Senin, 15 Juli 2013

MY LOVE IS YOU -01-



#12 Tahun yang Lalu

"Diiiiiaannnn...." Teriak seorang laki-laki dari belakang, membuat Dian yang sedang berjalan berhenti sebentar. Dian melirik sesaat lalu mulai berjalan lagi.

'Uhh kenapa sih makhluk satu ini ngikutin gw terus. Gw kan bukan babysitternya apalagi emaknya' sungut Dian dalam hati sambil berlari kecil menghindarinya.

"Dian!!! Kenapa sih daritadi gw panggilin lo diem aja sekarang malah lari lagi. Gw kan bukan debt collector yang mesti lo takutin." Sekarang laki-laki itu sudah ada di depan Dian seraya berkacak pinggang dan muka merah karena lelah. Mulut laki-laki itupun  dikerucutkan, kesal. Dian hanya tersenyum lalu berjalan lagi.

"Dian bisa gak sih tungguin gw?"  Sekarang laki-laki tersebut menarik tangan Dian keras. Dian tersentak.

"Lo tuh apaan sih Van? Kenapa harus ngikutin gw terus. Mangnya ada apa sama gw? Gw kan bukan baby sitter apalagi emak lo, Van." Teriak Dian tak kalah kesalnya.

"Dian kok lo gitu? Gw kan janji sama emak lo bakal jagain lo." Jawab laki-laki itu dengan wajah memelas.

"Itu kan janji lo sama emak gw bukan sama gw, Ivan. Lagi lo dah kaya hansip aja mau-mauan disuruh jagain gw." Kali ini Dian tak membiarkan dirinya tertipu dengan wajah memelas laki-laki yang ternyata bernama Ivan. "Gw tuh sebel sama lo, lo dah kaya semut yang ngikutin kemanapun gula. Lo tuh lebih kecil dari gw. Jadi stop bertingkah kaya gitu." Lanjut Dian sambil melangkah pergi.

"Diiiiaaannn... Berenti!!!!!" Teriak Ivan lagi saat Dian telah melangkah sejauh beberapa meter darinya.

"Apa lagi sekarang Ivan?" Kemarahan Dian sudah sampai puncaknya. Sementara Ivan hanya tersenyum melihat wajah Dian.

"Muka lo lucu kalo lagi marah gini," Ujar Ivan seraya menghampiri dan mencubit pipi Dian.

"Ivan!!!!" Bentak Dian yang semakin kesal.

"Dah yuk ah kita pulang. Kasihan nyokap kita berdua nunguin kita," ajak Ivan seraya mengenggam jemari Dian dengan kuat. Dian berusaha melepaskan diri namun seberapa kuat usaha Dian tak membuat Ivan melepaskan genggamannya. Dengan terpaksa Dian pun akhirnya mengikuti Ivan dengan wajah ditekuk persis seperti cucian baju yang belom digosok.

*****

Ivan dan Dian, sepasang remaja yang dipertemukan karena takdir yang begitu sederhana. Ivan seorang siswa yang berumur 14 tahun namun telah duduk di kelas 3 SMA. Karena kepintarannya dia mampu melewati beberapa tingkat sekaligus tanpa kesulitan berarti.  Ivan yang mempunyai sifat pendiam, disiplin, tegas, sulit bergaul dan percaya kepada orang lain, suka olahraga renang dan catur.

Sedangkan Dian bukanlah siswi yang bodoh, hanya karena salah pergaulan Dian menjadi anak yang pemalas dan kurang disiplin. Hal ini dikarenakan Dian terlahir sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara yang mana kedua kakaknya adalah laki-laki. Dian sangat dimanja oleh keluarganya, apapun keinginana Dian akan dituruti. Namun saat Dian sudah menginjak kelas 3 SMA peraturan di rumahnya diperketat bahkan di sekolah juga. Setiap hari Dian harus berangkat dan pulang bersama Ivan. Setelah pulangpun Dian masih harus belajar bersama Ivan. Jika Dian tidak mau menurut dengan semuanya maka semua fasilitas yang diberikan kedua orang tuanya harus ditinggalkannya, tanpa terkecuali. Dian pun harus mau hidup di sebuah panti asuhan yang dikelola oleh keluarga besarnya. Ancaman yang sukses membuat Dian ngambek berbulan-bulan dan mau tak mau harus dipatuhi.

Dalam hati Dian tahu semua yang dilakukan kedua orangtuanya tak lebih untuk masa depannya kelak. Maka dari itu Dian pun mau melakukan semuanya dengan senang hati. Kebersamaan yang terjalin dengan Ivan selama satu tahun menumbuhkan benih-benih cinta di hati Dian. Cinta yang tak pernah dia sadari hingga perpisahan itu terjadi.

****

"I.. Van... lo kok ... tega sih sama gw? Kenapa lo pergi? Kenapa lo mesti kuliah jauh-jauh? Terus nanti gw belajar sama siapa? Katanya... katanya lo selalu ada untuk gw. Tapi apa buktinya? Lo malah pergi ninggalin gw. Terus nanti yang jadi kacung dan algojo untuk gw siapa??” rengek Dian manja saat mengantarkan Ivan di bandara Soetta. Ivan yang sedari tadi memperhatikan Dian hanya bisa tersenyum. Dibelainya rambut Dian pelan, penuh kasih sayang.

“Lo itu udah gede non masa masih nangis gini sih malu tuh diliatin sama anak kecil daritadi. Jaman sekarang kan banyak cara untuk tetap berhubungan bisa lewat telpon, internet bahkan kalo lo mau lo bisa nyusul gw hehehehe. Lagian yang mau ngajari lo, yang mau jadi  algojo dan kacung lo banyak kok dah pada antri tuh temen-temen cowok kita,” jelas Ivan dengan sedikit candaan yang bahkan tidak mampu memubuat Dian tersenyum.

“Bodo!!! Gak sama tau!!!” bentak Dian dengan suara serak membuat Ivan tertawa.

“Udah ah... Gw janji bakal cepet balik kesini, okey.” Janji Ivan seraya mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Dian.

"Janji jangan lama-lama disana, kalo perlu besok lo udah disini lagi." Ujar Dian yang sukses membuat Ivan terbahak-bahak. "Ivan... Kok ketawa, gw kan lagi marah." Ujar Dian dengan mulutnya yang dikerucutkan dan juga muka yang memerah. Dian tak lupa mendaratkan sebuah cubitan ke pinggang Ivan.

"AAAAWWWWWW!!!" Teriak Ivan kesakitan. "Sakit tau," gerutu Ivan sambil terus memegang tempat dimana Dian menyubitnya yang sekarang berwarna merah. Sementara Dian hanya menjulurkan lidahnya, kepuasan tampak di wajahnya karena berhasil menyubit Ivan.

Ivan yang tak dapat menahan lagi perasaannya kepada Dian tanpa izin daria Dian, Ivan merengkuh Dian ke dalam pelukannya. Dian tak dapat menyembunyikan keterkejutan di wajahnya namun ia bingung apa yang harus diperbuatnya. Sehingga ia hanya membalas pelukan Ivan dengan ragu.

“Sally Ardiani Zalika, gw cinta lo. Lo satu-satunya wanita yang pengen gw nikahin kelak...” bisik Ivan di telinga Dian. Lagi, Ivan membuatnya terkejut dengan pernyataan cintanya yang tak pernah Dian sangka-sangka. Lama mereka berpelukan hingga Ivan yang melepaskan pelukannya terlebih dahulu.

Ivan memandang Dian yang hanya menatap kosong kearahnya, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Ivan mendekatkan wajahnya, hidungnya bertemu hidung Dian, keningnya bertemu dengan kening Dian. Satu langkah lagi, Ivan akan mencuri first kiss Dian. Dengan sabar Ivan memperhatikan reaksi Dian namun Dian hanya diam, tak menolak dan tidak juga menerima. Hanya keheningan yang tercipta diantara mereka berdua.

Keheningan yang mampu membuat keduanya dapat mendengarkan debar jantung masing-masing. Debar jantung yang sekarang entah memainkan irama apa yang jelas irama jantung mereka tak beraturan. Merekapun seperti sedang berebutan oksigen yang ada. Hingga akhirnya lagi-lagi Ivan yang memecah keheningan dengan satu hembusan nafas pelan lalu....

Ya Ivan mendekatkan mulut keduanya pelan dan lembut namun mampu membuat Dian terkejut lagi. Mata Dian terbelalak melihat apa yang Ivan lakukan. Senang, bingung, terkejut, kesal, semua rasa terkumpul menjadi satu seperti nano-nano. Lidah Ivan kian lama kian memaksa mulut Dian untuk terbuka. Ketika akhirnya mulut Dian terbuka, Ivan mengaitkan lidahnya dengan lidah Dian. Terkadang bibir bawah Dian digigitnya hingga membuat Dian mengerang. Inilah ciuman pertama Dian, sensasi baru yang ia rasakan bersama seorang pria. Dian tak hanya menerima ciuman Ivan, beberapa kali ia melakukan hal yang sama kepada Ivan. Walau dengan kemampuannya yang terbatas, Dian mampu membuat Ivan mengerang juga.

Entah berapa lama ciuman itu terjadi, sedetik, semenit, sejam entahlah. Mereka berdua tak ada yang menyadarinya hingga Ivan melepaskan ciuman tersebut. Namun dahi dan hidung mereka masih menempel satu sama lain, tangan Ivan masih menggenggam bahu Dian. Seakan mereka saling berpegangan untuk mencari keseimbangan, menenangkan debar jantung mereka. Menemukan kembali irama jantung yang dapat menentramkan jiwa mereka.

“Maaf... “ kata Ivan singkat. Dian menggeleng.
“Tak ada yang perlu dimaafkan.” Jawab Dian masih dengan menyembunyikan wajahnya, rona merah masih jelas terlihat di wajahnya. Senyum malu terukir di kedua wajah insan tersebut.

“Love you always my princess...” suara Ivan terdengar sangat merdu di telinga Dian yang memang sedang dimabuk asmara. Dian mengangguk. Ivan menunggu jawaban Dian dengan penuh ketidaksabaran. Tapi Dian hanya diam saja, Dian bingung mesti menjawab apa. Karena Dian sendiri bingung dengan perasaannya, ia tidak bisa mendefinisikan perasaannya sendiri.

“Dian...” panggil Ivan lembut sambil tangannya mengangkat dagu Dian. Memaksa Dian untuk menatapnya, mencari jawaban di mata Dian yang hijau. “Apa jawaban lo?” tanya Ivan yang merasa sudah tidak sabar lagi.

Dian yang merasa canggung segera melepaskan genggaman Ivan, tangannya dikaitkan di depannya. “Harus dijawab sekarang ya, Van?” tanya Dian polos.

“Ya iyalah Dian masa nunggu tahun depan sih.” Jawab Ivan kesal sambil mengacak-acak rambutnya. Dian tersenyum melihat tingkah Ivan.

“Ng... mmm... Gak boleh besok atau gak kapan gitu...” Dian masih berusaha untuk mengulur waktu agar tidak menjawab pertanyaan Ivan. Ivan menggeleng, Dian mendengus pasrah.

“Perhatian-perhatian... Kepada para penumpang tujuan Belanda segera.....” tiba-tiba suara pengumuman terdengar. Dian benar-benar merasa diselamatkan oleh suara itu. Dian membuang nafasnya, bahunya diturunkan sedikit, perasaan lega menghinggapinya. Ivan yang melihat reaksi Dian makin frustasi.

“Ya udahlah percuma juga gw nunggu disini, lo gak mau jawab juga. Mending gw masuk ke dalam.” Ujar Ivan seraya bangkit dari tempat duduknya berniat untuk melangkah masuk ke dalam.

Tapi sebuah tangan menariknya, membuatnya berputar menghadapi sang empunya tangan tersebut. Belum sempat Ivan mengeluarkan kata-kata sebuah ciuman mendarat di bibirnya, lembut. Ivan secara refleks mendekatkan tubuhnya, tangannya merengkuh tubuh mungil di depannya. Tangan yang tadi berada di lengannya mulai naik ke atas, berada di rambutnya.  Keduanyapun akhirnya melepaskan ciuman tersebut. Mereka saling memandang tanpa ada yang bersuara.

“Jadi?” tanya Ivan.

“Jawabannya nanti pas lo balik kesini.” Jawab Dian dengan sebuah senyum rahasia untuk Ivan.

“Kenapa gak sekarang sih Di?” tanya Ivan kesal yang merasa dipermainkan oleh Dian. Dian menggeleng, senyum rahasiapun masih menghiasi bibir indahnya.

“Jadiin motivasi lo supaya cepet selesai kuliah dan supaya lo cepet balik kesini.” Kata Dian seraya melepaskan pelukannya. Tanpa sadar mendorong Ivan untuk segera berangkat.

“Okey gw bakal cepet nyelesein kuliah. Gw tagih janji lo pas gw balik kesini.” Ivan menyerah, dia tau akan sia-sia jika berdebat dengan Dian. Yang ada bukan jawaban yang diinginkannya justru ia akan mendapatkan jawaban yang tidak diinginkannya. Dian mengangguk.


Ivanpun melangkah masuk namun sebelumnya Ivan telah berhasil mencium bibir, pipi dan kening Dian. Dian hanya tertawa melihat semuanya. Entah kapan cinta telah hadir di hati keduanya. Yang pasti perpisahan ini teramat menyakitkan untuk keduanya. Airmata tak berhenti mengalir di pipi Dian. Rona kesedihan tampak di wajah keduanya. Cinta yang baru disadari Dian kini harus diuji kekuatannya oleh rentang jarak dan waktu.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

mb thyy ini cerita baru??

huaa.
ifil kapan dilanjuuut?

Fathy mengatakan...

Gak Ka ini crta sampe disini aja hehehe...

Kiannya lagi ngambek jadi masih ngerayu dulu hihihihi....

Ƙǻªªªßoº°˚˚°ºoƦ sebelum dilempar cheery n eka


Cherry °·♡·♥τнänkчöü♥·♡·° ya non (˘⌣˘)ε˘`)
Kiss eka juga biar gak dilempar (˘⌣˘)ε˘`)

meyke AD mengatakan...

BABYHIUUUUUUUUUUUUUUUUU
ehem,,cium2an di bandara yahhhh
mau dongggggggg
awas ditangkep sekuriti tuh si Ivan,,ga jadi ke Belanda tapi dikawinin deh
hehehehee

nice story sayyy