BAB TIGA
Love and you.
“Hai,” sapa Ethan dengan senyuman manisnya.
Tubuhku bergetar, mataku melebar menatapnya, otakku masih tidak bisa percaya
jika cowok tampan itu berjalan tepat kearahku. “Kau baik-baik saja?” Ethan
menggerak-gerakan tangannya di depan wajahku. Aku mengerjap beberapa kali
ketika kembali tersadar. Kemudian aku merasakan wajahku memanas malu.
“Maaf,” bisikku tercekat. Ethan mengerutkan
keningnya.
“Seharusnya aku yang meminta maaf. Aku tidak
tau kalau latihannya sampai sesore ini. Sebenarnya kau bisa saja
meninggalkanku, dan kita akan membuat janji di lain hari.” Melihat penyesalan
di wajahnya membuat hatiku terpilin. Aku ingin menyentuh kerutan di keningnya,
mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Namun tubuhku kaku di hadapannya.
“Kita bisa pergi sekarang, sebelum mereka kembali memanggilku untuk latihan
lagi. Sejujurnya, aku sudah sangat lelah,” Ethan melirik jam tangannya. Aku
tau, sekarang sudah pukul setengah enam. Dan hanya tinggal kami dan anak-anak
klub basket yang masih berada di sekolah. “Gawat, itu mereka! Ayo pergi!”
Aku tersentak linglung ketika melihat
keterkejutan di wajah tampan Ethan. Namun itu belum seberapa jika dibandingkan
dengan genggaman tangannya setelah itu. ia menarik tanganku, berlari kecil
menjauhi gerbang sekolah yang mulai gelap. aku melihat Ethan tersenyum ketika
sesekali menoleh kebelakang. Tanganku terasa begitu dingin dalam genggamannya,
namun dalam waktu yang bersamaan wajahku terasa panas. Aku ingin menangis
karena perasaan bahagia ini. Aku ingin waktu berhenti saat ini!
“Hh… hh… maaf membuatmu berlari seperti ini…”
ujar Ethan ketika kami sudah cukup jauh dari sekolah. Aku mengatur nafasku yang
masih tersenggal-senggal. Entah mengapa hatiku terasa sedikit kebas ketika ia
melepaskan genggamannya. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya. Aku mencoba tersenyum
dan mengaguk. Kini malam benar-benar akan hadir beberapa saat lagi. Namun aku
tidak merasa takut sama sekali, tidak seperti biasanya. Apakah itu karena ada
Ethan disampingku?
“Ayo, kita harus cepat sebentar lagi gelap, dan
sepertinya akan turun hujan juga,” ia
menatap langit yang gelap. aku mengaguk dan berjalan di sampingnya dalam diam.
“Kau bilang, kau mau mengajukan beberapa pertanyaan?” tanyanya ketika kami
berjalan mendekati toko dvd di ujung jalan. Aku tersentak kikuk. Astaga bagaimana
mungkin aku bisa lupa??!!
“Ah, iya,” aku mengambil buku catatanku. Tanganku
masih gemetar karena kejadian beberapa saat yang lalu. “Kenapa kakak pindah ke
sekolah SMA ini?” aku merasa bingung mendengar kata-kataku yang berantakan. Namun
jujur saja, saat berada di sampingnya tidak ada satu bagian dari tubuhku yang
berjalan normal. Hatiku berdetak kencang, dan rasanya aku ingin menjerit
kegirangan. Namun tentu saja itu tidak akan aku lakukan disini.
“Kakak??” ia terkekeh pelan. “Panggil aku
Ethan, aku tidak lebih tua darimu. Well, mungkin hanya berbeda satu atau dua
tahun.” Ethan mengangkat bahu. Aku tersenyum malu-malu. “Ah, alasan
kepindahanku ya…” ia merenung sejenak, menatap kegelapan di hadapan kami. “Awalnya,
tentu saja karena kepindahan orang tuaku ke Indonesia, dan…” Ethan berhenti
sejenak, tampak tengah berpikir, kemudian tersenyum lembut. “Aku merasa alasan
hidupku menarik diriku mendekat, ke sini… ke kota ini… dan kesekolah ini…”
nafasku tercekat ketika ia menoleh dengan senyuman lembutnya. “Sedikit klise
memang, tapi aku sadar, takdir cintaku lah yang menarikku kesini,”
Aku merasa jantungku berhenti berdetak untuk
sesaat. Aku tidak tau harus berkata apa, aku tidak tau harus melakukan apa,
langkahku membeku di tempat. Kemudian aku melihat ia kembali menegakan
tubuhnya. Berjalan mulus ke dalam toko dvd. Aku mengatur napasku untuk beberapa
saat kemudian berjalan mengikutinya. Ia melangkah ke rak film action, aku tidak
terlalu menyukai film itu. dan aku sedang tidak ingin berdiri terlalu dekat
dengannya, atau aku bisa kembali membeku di hadapannya. Akhirnya aku mendekati
rak film romance, berpura-pura menyibukan diri dengan kaset-kaset di hadapanku,
meskipun sesunggunya aku hanya berdiri mematung, menatapnya dari balik bulu
mataku.
Ia membaca synopsis sebuah kaset. Dan napasku
kembali tercekat, aku tidak tau bagaimana mungkin ia bisa membuat tubuhku
terasa panas dan dingin secara bersamaan. Aku menyukai wajah seriusnya ketika
membaca synopsis kaset itu, kerutan keningnya, senyuman apresiasinya, decakan
kagumnya dan… tatapannya ketika memandangku. Apa?? Astaga memandangku??? Aku tersentak
kaget ketika menyadari pandangannya kepadaku. Entah sejak kapan ia memandangku
seperti itu.
“Kau mencari sesuatu?” tanyanya. Aku terbelalak.
Ia sudah berdiri di sampingku. Aku mencoba membuat wajahku setenang mungkin,
kemudian mengangkat sebuah kaset yang tidak benar-benar ku ketahui judulnya. Ia
mengerutkan keningnya, kemudian mengaguk pelan. “You are the apple of my eyes,”
bacanya. Aku mengaguk kikuk. “Pilihan yang menarik,” bisikknya. “Ada lagi yang
ingin kau cari atau kita bisa pergi sekarang?” tanyanya.
“Ah, pergi sekarang tentu,” lagi-lagi
kata-kataku terlontar tak beraturan. Aku bisa melihat senyuman mengembang di
wajahnya. Kemudian ia mengambil kaset di tanganku dan membawanya ke kasir. Aku tidak
mengerti apa yang sedang terjadi hingga beberapa saat kemudian ia sudah kembali
dengan dua bungkusan.
“Ini untukmu, sebagai tanda maafku karena sudah
membuatmu menunggu lama tadi sore,” ujarnya. Aku melongo. Diam-diam mulai kesal
padanya yang seakan-akan memang mau membuatku mati karena lupa caranya
bernafas. “Ini,” ia meraih tanganku dan meletakan bungkusan itu disana,
kemudian menarikku keluar toko dvd. “Sudah malam, sebaiknya aku mengantarmu
pulang,” Ethan melirik jam tangannya lagi. Kemudian menatap serius padaku.
“A… Aku bisa pulang sendiri,” ujarku tercekat. Ia
tersenyum kemudian menggeleng.
“Sebentar lagi hujan, ayo pulang.” Aku menatap
sosok Ethan yang berjalan di hadapanku. Kemudian di langkahnya yang kelima ia
berbalik, menatapku dengan kening berkerut. Aku ikut bingung menanggapi tatapan
keheranannya, sesaat kemudian barulah aku sadar bahwa aku masih mematung di
depan pintu toko dvd itu. “Kau tidak mau pulang?” tanyanya bingung. Aku tersenyum
kikuk dan melirik toko kaset di belakangku.
“Pulang,” ujarku akhirnya.
Sepanjang perjalan itu aku hanya terdiam. Rasanya
aku sudah melakukan banyak kesalahan yang tentu saja mempermalukan diriku
sendiri. Aku tidak yakin bagaimana reaksi Lena ketika mendengar semua kekacauan
sore ini. Aku terlalu gugup untuk melakukan ini. Bukan berarti aku hebat dalam
melakukan hal lain. Tapi aku memang gadis yang terlampau jauh dari kata gaul. Kalau
bukan karena Lena, mungkin aku masih menjadi gadis Nerd yang hanya bisa membaca
buku di sudut perpustakaan.
Aku mengangkat wajahku ketika Ethan mendadak
menghentikan langkahnya. Ia tersenyum manis dan mengaguk. Aku mengerutkan
keningku tidak mengerti. “Kenapa?” tanyaku polos.
“Kita sudah sampai,” ujar Ethan sepertinya
sedikit terkejut dengan pertanyaanku. Aku tergagap kemudian menoleh ke sisi
lain. Astaga, itu rumahku, bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya??!!!! Wajahku
terasa kembali memanas. Ia pasti berpikiran bahwa aku adalah gadis terbodoh
yang ada!
Aku mendesah dan menatap jalanan, merasa putus
asa dengan semua lelucon ini. Sudahlah, kekacauan ini sudha terlalu jauh. Dia pasti
sudah muak dengan kebodohanku. Dia pasti sudah tidak ingin melihat wajahku. Lagi
pula aku sendiri sudah tidak punya keberanian untuk hadir di depannya lagi. Dan
soal profil students of the week itu, mungkin aku akan mencari kak Sazkia
sebagai gantinya. Karena saat ini aku hanya ingin menghilang dalam sekejap dari
hadapannya.
“Masuklah,” ujarnya. Aku masih menunduk,
kemudian berjalan perlahan ke dalam pekarangan rumahku. Aku tidak mengatakan
sepatah katapun padanya. Hatiku terlalu lelah dengan semua kebodohan yang sudah
ku perbuat. Dan aku ingin menyerah. Maafkan aku Le…
Tiba-tiba aku merasakan ponselku bergetar
ketika aku memasuki kamarku dan menyalakan lampu. Aku menghempaskan diriku di
kasur dan meraih ponselku. Pesan dari
seseorang.
From : 0878780XXXXX
‘Maaf untuk hari ini karena membuatmu menunggu,
dan terima kasih karena telah menungguku. Untuk pertanyaan students of the week
itu, aku akan menemuimu besok.’ E.R
Aku melongo menatap pesan itu. membacanya
ratusan kali kemudian wajahku memanas. Entah mengapa air mata itu perlahan
mengalir. Aku menggeleng tidak percaya. Sebagian otakku masih mempertanyakan
siapakah pengirim pesan ini. Namun sebagian yang lainnya menekankan nama Ethan
Rafael dalam hatiku. Aku berlari ke jendela kamarku, membukanya dan menoleh ke
bawah, Ke arah gerbang depan. Dan betapa terkejutnya aku ketika melihat sosok
jangkung Ethan masih berdiri disana. ia mengangkat wajahnya perlahan ketika
menyadari pandanganku.
“Itu nomorku, selamat malam,” teriaknya. Aku menutup
mulutku dengan kedua tanganku. Tuhan, aku
tidak percaya ini!! Ia melambaikan tangannya dan berbalik pergi. Aku membalas
lambaian tangannya. Ah pangeran tampanku…
aku benar-benar jatuh cinta padanya!!!!!
***
I look
at you, you look at me, I look away so you can’t see me,
I’m
dreamin’ of u, and u don’t even know,
That I’m
fallin’ madly in love with you…
And I
wish that ur going crazy for me too…
Tiffany
Alvord – possibility-
***
0 komentar:
Posting Komentar