Kamis, 27 September 2012

PUTRI KELABU -10-


BAB SEPULUH


“RACHEL!!” teriak seseorang ketika aku tengah berjalan di koridor rumah sakit. Aku berbalik dan mendapati seorang gadis cantik tengah berlari kepadaku. Beberapa orang yang berada di koridor itu menatapnya takjub, sebagaimana aku menatapnya saat ini. Ia, Kirana Agatha Lubis, terlihat begitu menakjubkan. Cantik, dan fashionable. Rambut panjangnya kini berbentuk kriting cantik seperti milik Taylor Swift, hanya saja berwarna coklat bukan pirang. Ia juga terlihat lebih langsing dan ceria.
Aku membalas pelukannya. “Kau terlihat mempesona,” bisiknya di telingaku. Seharusnya aku yang berkata begitu padanya.
“Kau sempurna!” balasku tulus. Kemudian ia terkekeh.
“Astaga aku benar-benar merindukanmu. 3 tahun tidak bertemu, ternyata kau sudah banyak berubah bu dokter,” aku terkekeh mendengar kata-katanya. “Lihat gaya rambutku yang baru ini, cocok tidak? Aku sengaja merefresh penampilanku untuk bertemu denganmu dan tunanganmu,”
“Calon,” ralatku.
“Ah, whatever!” desisnya.
“Tapi dia baru saja pergi dua jam yang lalu. Sepertinya ada masalah yang serius,” aku menatap jauh ke taman di hadapanku. “Mungkin pekerjaannya,” tambahku. Kirana mengaguk-ngaguk. “Tapi aku berjanji, saat dia kembali, aku pasti akan langsung memperkenalkan dirinya padamu. Sekarang ayo, kau harus bertemu kakek dulu. Ia pasti senang melihatmu,”
“Tentu,” ujarnya riang, seperti biasa.


“Jadi bagaimana dengan dirimu?” tanyaku setelah menceritakan secara singkat kisahku dan Raka. Kami duduk beserbangan di samping ranjang kakek. Ia mengerutkan bibirnya.
“Kita masih membahas dirimu Rachel,” potongnya. “Aku yakin masih banyak cerita tentang pangeranmu ini. Astaga baru kali ini aku melihatmu memerah seperti ini. Ia tentu pangeran yang menawan bukan?? Aku jadi tidak sabar untuk bertemu dengannya,” aku menatapnya kesal bercampur malu.
“Tidak, sudah tentangku!” ujarku geram.
“Bahkan kau sudah berubah pemalu, dan lunak...” aku mendelik. Lunak?? “kau sudah menemukan cintamu, astaga bahagianya aku mendengar hal itu,” Kirana tersenyum lebar. Aku mengerutkan keningku, tidakkah rasa senangnya mulai terlihat berlebihan? “Dengan begini aku tidak harus bersaing denganmu untuk mendapatkan Leo,”
Oh perfect! Aku tertawa keras. Jadi gadis bodoh ini tau kalau aku juga menyukai bintang basket itu. tapi tunggu dulu, apa mungkin ia...
“Kau masih menyukainya?” tanyaku tidak percaya. Kini giliran Kirana yang tersipu malu. Aku menutup mulutku yang ternganga, terkejut. Gadis kubis ini benar-benar...
“Tidakkah kau bertemu dengan pemuda di Tokyo?” tanyaku tidak bisa menyembunyikan kengerian di suaraku.
“Ah, pertanyaanmu seakan-akan menyatakan kalau di Tokyo itu tidak ada mahluk berjenis kelamin laki-laki,” desahnya, dan memang begitu adanya! “tentu saja ada! Tapi kau tau, tidak ada yang seperti ia. Pangeran tampanku,” aku benar-benar tidak habis pikir dengan gadis ini. Bukankah baru beberapa bulan yang lalu ia mengirimiku email dengan sisipan foto kekasihnya?? “Yang lainnya hanya mainan sambil laluku,” ujarnya seakan menjawab pertanyaanku. Aku mendesis dramatis. Dasar bocah kubis!!


Tiga hari setelah itu aku masih belum mendapatkan kabar dari Raka. Namun keberadaan Kirana di rumah sakit mampu membuatku sedikit melupakannya. Walaupun sampai saat ini aku beharap nama ialah yang berada di layar handphone ku ketika itu menyala.
“Tante Lia,” bisikku, kemudian meminta Kirana diam sejenak dari tawa dan leluconya. Kirana mengaguk antusias dan berjalan mendekatiku. Meletakan kepalanya disisi lain teleponku. Menguping. “Ya tante,” jawabku. “Ah, tidak... Raka sedang tidak bersamaku,” jawabku. “Sepertinya dia mendapat masalah serius dengan pekerjaannya, ia pergi sejak tiga hari yang lalu,” terangku, berusaha sebisa mungkin menyembunyikan kekhawatiranku sendiri. Aku bisa mendengar suara tante Lia menegang ketika mengucapkan kata-kata terakhirnya sebelum sambungan telepon itu terputus. Aku menatap Kirana yang juga menatapku heran. ada apa sebenarnya ini? Apa Raka dalam masalah yang begitu sulit? Memikirkan hal itu membuatku ketakutan.
“Dia pasti baik-baik saja,” ujar Kirana seraya merangkulku, meski aku bisa melihat keraguan di mata indahnya.

1 komentar:

Nunaalia mengatakan...

aduh aduh, ada apa dgn Raka niy???