itu mendekat ke mulutku. Ku kecup dengan rasa cinta.

"Malam ini," jawabku.

"Malam ini, aku akan berbicara pada semuanya. Aku melakukannya untukmu karena aku ingin membuatmu bahagia," lanjutku.

"Kian jangan lakukan karena aku. Seolah-olah aku memaksamu. Jika memang..." Aku meletakkan dua jari tanganku di bibir Keysha. Memintanya untuk berhenti bicara dan mendengarkan penjelasanku.

"Key, tak ada keterpaksaan darimu. Aku melakukan itu karena aku memang ingin melakukannya dan juga ingin membuatmu bahagia. Aku ingin semua orang merasakan apa yang kita rasakan, kebahagiaan kita," jelasku. Mata Keysha berbinar mendengar penjelasanku. Airmata bahagia lembut membelai pipinya. Ku hapus airmata itu ku gantikan dengan belaian lembut dengan tanganku.

Sepulangnya dari makan malam, aku sengaja mengumpulkan semua orang di ruang keluarga. Keysha duduk di samping kananku, om Leo dan tante Keira di depan kami berdua. Frank berada di samping kiriku. Mbok Nah mengambil sikap berdiri di belakang kami berdua.

"Ada hal penting apa yang ingin kalian sampaikan?" Frank sudah tak sabar untuk mendengar penjelasanku.

"Frank sabar, beri kesempatan Kian dan Keysha untuk berbicara," tante Keira menepuk-nepuk tangan Frank.

"Sebelumnya kami ingin meminta maaf karena menyembunyikan hal ini. Sebenarnya kami tak bermaksud untuk menyembunyikan semua ini. Tapi kami mempersiapkan diri terlebih dahulu..."

"Kian to the point sajalah, lama kali kau ini," potong Frank dengan nada batak yang dibuatnya.

"Frank..." Om Leo memanggilnya dengan nada suara yang dibuat sedang marah.

"Ya ya ya aku sabar..." Frank mengangkat kedua tangannya.

"Sudah sebulan ini kami berkomitmen untuk berpacaran. Aku juga ingin meminta izin untuk menikah dengan Keysha."

"Kian?" Keysha tak percaya dengan apa yang didengarnya. Aku sengaja tak memberitahunya saat perjalanan pulang.

"Hei Kian, kamu tidak sedang memainkan adikku bukan. Awas saja kalo kamu berani memainkan adikku," ancam Frank dengan nada tinggi. Dia yang pertama bereaksi dengan ucapanku. Om Leo dan tante Keira mencobar berusaha tetap tenang.

"Om tidak setuju, Kian," om Leo akhirnya angkat bicara.

"Papa tapi aku," Keysha menutup kembali mulutnya saat melihat om Leo nampak bersungguh-sungguh di matanya.

"Om tidak menyetujui hubungan kalian berdua. Apalagi dengan reputasimu, Kian. Jangan kamu fikir om tidak tau jika di Indonesia pergaulanmu seperti apa?" Om Leo kini berdiri. Ia tak menatap tajam ke arah kami berdua.

"Om, aku berjanji tak akan menyakiti Keysha. Dia adalah pelabuhan terakhirku, om." Aku berusaha untuk meyakinkan om Leo.

"Pa, aku mohon restui kami," Keysha membantuku untuk meyakinkan om Leo.

"Pa pikirkan sekali lagi. Mungkin Kian sekarang berubah kan?" Giliran tante Keira yang mencoba meyakinkan om Leo.

"Sekali tidak tetap tidak." Om Leo bersikeras dengan pendapatnya. Sementara Frank tersenyum mengejek ke arah kami berdua. Ingin rasanya ku mendaratkan sebuah tinju di mukanya.

"Pa..." Keysha merajuk pada om Leo. Berharap om Leo akan merubah keputusannya.

"Keysha, kamu berani melawan papa?" Om Leo setengah berteriak. Wajah Keysha pucat pasi mendengar teriakkan om Leo. Tak pernah sekalipun dalam hidupnya, om Leo membentaknya.

Aku berdiri untuk menenangkan Keysha. Tubuhnya bergetar hebat, airmata tak lagi bisa ditahannya. Aku merengkuh tubuhnya yang mungil. Om Leo masih juga tak mau merubah keputusannya ketika tangis itu menjadi keras.

"Key... Jangan menangis. Benar yang dikatakan papamu. Aku tak pantas untukmu. Kamu gadis yang baik sedangkan aku? Masa laluku kotor Key." Aku berbicara diatas kepalanya. Keysha memelukku erat.

"Jangan kalian pikir jika hal seperti itu akan membuatku merubah keputusanku," om Leo melihat dengan tatapan jijik ke arah kami. Tangis Keysha makin keras.

"Sebaiknya mulai sekarang kamu mulai menjauh dari putriku. Karena jika tidak entah apa yang akan aku lakukan padamu," ancamnya kemudian berlalu dari hadapan kami. Diikuti oleh Frank dan tante Keira.

Hatiku terasa sakit mendengar ancaman om Leo. Aku dan Keysha terduduk lemas di sofa. Tak menyangka jika om Leo akan berbuat sekeras itu pada kami. Keysha makin mengeratkan pelukannya. Aku hanya bisa membalas pelukan itu dan mencium puncak kepalanya. Berusaha menenangkan hati kami berdua. Mbok Nah yang sedari tadi dibelakang kamipun hanya bisa terdiam.

"Key, aku takkan menyerah. Aku akan membuat papamu menyetujui hubungan kita," aku bertekad memenangkan hati om Leo. Keysha hanya mengangguk dipelukanku.

"Key," aku menangkup wajahnya dengan kedua tanganku.

"Berjanjilah apapun yang aku lakukan kamu akan mendukungku. Berjanjilah kamu akan selalu bahagia apapun yang terjadi, tak perduli kita bisa bersama atau tidak," aku menatap lekat-lekat ke dalam matanya seraya menghapus airmata yang keluar.

"Key berjanjilah," aku memaksanya berbicara. Keysha menggelengkan kepalanya.

"Keysha Admira berjanjilah padaku," aku mengguncang bahunya keras.

"Nggak Kian. Aku nggak akan bisa hidup tanpa kamu," teriak Keysha keras di tengah-tengah tangisnya.

"Kamu mungkin bisa hidup tanpa aku. Tapi aku nggak bias... nggak bisa Kian," tangis Keysha makin menjadi kali ini ia memukul-mukulkan dadaku dengan kedua tangannya.

"Ssssttt.... Keysha, sayang." Aku merengkuh tubuh Keysha kembali mencoba menenangkannya. Tangis Keysha lama kelamaan berubah menjadi sebuah isakan. Airmatanya sudah tidak ada lagi, sudah habis mungkin.

"Kian ikut aku," Keysha menarikku dari sofa.

"Apa yang mau kamu lakukan?" Aku menghentikan langkah Keysha.

"Aku ingin berbicara pada papa lagi," Keysha menarik lagi. Tapi aku tak bergerak dari tempatku berdiri.

"Key tunggu... Aku pikir sekarang bukan saat yang tepat. Berilah papamu waktu untuk berfikir," aku tau om Leo tak kan mau mendengarkan kami sekarang.

"Kian..." Keysha merajuk.

"Key, kamu mau kan hubungan kita direstui?" Keysha menganggukkan kepalanya.

"Kalo begitu beri waktu untuk papamu. Aku janji aku akan berbicara kembali dengan papamu. Sekarang kembalilah ke kamarmu," aku memegang bahu Keysha, memutar tubuhnya dan membawanya kembali ke kamar.

"Masuklah, tenangkan dirimu," ku buka pintu kamarnya. Tak ada protes darinya. Mungkin ia sudah terlalu lelah fikirku.








Aku kembali ke kamar. Merenungi semua perbuatanku dulu, menyesal? Sedikit. Aku tau tak ada gunanya aku menyesal sekarang karena waktu tak kan berputar kembali. Aku tak ingin terus memikirkan penyesalanku. Yang ingin aku lakukan adalah memulai sesuatu yang baru dengan seseorang yang aku cintai. Aku tak mempunyai rencana apa-apa untuk berbicara pada om Leo. Hanya bermodal cinta. Sanggupkah aku meyakinkan om Leo? Aku hanya bisa berdoa semoga om Leo mau membuka pintu hatinya. Aku akan menerima apapun yang dilakukan om Leo. Entah itu makian ataupun pukulan. Demi bisa meminang Keysha.


8 komentar:

Unknown mengatakan...

mba fathy,koq gt om leo? bkn aq galau,seru pasangan ini.suka bgt,seribu mawar bwt om leo biar restuin kian dan keysha yuhu.mksh mba fathy,zia :*

Unknown mengatakan...

Weeeew kaga nyangka Om Leo kaga ngerestuin mereka , Aku kira Om Leo tak memandang Kian sebelah pihak , Bukankah Om Leo udah menganggap Kian dan Kak Sandra saudaranaya :o Kok masih gitu -u-

Rini Melani mengatakan...

Knp jd seperti ini...huaaa mba thy bkin galauuuu
Thks mba

Fathy mengatakan...

@all : asyik bs bikin galau.... ​​Нëнëdнëнëdнëнëd™
Kl om Leonya lgsg setuju datar bgt crta'a, ƍäªk da perjuangan'a si kian,,,, mulus bener dong usaha'a ky jalan tol....

liatanubrata mengatakan...

Koq om leo gk stuuju yaah??:( makin penasaran neh ma lanjutannya...
Makasih mbaaa fathy n cherry

Rini Melani mengatakan...

Hhhmmmm yayayyaay
Udh galau g menang,huuaaa mkin galau

Unknown mengatakan...

ciyyeeee ciyyyeeee ciyyeeee,,,,si keysha pukul unyu2 nigh yeee,,,*wink,,
Well Kian,,,its time untukmu meyakinkan Om Leo bahwa kau layak meminang Keysha,,
Hmmmmm,,,,rempong euy nyari restu org tua,,,

Danke Zia dear,,
Makasih mbak Fathyku saiank,,,

Unknown mengatakan...

stay tune yahh evelibodii... :* :*
*lagi melirik mba thy buat minta kiriman secepatnya* hihihihi