Rabu, 27 Februari 2013

FEARLESS



“Mengapa kau tidak pernah mengatakan sebelumnya kepadaku?” tudingku sambil menyeruput jus alpukatku. Pemuda di sampingku menoleh dengan kerutan di keningnya.
“Mengatakan apa?” tanyanya dengan wajah polos. Aku mendengus, apa yang harus ku katakan?! Sial. Wajahku langsung memerah malu. “Mengatakan apa?” tanyanya lagi, dari mimik wajahnya aku bisa membaca dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ku katakan. Aku menghela nafas lelah dan menguatkan hatiku, toh aku sudah melalukan banyak hal yang memalukan selama ini, jadi mengapa aku harus ragu untuk menambahkan satu lagi kelakuan bodohku di hadapannya?
“Mengatakan bahwa kau mencintaiku.” Kataku tak acuh. Elvan tertegun, bibirnya membentuk senyum miring yang luar biasa indah. Kemudian dengan perlahan ia menoleh padaku, matanya menampakan kegelian dan kasih sayang. Membuat hatiku bergemuruh tak tentu arah. Hampir saja aku menjatuhkan gelas jusku ketika ia mendekatkan wajahnya padaku.
Lima senti lagi, dan wajah kami akan benar-benar menempel. Namun Elvan berhenti di sana, matanya mengunci mataku, tatapan gelinya masih memonopoli, senyuman jahilnya yang indah masih terukir, namun hembusan nafasnya yang lembut seakan menunjukan betapa ia sangat mencintaiku dengan cara yang tidak bisa ku ungkapkan.
Jangan menertawakanku! Tapi aku benar-benar merasakannya, entah bagaimana caranya, tapi aku tau jika ia benar-benar mencintaiku. Benar-benar menginginkanku, seperti aku yang takkan pernah bisa hidup tanpanya.
“Harus ku jelaskan atau ku buktikan?” tanyanya, dengan wajah yang masih lima senti dari wajahku. Ia tercium seperti tumpukan mint yang segar, dan cologne yang lembut namun memabukanku. Hati kecilku menjerit-jerit kegirangan. Namun otakku terus menampilkan poster-poster besar bertuliskan ‘Dia Musuk Kecilmu’.
“Aku bertanya ‘mengapa’ jadi kau tinggal jawab alasannya.” Ujarku susah payah. Susah payah dalam artian yang sebenar-benarnya. Dengan wajahnya sedekat itu, bagaimana mungkin aku bisa berbicara dengan tenang. Ia terkekeh. Ya Tuhan… bahkan tawa kecilnya –yang jelas-jelas menertawakanku- mampu membius tubuhku untuk kembali memajukan wajahku. Tanganku mulai gatal ingin merengkuh wajah tampannya, aku ingin membelai tulang pipinya yang kokoh, aku ingin menyatukan hidungku dengan hidungnya yang indah, aku ingin menempelkan keningku  dengan keningnya, mencoba merasakan asanya, berharap bisa membaca pikirannya.
Ia menarik wajahnya kembali, duduk tegak di hadapanku dengan wajah menghadap jendela besar di samping tempat duduk kami. Sejenak matanya tampak menerawang, keningnya berkerut, membuat wajahnya terlihat begitu berbeda dari yang selama ini selalu ku kenang dalam memori masa kecilku yang terbatas.
Sudah lima belas tahun, dan sosok pemuda di hadapanku tampak sudah banyak berubah. Tubuhnya terlihat memiliki perkembangan yang sangat baik, ia tampak sangat tinggi, mungkin 170 -180 aku tidak terlalu yakin. Wajahnya yang kekanakan kini sudah tergantikan dengan wajah penuh wibawa khas seorang eksekutif muda yang bekerja di pusat kedutaan besar. Namun, terlepas dari semua perubahan itu, ada banyak hal yang tetap sama dalam dirinya. Senyuman jahilnya, tatapan gelinya, candanya, bahkan tatapan penuh cintanya.
“Karena aku takut,” bisiknya pelan. Aku mengerutkan kening, mencoba memikirkan lagi apa yang tengah ia katakan. Suara music di kafe itu membuatku semakin kehilangan kata-katanya. Tawa teman-temanku yang tengah berbagi kisah selama mereka tidak bertemu sejak lima belas tahun yang lalu itu memperburuk keadaan. Aku tidak yakin dengan apa yang ku dengar.
“Takut?” tanyaku ragu. Ia menunduk dan menyapukan tangan kanannya kebelakang kepalanya, tersenyum kikuk sambil menatap lantai di bawah kaki kami. Aku mendengus tidak percaya. “Kau takut?! Sulit dipercaya!” desisku sinis. Ia mencibir dan menatapku dengan kesal.
“Kau itu adalah gadis kecil yang sangat menyebalkan, keras kepala, suka mengatur, dan jahil!”
“Hey tunggu! Itu seharusnya menjadi kalimatku!” ujarku balas berteriak. Elvan menaikan sebelah alisnya.
“Itu akan selalu menjadi kata-kataku. Karena selama ini kau memang gadis yang menakutkan, kau selalu membuatku ketakutan setengah mati! Kau selalu membuat tubuhku merinding!”
“Tapi aku bukan hantu!!”
“Aku tidak bilang kau hantu!” 
“Lalu mengapa kau takut padaku, hah?!”
“Karena setiap kali aku melihat foto kecilmu, aku takut tidak akan bisa bertemu denganmu lagi. Setiap kali aku memimpikanmu, aku takut akan terbangun dan kehilanganmu. Setiap aku meyakinkan diriku bahwa aku mencintaimu, aku takut semua itu hanya akan membuatku kehilanganmu!” teriaknya menggebu-gebu.
Mataku membulat menatapnya, mulutku ternganga, wajahku berubah-rubah warna bagai lampu disko yang sudah uzur, putih pucat – merah padam – merah merona – putih pucat.  Susah payah ku letakan lagi hatiku yang sempat jatuh menggelinding, kemudian kembali menatap matanya yang masih menyiratkan emosi dan setitik cinta yang aneh namun indah.
“Kalau kau takut kehilanganku, seharusnya kau tidak pernah membiarkanku pergi,” bisikku pelan. Dengan perlahan ia mengangkat wajahnya. Menatapku dengan pandangan tidak percaya. “Selama ini juga aku menyimpan sebuah ketakutan. Takut jika ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan.”
Lalu ia tertawa, Elvanku yang menawan namun menyebalkan lagi-lagi menertawakanku. Tapi aku selalu senang ketika ia menarikku kedalam pelukannya, membuatku merasakan gemuruh dadanya ketika ia tertawa. Aroma tubuhnya yang menyejukan membuatku ingin terus berada di sana, berada di dalam pelukannya.
“Bodoh! Ketakutanmu tidak beralasan!” katanya sambil mengecup puncak kepalaku dengan gemas dan penuh kasih. "Aku sangat mencintaimu Clara, bahkan sejak kita pertama kali bertemu, lima belas tahun yang lalu." ujarnya lembut dan sungguh-sungguh. Aku tersenyum tipis, untuk pertama kalinya aku tidak menyesali kedatanganku ke acara reuni bersama teman-teman SDku itu. 

2 komentar:

lovelywoman1 mengatakan...

prok prok prok..
Mreka bersatu..
Cher Love runion sma Fearless berhub'an kan yah??
Berhub'an jg g' ma Mr. Right?

Unknown mengatakan...

niatnya sih mau di buat kisah yang berdiri sendiri2 mb sila, tapi yahh... ternyata aku masih belom bisa. hihihihih