Kamis, 20 Juni 2013

PELANGI HITAM PUTIH -14-

ZAHRA


Well, aku pada dasarnya sangat mempercayai adanya sebuah karma kehidupan. Sewaktu kecil ibu selalu memperingatiku untuk menjaga bicaraku agar kelak tidak terjatuh karena kata-kataku sendiri. Ah tapi, aku toh memang tidak pernah terjatuh pada kata-kataku. Aku tetap bisa berdiri tegar memegang perkataanku. Buktinya sampai saat ini aku masih bisa kuat melihat kebersamaan keluarga kecil Raka yang manis itu.
Hari-hari selanjutnya benar-benar terasa berbeda. Tapi aku yakin itu karena keberadaan Anna dipanti. Bahkan tak jarang tante Luna juga datang untuk mengunjungi kami, mengunjungi putranya. Meski pada saat itu Raihan akan menekuk wajahnya sedemikian rupa, bagai seorang bocah yang tengah menginjak masa-masa remajanya, merasa malu ketika ibunya datang. Konyol memang namun itu adalah bagian favoritku. Raihan akan menjadi lebih pendiam, hanya berbicara jika ditanya, benar-benar saat-saat yang paling menggelikan. Aku sampai tidak percaya jika ia merasa malu karena mendapat kunjungan dari ibunya sendiri.
Sesekali kakek Darmawan datang menemani tante Luna, namun ia tidak pernah tinggal terlalu lama. Setelah melakukan perbincangan serius mengenai pohon tomat barunya bersama Aisah dan Anisa, ia pasti akan segera berangkat kembali. Dan aku merasa semangat Raihan akan bertambah besar setiap kali ia bertemu dengan kakek Darmawan. Seakan kakeknya sengaja membawakan bulir-bulir pil penyemangat di dalam saku jasnya, yang bisa ia berikan pada cucunya sewaktu-waktu. Tapi aku menyukai sikap Raihan setelah itu, ia seakan memancarkan aura positif yang entah bagaimana mampu menghibur orang-orang di sekelilingnya.
Di pagi hari, Raihan akan menceritakan sebuah kisah konyol tentang pelaut, atau pilot, atau apapun itu. kisah yang benar-benar membuatku tidak habis pikir bagaimana bisa ia mengarang semua itu. kisah-kisah itu terlalu klise untuk menjadi nyata, meski ummi selalu mendukungnya bercerita karena kandungan moral di setiap ceritanya. Oke. Jadi setelah menjadi pembicara biologi, ia merambah juga menjadi pendongeng, dan sialnya tidak sampai di situ. Kemampuan ia bermain music benar-benar membuat bocah-bocah itu kian lengket dengannya. Raihan hampir bisa memainkan seluruh alat music.
Pada minggu pertama di bulan Desember, aku, Raihan dan beberapa anak panti pergi ke toko music untuk membeli beberapa alat music lain, yang bahkan pada awalnya aku sama sekali tidak tau bagaimana cara memainkannya. Raihan meminta setiap anak untuk memilih alat music apa yang ingin mereka pelajari, lalu dengan sabar ia akan mengajari satu-persatu dari mereka. Aku benar-benar menyukai sosoknya ketika berada di tengah-tengah anak-anak itu. wajahnya yang angkuh akan mencair, melembut dengan sorotan mata sejuk, tawanya yang renyah kerap terdengar di antara tawa bocah-bocah itu, dan suara merdunya selalu terdengar mengalun indah ketika menyanyi untuk anak-anak itu di sore hari.
Bibit apel yang ia dan anak-anak simpan pun mulai menunjukan kecambah kecilnya, dengan bantuan kakek dan pasukan kecilnya, ia menanam biji-biji itu pada sepetak tanah yang subur. Menyiraminya setiap hari, mengukur panjang kecambahnya setiap enam jam sekali. Well, aku menyebut hal ini sebagai sebuah kebodohan mutlak! Walau bagaimanapun kecambah itu baru tumbuh setelah 24 jam, dan ia memeriksanya setiap 6 jam, entah pil semangat apa yang ia telan di setiap harinya.
Tapi semangatnya yang menggebu-gebu selalu menjadi pemandangan yang indah. Senyuman penuh kebahagiaannya, tawa renyahnya, bahkan tatapan jenakanya…
Kecuali untukku, tentu saja!
Aku masih membencinya. Aku tidak akan pernah memikirkan hal-hal tentangnya. Aku selalu memilih jalan lain ketika tidak sengaja berpapasan dengannya, aku akan menghindarinya, atau berpura-pura tidak memperdulikannya. Aku tidak akan menoleh ketika ia memanggil, aku akan menjauh ketika ia mendekat. Dia masih menjadi sosok yang angkuh dan super menyebalkan untukku. Sosok yang selalu ingin aku hindari. Aku sendiri masih tidak mengerti bagaimana mungkin ummi dan yang lainnya bisa dengan mudah menerimanya. Bahkan ibu Diah pun tampak mencintainya!
Mereka, bocah-bocah itu, membicarakannya siang dan malam, mengikutinya kemana pun ia pergi. Memintanya menyanyi, mendongeng, dan melakukan hal lain yang hanya akan membuat kepalanya terangkat semakin tinggi! Dan itu membuatku muak setengah mati. Ia menjadi sosok yang super sibuk saat ini, mengajari anak-anak ini dan itu, bernyanyi bersama mereka, pergi dengan mereka, bahkan kini berkebun dengan mereka!
Aku benar-benar membencinya!

“Hey,” aku tersentak kaget ketika mendengar panggilan di sampingku. “Aku pikir kau patung. Kau benar-benar asyik dalam lamunanmu. Apa yang kau lamunkan?” Tanya sosok cantik Risa seraya duduk di sampingku. “Ingat ini kantin, kalau kau sampai kerasukan di sini, aku yakin kau akan menjadi trending topic yang menghebohkan.” Bisiknya di telingaku. Aku meringis kikuk, dan ia tertawa geli. “Menunggu telepon seseorang?” tanyanya seraya melirik ponsel yang berada di genggamanku. Aku menggeleng dengan kikuk, dan untuk sesaat aku merasakan wajahku memerah. Tepat pada saat itu Andhini dan Hana menghampiri kami. Andhini membawa segelas lemon kesukaannya, dan Hanna membawa sebuah nampan berisikan semangkuk mie rebus, dua potong donat coklat, dan air mineral. Aku meringis menatap porsi makan kedua sahabatku yang benar-benar diluar ambang batas.
“Ada apa dengan wajahmu?” Tanya Hanna setelah berhasil meletakan semua bawaannya di atas meja dengan selamat. Ia meneliti wajahku dengan seksama. “Apa kau jatuh cinta?” tanyanya lugu. Aku menepis tangannya dengan risih.
“Aku? Jatuh cinta?! Kau pasti bercanda!” ujarku seraya menyeruput jus alpukat kesukaanku. Kemudian ketika ponselku berdering, sontak aku langsung tersenyum lebar, kemudian berlalu pergi begitu saja, meninggalkan ketiga sahabatku dengan pandangan aneh mereka.
***
“Halo.” Jawabku pada deringan ke dua.
“Wow…” suara di sebrang sana terdengar sedikit terkejut, membuat sebelah alisku terangkat heran. “Sepertinya kau membawa ponselmu kemanapun,” ujarnya. “Atau kau memang sedang menunggu teleponku.”
Astaga… desisku pelan. “Dengar, aku memang sedang bermain game ketika kau menelepon, jadi aku langsung mengangkatnya, agar aku bisa segera menutupnya lagi. Kau menggangguku. Kau tau itu?!” tudingku dengan wajah memerah.
Sosok di sebrang sana terkekeh pelan, “Kau benar-benar tidak berpengalaman dalam berbohong nona cantik.” Ujarnya santai, wajahku terasa bertambah panas. “Sejak kapan kau suka bermain game. Lagi pula, tidak ada satupun game di ponselmu.” Ujarnya, nada suaranya yang begitu santai membuat tubuhku membeku. Aku mendengus kesal, mencoba menyembunyikan rona wajahku.
“Apa pedulimu!” elakku ketus, dan ia kembali tertawa.
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanyanya lebih serius. Aku mengerucutkan bibirku, mataku nanar menatap lapangan parkir di depanku.
“Aku di kampus, tentu saja aku sedang belajar!”
“Berbohong lagi…” gumamnya, aku bisa mendengar senyuman geli dari suaranya. Dan itu membuatku mulai lemas karena merasa kalah. “Kau pasti sedang memikirkanku.”
“Kau pasti gila!”
“Aku tau.” Jawabnya pelan. “Karena aku juga tidak bisa berhenti memikirkanmu.” Tubuhku membeku mendengar kata-katanya lagi, lututku mulai terasa tidak bertenaga. “Baiklah, aku tidak ingin mengganggumu lagi. Sampai bertemu dipanti,”
“Eh, tunggu.” Panggilku. Ia berdeham pelan. “Apa kau tidak akan meneleponku lagi nanti malam?” tanyaku ragu. Dan tawa di sebrang sana semakin menggema.
“Tentu jika kau menginginkannya tuan putri. Aku akan melakukan apapun untukmu. Selalu ingat hal itu.” Ujarnya tegas, aku yakin ia mengatakan itu sambil tersenyum, karena entah bagaimana kelembutan senyumannya bisa menenangkan gemuruh jantungku yang tidak menentu. Kemudian ia mengucapkan salam perpisahan lalu menutup teleponnya.
Aku masih mematung dengan ponsel di telingaku meski sudah lima menit sosok di sebrang sana mematikan teleponnya. Namun aku masih ingin mengenang suaranya, mengenang kata-katanya lebih lama lagi.
Astaga! Apa yang terjadi padaku?! Apa yang baru saja aku katakan?! Mengapa aku masih berdiri di sini seperti idiot?! Aku pasti sudah gila.
Kumasukan ponsel itu ke dalam saku rokku, kemudian berjalan tergesa menuju lift dengan kekesalan yang tidak menentu.
Tidak aku tidak mungkin memiliki perasaan apapun pada sosok menyebalkan itu! dia itu sosok yang paling mampu membuatku jengkel setengah mati. Ia sangat sombong dan tidak berperasaan. Ia pasti type playboy yang akan dengan mudah menyakiti setiap gadis. Ia adalah pria jahat, aku tau itu!!!
But You’re so hypnotizing
You’ve got me laughing while I sing
You’ve got me smiling in my sleep
And I can see this unraveling
Your love is where I’m falling

But please don’t catch me
(Demi Lovato- catch me)
But if this love, please don’t break me, I’m giving up so just catch me…

5 komentar:

hana mengatakan...

Sukaaaaa... Cerita ini bikin aku gregetannnn.. Semoga secepatnya bisa baca lanjutannya,, *ngarep :D

Fathy mengatakan...

Yyyiiiihhhhhaaaa finaly zahra have a feeling for raihan,,,
Come on zahra don't lie to your heart and raihan...

Zia sayang °·♡·♥τнänkчöü♥·♡·° ya sayang... Mmmmuuuaaaaaccccchhhhh

Unknown mengatakan...

ziaaaa akhrnya zahra sadar jg...thanx y

aradhya fatimah mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
aradhya fatimah mengatakan...

Akhirnya Zahra membuka hati xixixi :)