Kamis, 27 September 2012

PUTRI KELABU -09-


BAB SEMBILAN

Jakarta, 2008
Aku menatap mawar merah di tas pink Kirana dengan heran. Ia dan Luna sedang memesan ice cream vanila kesukaan kami hingga aku bisa leluasa memandang mawar itu dan sedikit mengorek keterangan darinya. Betapa kagetnya aku ketika melihat tulisan tangan jelek berbunyi I Love You, dengan nama Dion dalam hurup besar di bawahnya. Aku mencibir sarkastis. Bagaimana mungkin Kirana dan orang yang ku benci???
“Ini,” Kirana menyodorkan Semangkuk Ice cream vanila dengan toping coklat anggur dan kiwi. Aku memutar tubuhku hingga menghadap Luna yang tengah memakan ice cream dengan toping selai strawberry dan anggur. “Kau kenapa?” tanya Kirana. “Kau tidak suka ice cream mu?” tanyanya kikuk. Kirana paling takut padaku. Dan aku tau itu.
Aku tidak bergeming, malah asyik memakan ice cream luna, hingga ice cream ku meleleh terterpa kilau senja. Luna tersenyum tipis. “Sudahlah, dia akan menangis sebentar lagi,” ujar Luna. Aku memutar bola mataku kembali tidak peduli. “Kiran, sebaiknya kau ceritakan tentang Dion sekarang,” ujar Luna. Aku menatapnya tidak percaya. Kiran tercekat dalam kebisuannya.
“Maaf,” katanya pelan, dan takut. “ Aku tidak bermaksud menyembunyikannya,” ia terdiam. “Well, sebenarnya aku takut kau marah kalau aku mengatakannya,”
“Jadi kau menyembunyikannya?” tanyaku sengit.
“Aku tidak bermaksud begitu... a.. aku...”
“Lalu apa??! Kau tidak mengatakannya, tapi kau tidak ingin menyembunyikannya juga??!” emosiku langsung naik. Aku memang gadis dengan emosi yang tinggi.
“Rachel...” bisik Luna lembut. “Dia tidak bermaksud menyembunyikannya dari mu, hanya saja dia mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya padamu. Dia tau kau akan marah, jadi dia berusaha mencari kesempatan itu. tapi rasanya kau sudah tau lebih awal,” terang Luna. Aku melunak. “Lagi pula, kau pikir sejauh mana ia bisa menyembunyikan rona wajahnya itu?” goda Luna. Aku mendesah dan mau tidak mau turtut tersenyum. Meski masih marah aku akhirnya memilih tidak ikut campur dengan masalah Kirana dan pacar barunya yang notabene musuh terberatku di kelas saat itu.
Seminggu kemudian aku mendengar mereka putus, karena ternyata Kiran menyukai pemuda lain. Well, itu kabar baik dan buruk untukku. Kabar baiknya, tentu saja akhirnya Kirana terlepas dari penjilat itu. dan kabar buruknya adalah, ternyata cowok yang Kirana sukai adalah cowok yang tengah menyuratiku dengan kata-kata manisnya.  


Jakarta, saat ini...
Aku tersadar dari lamunanku ketika mendengar handphone Raka berdering. Raka terlihat pucat ketika melihat layar handphonenya. Wajah ketakutan itu kembali muncul. Ia mendadak pucat, begitu pas dengan sosok vampir Edward cullen di Twilight Saga.
“Apa?” desisnya dingin, penuh cemas. “Baik, aku berangkat sekarang,” bisiknya cepat. Ia melirik sesaat padaku. Meraih jasnya dan kunci mobilnya. “Aku harus pergi,” aku tercekat dan mengaguk pelan. Pandangan itu menusuk tepat di jantungku. Ingin rasanya aku menahannya, namun kegelisahan di matanya membuatku membeku di tempatku.





1 komentar:

Nunaalia mengatakan...

Tuh kan...sikap Raka mkin mencurigakan!
Kepergian Raka kok hampir bersamaan dgn kepulangan Kiran??