Kamis, 04 Juli 2013

PELANGI HITAM PUTIH -18-

RAIHAN


Ku pandang rembulan itu tanpa berkedip, mencoba mencari titik pusat pada keindahan itu. Berharap aku bisa meraihnya dan memberikannya pada sosok indah yang tidak pernah bisa hilang dari benakku walau sekejap. Aku menoleh pada David yang sedari tadi berdiri di belakang kursi rodaku. Wajahnya yang datar begitu pandai menyembunyikan kerutan cemas di antara kedua matanya. Namun aku sudah terlalu lama bekerja bersamanya, hingga aku bisa merasakan kecemasan itu, bukan melihatnya. Aku menoleh pada sosok lain berkaca mata yang berumur dua kali lipat dari umurku. Ia membetulkan letak kaca matanya dengan gelisah. Menggenggam erat tablet pc di dekapannya.
“Bagaimana mungkin saham kita bisa jatuh separah ini?” tanyaku datar. Pria tua yang dipanggil Beni itu kembali membetulkan posisi kaca matanya, yang bahkan tidak bergerak satu senti pun dari pangkal hidungnya, seakan memang sudah ditempel di sana, sesuai dengan wajahnya yang selalu terlihat cemas.
“Mr.Chad menarik investasinya, dan menggagalkan tender kita.” Ujar Beni gugup. Aku mulai merasa marah ketika mendengar nama itu. “Dia sepertinya tau tentang proyek pembangunan hotel di Paris itu, dan memutuskan untuk ikut terjun dalam pihak oposisi.”
Aku melirik Lucky yang berdiri dengan kedua tangan di dalam saku jeansnya, matanya menatap langit malam yang kelam, menatap rembulan, menatap kesunyian. Wajahnya yang kaku tak berekspresi terus tengadah meneliti gelapnya langit malam itu. membuatku enggan berbicara banyak.
“Kau tau apa yang dia inginkan.” Ujar Lucky tiba-tiba. Aku menggeram kesal. ia menoleh kepadaku, wajahnya tetap datar, namun aku bisa melihat kilatan amarah di matanya. “Kau tau.” Bisiknya dingin. “Dia tidak akan melepaskanmu.”
“Aku tidak bisa melakukannya.”
“Jangan membahayakan dirimu sendiri!” bentak Lucky keras. Aku bisa melihat Beni tua yang malang tersentak kaget mendengar teriakannya. “Dia tidak pernah main-main.”
“Tapi aku tetap tidak bisa melakukannya.”
“Seharusnya kau memikirkan hal itu sebelum memutuskan untuk berhubungan dengan mafia bejat itu!” ujar Lucky geram kemudian berlalu pergi dari ruanganku dengan langkah kasar.
“Haruskah kita menghubungi tuan Darmawan?” Tanya David. Aku ingin mencibir pada kata-katanya, namun pada akhirnya aku hanya menggeleng tanpa memandang wajahnya. “Tuan… telepon dari Mr. Chad.” David mengulurkan ponselnya kepadaku. Aku menyipitkan mataku, sekeras mungkin mencoba menahan emosiku, kemudian meraih ponselnya.
“Christopher Reynaldi… ah… betapa sulitnya menghubungimu.”
“Apa yang kau inginkan?!”
“Kau tau apa yang ku inginkan… sesuai perjanjian awal kita.”
“Aku sudah membatalkan perjanjian itu. dan aku sudah membayar seluruhnya.”
“Kau membatalkan secara sepihak, aku bahkan belum melihat surat-surat itu. Dan kau tau, aku tidak membutuhkan uangmu.” Aku menggeram ketika mendengar suara angkuh itu. “Berikan apa yang menjadi bagianku, dan aku akan membiarkanmu hidup.”
“Jangan pernah bermimpi!”
“SStt… anak muda… sudah habis rasanya waktumu untuk bermain-main. Kalau kau tidak memberikannya, maka aku yang akan mengambilnya dengan caraku.” Ujarnya santai, namun aku bisa merasakan berjuta ancaman di balik semua kata-katanya. “Dan satu lagi, kau harus ingat bahwa aku bisa dengan mudah menghancurkanmu anak muda, bahkan menghancurkan orang-orang di sekelilingmu, menghancurkan hatimu yang kini tengah berbunga-bunga karena gadis itu…” ujarnya sarkastis. Mataku terbelalak lebar, jantungku mulai berdetak melebihi batas normal. “Ah… masa muda,” gumamnya. “Aku juga pernah melaluinya. Untuk orang sepertimu, mungkin kau membutuhkan waktu lima bulan untuk kembali pulih setelah melihat kekasihmu di tembak mati tepat di depan matamu.”
“Brengsek!”
“Tapi aku akan membuatnya lebih menyakitkan… itu keahlianku…” bisiknya penuh ancaman sebelum mematikan sambungan teleponnya. Aku merasakan tubuhku bergetar karena amarah yang memuncak, rahangku mengeras, mengeluarkan suara geraman yang tidak lagi bisa ku tahan, mataku nanar menatap guratan-guratan halus meja di hadapanku.
“Hubungi kakek!” teriakku kalut.

***

3 komentar:

Unknown mengatakan...

ya ampun ada apa ini ?
udah jatuh tertimpa batu pula si Rai, gregettt yang panjang sih mbak
*puppy eyes wkwk-

Fathy mengatakan...

Waduh kenapa jdi tb2 da mafia??

Semoga mafia itu mati ketabrak semut setruk hehehehehe

°·♡·♥τнänkчöü♥·♡·° ya zia cantik...
Ditunggu kelanjutank'a (˘⌣˘)ε˘`)

Unknown mengatakan...

maaf yah, aga membingungkan... tapi bahasan tentang mafia ini sebenernya udh pernah di singgung di cerita chaya cinta, tapi ga terlalu jelas.. :)

terima kasih yang sudah mampir... :)))