Sabtu, 06 Juli 2013

RELEASE YOU


“Kita selesai!”
dan klik. Sambungan telepon itu terputus begitu saja. Aku bahkan masih belum mencerna maksud dari perkataannya dengan benar. Otakku kosong, mataku terbuka lebar tak berkedip, keningku sedikit berkerut, bingung. Ada apa ini? Apa? Kenapa? Apa yang ia katakan? Dan masih ada beribu tanda Tanya di dalam benakku, yang tampaknya sedikit meragu untuk mendapat sebuah jawaban.
“Vey… kamu kenapa?” Tanya sahabatku yang duduk tepat di sampingku, ia mengibaskan tangannya di depan mataku. Membuatku sejenak tersadar.
“Aku harus pergi.” Ujarku linglung, kemudian beranjak dari kursiku, tak ada satu bendapun yang ku bawa, seluruh isi tasku masih berserakan di meja, bahkan buku pelajaran ku masih terbuka lebar, tapi aku seakan lupa pada semuanya, yang ku ingat hanya handphone di tanganku, bahkan aku pun melupakan sosok bu Tia yang tengah menatapku geram dari balik meja guru.
Aku berjalan dengan kepala kosong menuju perpustakaan. Satu-satunya tempat yang kosong ketika jam pelajaran sedang berlangsung. Kemudian dengan cepat menekan tombol angka-angka yang sudah ku hafas di luar kepala pada ponselku, “Dimas, ada apa?” tanyaku ketika nada dering di sebrang sana berhenti. Dimas mendesah perlahan, tampak lelah atau mungkin kesal, aku tidak terlalu menyadarinya.
“Dengar Vey, aku mau kita putus.”
“Putus?!!?” pekikku kaget, seakan baru saja mendengar kata-kata itu di sepanjang hidupku. “Kamu pasti bercanda.”
“Aku serius. Aku muak, aku lelah, aku butuh waktu untuk diriku sendiri.”
“Tapi aku sayang kamu…” bisikku perih. Dimas tertawa mencibir di sebrang sana. “Kita baru saja jadian kembali satu minggu setelah putus bulan lalu…” rengekku.
“Ya! Satu minggu, dan itu cukup meyakinkan diriku sendiri, kalau aku memang sudah nggak sayang kamu Vey. Aku muak dengan sikap kekanakan kamu yang selalu menuntut perhatian.”
“Aku minta maaf, aku janji nggak akan menuntut apapun lagi dari kamu.”
“Ah bullshit. Aku tau kamu. Kamu pasti akan selalu begitu, pengekang, manja dan super menyebalkan. Kamu pikir aku nggak punya pekerjaan lain selain mengurusi rasa manjamu itu, hah?! Aku adalah kapten basket, aku juga sibuk. Dan keberadaan kamu itu menggangguku.”
“Dimas…”
“Kita putus!” teriaknya dan klik. Lagi-lagi ia memutuskan sambungan teleponnya setelah mengucapkan kata menyakitkan itu. Tapi kali ini aku tidak lagi ternganga bingung dengan kata-katanya. Aku tau betul apa yang ia maksud, dan itu  membuat dadaku terasa begitu perih, begitu sesak. Berkali-kali aku mencoba kembali menghubungi handphonenya, namun ia sama sekali tidak menjawab. Kelima kalinya aku menghubungi telepon itu, ia mematikannya. Membuatku merasa terpuruk dan putus asa, putus harapan hingga rasanya aku lebih memilih mati dari pada menjalani rasa perih ini.
***
Hari-hari indahku yang singkat itu sudah sepenuhnya berakhir, tidak ada lagi pelangi di mataku, semuanya berubah menjadi mendung yang menyelimuti pandanganku. Aku tau ini berlebihan, tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku tidak bisa berhenti mencintainya begitu saja. Dia adalah kekasih pertamaku, sosok yang paling ku cintai sejak pertama kali aku mengenakan seragam putih abu-abu ini. Aku tidak terbiasa tanpanya, aku merindukan semua kisah manis kami. Aku merindukan pesan-pesan singkatnya yang terkadang tampak begitu romantis, aku merindukan suaranya ketika memanggil namaku, aku merindukan senyumannya ketika menatapku. Aku merindukannya!!
Beribu kali aku mencoba menghubunginya, namun semuanya tampak sia-sia. Terakhir kali aku menghubungi ponselnya, kakaknya lah yang mengangkat, mengatakan dengan sinis bahwa Dimas tidak lagi ingin berbicara dan berhubungan denganku.
Jangan Tanya tentang perih. karena rasanya aku sudah menghabiskan sebagian stok air mataku untuk menangisinya, mengisi doa-doaku dengan namanya, menuliskan kisah-kisah penuh air mata di buku diariku dengan sosoknya. Aku merindukannya!!!

Hari ini, tanggal 14 February, kami sudah merencanakan untuk merayakan hari valentine berdua, tapi tentu saja itu tidak akan pernah terjadi. Kebetulan hari ini adalah hari ulang tahun sekolahku, dan pihak sekolah selalu membuat festifal hari kasih sayang untuk memperingati hari jadinya sekolahku. Sebenarnya ku rasa itu hanya sebuah trik yang diadakan untuk memantau kegiatan siswa dan siswinya di hari valentine. Aku tidak tau, dan aku juga tidak peduli.
Festival hari kasih sayang itu dibuka untuk umum, dan tentu saja super menarik, karena selain mendirikan stand-stan bazaar, kami juga menampilkan band sekolah, dan beberapa band indi. Selalu meriah di setiap tahunnya. Sebagai siswi kelas 2 SMA aku bertugas menjaga stand bazaar makanan di bagian samping panggung.
“Vey, lihat siapa yang datang…” Risa menyikut tanganku ketika kami tengah merapihkan permen-permen lollipop beraneka warna. Aku menegakan tubuhku dan mengikuti arah pandangannya. Dan betapa terkejutnya aku ketika mendapati sosok Dimas di depan meja kami. Seorang gadis berambut panjang tampak bergelayut manja di lengannya, bagai seekor monyet betina yang menggunakan terlalu banyak lipstick. Membuatku mual setengah mati.
Mataku mulai memanas ketika pandangan kami bertemu. Sebisa mungkin aku membuat air mukaku tetap datar, tetap dengan mimic seorang penjaga stand bazaar yang ramah.
“Dimas…” panggilku lirih. Gadis berambut panjang itu menaikan sebelah alisnya, kemudian melirik Dimas dengan gerutuan manjanya.
“Kamu mengenal dia sayang?” tanyanya dengan suara yang dibuat selembut mungkin. Aku menatap Dimas penuh harap, berdoa agar ia segera mengangguk, dan melepaskan gelayutan gadis aneh itu, kemudian meraih tanganku, menggandengku, membawaku kesebuah tempat dimana aku bisa mengutarakan rasa rinduku padanya.
Tapi ia menggeleng, dan hatiku hancur.
“Tapi dia mengenalmu…”
“Siapa yang nggak mengenal aku? Aku kan kapten basket di sekolah kita, mungkin dia salah satu penggemar fanatikku. Sudahlah Kamu mau apa, rasa stroberi atau melon?”
Aku ternganga tidak percaya, telapak tanganku terasa perih karena terlalu keras mengepal, dadaku sesak menahan tangis. Tiba-tiba Risa menarik lenganku, mendorongku dan membalikan tubuhku. Menghadapkanku pada meja penuh dengan cupcake yang belum ditata.
“Ada yang bisa aku bantu?” tanyanya sinis.
“Aku mau yang rasa melon itu…” rengeknya manja.
“Oh, ini dua puluh ribu.” Ujar Risa dengan senyuman miringnya, aku mengernyit di belakangnya. Bukankah semua lollipop itu hanya berharga 5.000 rupiah??
“Yang benar saja, lollipop ini 20.000?” Tanya Dimas terkejut. Risa terkekeh pelan.
“Ups maaf, aku tidak tau jika seorang kapten basket tidak mempunyai uang sebanyak itu untuk membeli sebuah permen lollipop. Sudahlah, anggap saja aku bersedekah. Kau, ambil saja ini. Aku sedang baik hati, kalian segera pergilah, aku tidak ingin aura negative kalian menyelimuti stand kami.”
“Kamu…” geram Dimas marah. Namun bertepatan dengan itu salah satu guru kami datang, dan menciutkan kemarahan Dimas.
“Dasar kambing.” Bisik Risa sinis, dan aku terkekeh serta menangis di saat yang sama.
***
Aku menghela nafas panjang untuk yang ketiga kalinya, mencoba menenangkan rasa gugupku. “Raveline, sudah waktunya…” ujar seorang gadis berseragam hitam dengan earphone di telinganya. Aku mengangguk dan tersenyum ramah padanya, kemudian berjalan mengikutinya ke belakang panggung.
“Vey??!” panggilan itu mendadak menghentikan langkahku, dua orang pria besar yang berjalan di kedua sisiku turut berhenti dan menoleh ke belakang. Mataku menyipit ketika menyadari siapa yang sudah memanggilku. Sosok itu sedikit membungkukan tubuhnya, tangannya memegang dadanya, dengan nafas yang tersenggal-senggal, tampak ia baru saja berlari jauh. “Vey… astaga, aku tidak bisa percaya kalau akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi.”
“Lagi?” tanyaku bingung.
“Vey, aku Dimas…” ujarnya penuh semangat.
“Kau mengenalnya?” Tanya salah satu pria di sampingku. Aku menaikan sebelah alisku, dan menggeleng.
“Raveline adalah seorang penyanyi terkenal, orang-orang sudah barang tentu mengenalnya, tapi ia belum tentu mengenal mereka. Mungkin ia hanyalah salah satu penggemar fanatiknya.” Ujar seorang gadis berkaos ungu muda yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku. Aku menatap terkejut kepadanya, namun ketika melihat senyuman miringnya yang khas, aku hanya bisa ikut tersenyum tipis.
“Tapi aku mantan kekasihmu 3 tahun yang lalu, bagaimana kau bisa melupakanku???! Vey, aku minta maaf… dulu aku melakukan kesalahan yang fatal dan menyia-nyiakanmu. Itu adalah kebodohanku, aku benar-benar minta maaf… tapi tidak bisakah kita kembali bersama seperti tiga tahun yang silam?” tanyanya ketika aku berbalik dan meneruskan langkahku ke panggung.
Aku tersentak kaget mendengar perkataannya, kemudian menghentikan langkahku lagi. Risa menggeleng pelan kepadaku, jelas tidak setuju dengan apa yang akan ku lakukan. Namun sebisa mungkin aku menunjukan sebuah tatapan yang meyakinkan, hingga akhirnya ia mendesah pelan dan melepaskan lenganku.
“Dengar, aku mungkin pernah sebodoh itu, dulu. Tapi saat ini, aku tidak akan pernah kembali berhubungan dengan seekor kedelai dan mengikutinya untuk jatuh ke jurang yang sama kesekian kalinya.” Tuturku sinis. Dimas tampak terkejut mendengar penuturanku. Matanya membulat, dengan mulut ternganga lebar. Apa dia benar-benar berpikir bahwa aku masih gadis yang lemah seperti 3 tahun yang lalu?? Well konyol.
“Oya, dan satu lagi. Namaku Raveline, bukan Vey.” Ujarku sebelum kembali berbalik dan meneruskan langkahku menuju panggung besar tempatku mengadakan konser tunggal untuk yang ketujuh kalinya di tahun itu.


***
Aku pernah mencintainya, begitu dalam. Hingga membuatku terbiasa terinjak-injak oleh keangkuhannya,
Tapi saat ini, ketika waktu telah menamparku, aku berhenti. Merasa lelah tersakiti.
Aku masih mencintainya, aku hanya tidak ingin lagi berhubungan dengannya, kemudian menyeretku masuk ke dalam jurang yang sama dengan keledai yang sama pula untuk kesekian kalinya.
***
I used to build you up, to watch you tear me down
I always let u in, and let you to kick me out
You used to make me laugh, but now you make me sick
Thought you were just so dope, but now you full of shit

Coz all day, and all night, I would take all your shit.
Ya all day and all night, but I’m over it.
It’s all good ya Baby, it’s alright. I’m release you tonight
It’s all cool no need to think twice.
I’M RELEASE YOU!
GOODBYE

You said you need your space, how about a 1000 miles?!
How about I change the locks, in case you change your mind.
I waited patiently for you to come around,
I used to hold it in, but now I’m freaking out!

Hey baby I know I’m good without you

Hey baby I never think about you!

MEGAN&LIZ-RELEASE YOU


0 komentar: