SATU
MY LIFE.
“I can't take it any
longer... Thought that we were stronger... All we do is linger... Slipping
through my fingers... I don't wanna try now... All that's left's goodbye to...
Find a way that I can tell you...”
“My princess!!!”
“Oh
shit!!! Ya kek, I’m coming,” teriak
gadis cantik berbandana pink itu sedikit kesal. Ia mematikan musiknya kemudian
berlari keruang makan. “pagi kakek...” ia mencium pipi kiri kakeknya.
“Oya,
hari ini kakek ada rapat, mungkin akan pulang terlambat,” ujar lelaki paruh
baya itu sebelum menggingit potongan sandwic terakhirnya.
“It’s ok, aku juga pulang terlambat, aku
harus latihan Cheers, les piano,
dan...”
“Tuan
putri, kau masih sakit...”
“kakek...
walaupun aku sakit aku masih punya stamina yang tinggi, aku masih muda, jadi
bagaimana mungkin seorang kakek tua bisa bekerja sampai larut sedangkan aku
tidak...”
“Oke,
kakek pulang tepat waktu!!” ujar Gunawan akhirnya. Davela tersenyum puas. Seorang wanita paruh
baya turut tersenyum melihat tingkah kedua majikannya.
“Ya
udah, aku berangkat dulu ya kek,” Devela mencium kening kakeknnya yang masih
kesal. Kemudian menghampiri wanita yang kerap di panggil ibu itu. “Bu, titip
kakek ya,” ujarnya riang. Wanita itu tersenyum dan menggaguk. Davela tersenyum
senang kemudian berlalu pergi.
Brak...
“Tuan
besar... Nona Davela pingsan!!”
***
18 Januari
“kakek...”
bisik Davela lemah. Gunawan tersenyum lebar.
“Ya
sayang, syukurlah kamu sudah siuman,” ujarnya sedikit lega. Davela tersenyum
tipis.
“Kek...”
bisiknya seraya menghapus air mata yang mengalir di mata tua kakeknya. “Aku
baik-baik aja, ini pasti karena aku jarang minum vitamin, tapi aku janji, aku
ga akan lupa lagi...” ujar Davela. Gunawan menggaguk lemah. “Kakek... please, I’m Ok, please... no more
tears, please...”
“Nona
Davela...”
“Dok,
tolong bilang padanya kalau kau baik-baik aja, aku Cuma kurang stamina... aku
baik-baik saja
kan dok?” tanya Davela saat dokter Surya memasuki kamarnya. Surya menatap gadis
cantik itu sesaat kemudian menggaguk perlahan.
“Kamu
baik-baik saja, kamu harus baik...” ujar dokter tua itu dengan senyuman
hangatnya. Davela tersenyum lega.
“Kek,
lihat, dokter juga bilang aku baik...” ujar Davela. Gunawan menghapus air
matanya dan menggaguk perlahan.
I must be ok... I must
be Ok...
***
Davela
berkali-kali menghela nafas panjang saat melihat sosoknya di hadapan cermin.
Kemudian menggeleng-geleng seraya tersenyum mengejek. Namun sedetik kemudian ia
kembali terdiam.
“Huft,
lama-lama aku bisa gila!!” desisnya.
“Non
Vela,”
“Iya
bu masuk,” ujar Davela seraya merapikan bajunya. “Loh kok vitaminnya banyak
banget bu, hm... ini pasti gara-gara aku pingsan tadi pagi, ah kakek
keterlaluan, kalo gini sih aku bisa overdosis vitamin,” tutur Davela seraya
memperhatikan satu persatu obat yang dibawa Laras. “Loh ini kan obat penghilang
rasa sakit,” ujar Davela heran seraya menatap setablet acetaminophen.
“Biar
ibu tanya sama tuan Non,”
“Ga
usah, udah malem, ibu tidur aja, nanti Vella yang tanya ma kakek,” ujar Davela.
Laras mengaguk dan berlalu pergi. “Hm... kakek harus ngejelasin ini semua!!” ujar
Davela geram seraya membawa obat-obatannya.
***
“Ku
mohon...” Davela menghentikan langkahnya saat mendengar suara kakeknya dari
ruang kerjanya yang tidak tertutup. Ia mengerutkan keningnya. Baru kali ini ia
mendengar kakeknya memohon seperti itu. “Aku mohon, pasti masih banyak cara
untuk menyelamatkannya, ya lakukan apa saja... ku mohon... apa saja... ku
mohon...” Nafas Davela tercekat. Ia mendekatkan telinganya lebih rapat.
“Ku
mohon Surya, bebaskan putri kecilku dari kanker sialan itu...”
DEG...
Davela
terhenyak. Setetes air mata mengawali kepedihannya. Obat-obatan yang di tangannya
terjatuh begitu saja. Ia menatap jemarinya yang mulai kabur. Kemudian jatuh
terduduk di depan pintu. Tubuhnya seakan tak betenaga sama sekali bahkan meski
hanya untuk sekedar mangeluarkan isakannya yang tertahan.
Kata-kata
itu kembali terngiang. Seakan menjadi film yang terputar begitu saja.
‘Mom baik-baik saja
sayang, tapi kamu tetap harus janji, kamu akan menjadi gadis yang baik, mom pergi
dulu. Kamu tidak boleh berulah pada kakek, dia menyayangimu seperti mom dan dad
menyayangimu, mom pergi dulu... mom pergi... pergi...’
Davela kecil mengaguk
bersemangat dan tersenyum lebar. Barkali-kali ia mengejek kakeknya yang terus
menangis sepeninggalan ibunya. dan saat ini ia mengerti, andai saja saat itu ia
memahami semuanya, mungkin ia akan menangis lebih keras lagi saat mendengar
kata kanker.
***
0 komentar:
Posting Komentar