BAB SELMBILAN BELAS
Lovely life of love
“Kau benar-benar cantik,” puji kak Lolita
tulus. Aku menatapnya pantulannya di cermin, mengutarakan kata terima kasih
yang tak terucap.
“Tapi dia benar-benar tidak romantis kak,”
keluhku seraya meletakan kembali gaun panjang itu di rak. Kak Lolita
mengerutkan keningnya kemudian duduk di sampingku. Aku memandang kesekeliling
butik dengan nanar.
“Kau salah Izz,” kak Lolita tersenyum lembut
padaku. “Sam sudah menyiapkan sebuah rencana untuk melamarmu,” aku menatapnya
tidak percaya. “Di hari ulang tahunmu tepatnya,”
“Tapi itu tinggal tiga bulan lagi,” desisku.
“Ya, tiga bulan, dan dia memang benar-benar
ingin menyiapkannya dengan sangat istimewa. Ditambah lagi, belakangan ini ia
sedang sibuk dengan film terbarunya,” aku meringis. “Tapi aku tidak
menyalahkanmu dengan meminta bukti atas rasa cintanya kepadamu. Kau tau, kalau
bukan karena aku tau ia mencintaimu, akupun pasti akan berpikiran kalau dia dan
Stefan…” kak Lolita tersenyum kikuk padaku.
“Ah… iya…” bisikku ngeri. “Tapi kau benar,
belakangan dia semakin sibuk dengan film-film terbarunya. Terkadang aku sedikit
khawatir..” tatapanku menerawang jauh, mengingat-ngingat sosok angkuh
terkasihku. Kak Lolita merangkul pundakku dengan lembut.
“Kita semua mengkhawatirkannya,” bisik kak
Lolita. “Tapi tidakkah kau lihat betapa ia bisa menjaga dirinya selama ini?”
aku terdiam. “Itu semua karena dirimu Izzi, dia sangat mencintaimu. Aku bisa
melihat itu di matanya. Caranya menatapmu, caranya berbicara padamu, dia sangat
mengagumimu.” Wajahku memerah mendengar kata-katanya.
“Tapi sikapnya selama ini…”
“Izzi…” kak Lolita memotong perkataanku
dengan lembut. “Sam adalah pria yang baik. Ia tidak ingin menyakitimu. Dan,
well… aku sendiri memang tidak begitu mengerti tentang dirinya, hanya saja dia
selalu ingin berada di sampingmu, tetapi ia tidak ingin membuatmu berharap
lebih padanya. Galang juga sangat membenci sikapnya. Tapi kami tidak bisa
berbuat apa-apa. Sam adalah pria yang luar biasa keras kepala.” Aku terkikik
pelan melihat kerutan di kening kak Lolita. Ia mendesah dan mengangkat bahunya.
“Tapi akhirnya aku benar-benar bahagia melihat kau bersamanya, sungguh…” kak
Lolita menggenggam jemariku dengan erat. Menunjukan kebahagian yang tulus.
“Terima kasih kak…” aku memeluk kak Lolita.
“Terima kasih karena kalian sudah menjaganya selama ini,” ujarku tulus.
“Ah, sudahlah Izzi, sebaiknya kau segera
menyelesaikan fiting gaun pengantinmu, atau kita akan mendapat masalah dari pak
sutradara karena terlambat menghadiri premiere film terbarunya,”
Aku tersenyum dan mengangguk penuh semangat.
“Jadi yang peach atau yang ungu muda ini?” tanyaku lagi. Kak Lolita tersenyum
ramah.
“Kau sudah menanyakan itu selama dua jam
Izzi…” ujarnya seraya bengkit dari kursinya. Ia berjalan perlahan mendekatiku.
Meraba gaun-gaun cantik di sampingku. Kemudian dengan tiba-tiba wajahnya
memucat, tubuhnya seakan tersentak. Dengan sebuah gerakan lambat ia terjatuh di
hadapanku. Mataku melebar melihatnya.
“Astaga kak Lolita, air ketubanmu sudah
pecah,” desisku panik sebelum berteriak meminta pertolongan.
****
“Kau masih mencintai Ethan?” pertanyaan itu
membekukanku untuk sesaat. Kemudian aku tersenyum geli dan berjalan mendekati
sosok jangkung yang sedang duduk di ruang tamu rumahku.
“Apa menurutmu begitu?” tanyaku seraya duduk
di sampingnya setelah meletakan secangkir teh hangat di hadapannya. Ia
mengangkat bahunya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tv.
“Entahlah, aku hanya berpikir,” gumamnya. Aku
kembali tersenyum dan menyandarkan kepalaku di dadanya, merapatkan tubuhku
ketubuhnya. Sosok kak Sam masih terdiam di sampingku. Wajahnya begitu angkuh
seperti biasa.
“Tuan sutradara kau sudah terlalu banyak
berpikir, tidak bisakah kau sedikit bersantai saja saat ini, ceritakan tentang
akting artis pendatang baru itu padaku,” aku memainkan kancing kemejanya,
berharap wajah angkuh itu mencair. Namun tampaknya usahaku gagal. Ia tetap
menatap dingin ke layar tv. “Kak…” desisku mulai kesal. “Aku
sudah-tidak-mencintainya, oke?! Lagi pula dia sudah memilih orang lain,” ujarku
sinis. ku tegakan tubuhku disampingnya. Ikut menatap layar tv yang menayangkan
komedi konyol.
“Dia sudah berubah,” suara kak Sam begitu
pelan, namun aku bisa mendengar kegetiran di dalamnya. “Ia sudah berpisah
dengan Stefan karena dirimu,”
“Oh ya??!” suaraku meninggi, aku menyilangkan
tanganku di dada. “Aku senang mendengar kalau dia sudah berubah. Tapi bukan
berarti aku harus kembali padanya kak. Astaga, demi Tuhan, aku benar-benar
sudah melupakan semua cinta sialan itu!!” tuturku kesal. Kak Sam terdiam
sejenak, kemudian menoleh padaku.
“Tapi kau menuliskan nama Ethan di kartu yang
ku berikan bersama keranjang coklat itu,” aku mengerutkan keningku, mencoba
mencerna kata-katanya. Kemudian aku tidak bisa menahan senyuman geliku di
wajahku. Ia menatapku penuh tanda tanya, menunjukan wajah angkuhnya yang terlihat
lucu. Aku terkekeh dan beranjak naik keatas pangkuannya, memeluk tubuhnya
erat-erat.
“Kau cemburu?” bisikku sambil menekan tawaku
di dadanya. Kak Sam tidak menjawab, namun aku bisa mendengar detak jantungnya berdetak
cepat. “Aku menulisnya karena saat itu aku tidak tau siapa pengirimnya. Lagi
pula demi Tuhan kak Sam, itu sudah sangat lama. Aku bahkan sudah lupa akan
keranjang coklat itu, dan… tunggu dulu,” aku melepaskan pelukanku, merengkuh
wajahnya agar menatapku. “Apa kau menggeledah kamarku?!” tudingku. Ia
mengangkat sebelah alisnya.
“Apakah aku tidak boleh mempelajari kamar
calon pengantinku?” tanyanya lugu. Aku tidak bisa menahan tawaku lagi. Aku
tertawa keras dan memeluk kak Sam dengan penuh kasih. Pria angkuh ini, pria
menyebalkan ini, pria yang tidak pernah menunjukan ekspresi lain kecuali
ekpresi dinginnya, adalah pria yang paling ku sayangi.
Aku membenamkan kepalaku di lehernya,
menghirup aroma keangkuhannya. Perlahan namun pasti aku bisa merasakan
tangannya memeluk pinggangku, membelai lembut pungguku. Kemudian ia tersenyum.
“Oya, kau belum menceritakan film terbarumu,”
bisikku di lehernya. Ia terkikik kegelian. “Sepertinya sangat rahasia, aku
bahkan tidak boleh datang ke lokasi syutingmu. Ceritakan padaku film apa itu!”
ia tertawa.
“Kau akan mengetahuinya jika sudah waktunya,”
“Oh rahasia lagi!” desisku sinis padanya. Ia tertawa.
Aku memutar bola mataku kesal. “Tidakkah bisa kau berikanku satu petunjuk saja…”
pintaku kesal. Ia melepas pelukannya. Menatap geli wajahku. Aku kembali
bersidekap di pangkuannya, melirik sinis wajah tampannya.
“Aku sangat mencintaimu,” bisiknya. Aku mendesah
pelan. Ah yang benar saja!!
“Salah fokus!” gerutuku. “Kita sedang tidak
membicarakan itu, dan lagi pula aku sudah bosan mendengarnya,” wajah kak Sam
membeku. Aku bisa melihat tatapannya menegang dari balik kaca matanya.
“Benarkah?” tanyanya datar.
“Ya Tuhan kak Sam!! Tidak bisakah kau
membedakan antara gurauan dan hal yang serius??!!” pekikku tak sabar. “Kau
memang pintar, tapi kau juga sangat teramat bodoh!!!” tambahku kesal.
“Kalau begitu jelaskan padaku,” bisiknya
dingin. Aku mendengus dan merengkuh wajahnya.
“Dengar!” kataku tegas, tatapanku mengunci
matanya. “Aku…” kata-kataku menghilang ketika tatapan indah kak Sam terasa
menghangatkan hatiku. “Ah, sudahlah, semua hal yang ku katakan adalah gurauan
belaka, kecuali rasa cintaku kepadamu,” ujarku seraya kembali memeluknya. Membenamkan
kepalaku di lehernya. Memeluk erat tubuhnya, seakan itu memang yang selama ini
ku butuhkan, memeluknya, merasakan sosoknya dalam dekapanku, menyadarkan bahwa
ini bukanlah sekedar mimpi belaka.
***
“Izzi…” erangan kak Lolita membangunkanku
dari lamunan sesaatku akan pria angkuh itu. Aku kembali menatap sosok kak Lolita yang tengah mengerang
kesakitan di atas ranjang rumah sakit. Perkiraan kami melenceng seminggu.
“Tenanglah kak, aku sudah menghubungi Galang,
sebentar lagi dia sampai,” aku menggenggam erat jemari kak Lolita. Wajah cantiknya
penuh keringat, nafasnya tersenggal-senggal.
“Suster, persiapkan peralatannya, aku harus
pergi sebentar,” ujarku pada suster Nina. Ia mengangguk sigap. “Tenanglah kak,
dokter Siska akan membantumu, aku akan segera kembali,” ujarku sebelum
melepaskan cengkraman tangannya.
Aku berlari menelusuri koridor rumah sakit,
sesekali meminta maaf karena tidak sengaja menabrak orang-orang yang berlalu
lalang. Namun aku terus berlari, dengan alasan yang aku sendiri tidak mengerti.
Namun ingatanku akan sosok cantik yang selalu menjadi sahabatku kembali hadir. Tiba-tiba
ponselku bergetar, telepon dari kak Sam.
“Isabella, kau dimana? Aku dan Galang sudah
di ruang oprasi,” kata-katanya menghentikan langkahku yang kini sudah sampai di
parkiran rumah sakit. Aku mendesah lega. Firasat burukku ternyata hanya sekedar
halusinasi. Aku merasakan tetesan hujan perlahan menyentuh kepalaku. Aku mendongkak
untuk menatap langit yang mendung. Sesaat kemudian tersenyum penuh kelegaan,
ternyata aku memang hanya berhalusinasi, ia baik-baik saja… ia baik-baik saja…
batinku seraya memejamkan mata, menikmati tetesan hujan itu.
“Dokter awas!!!” sebuah teriakan menyentak
lamunanku akan hujan. Aku menoleh pada asal suara itu, menatapnya heran, namun
kemudian semuanya terasa bagai adegan lambat dalam sebuah film, ketika akhirnya
sebuah ambulance yang tak terkendali menghantam tubuhku, melemparku dengan
mudahnya.
Seketika itu juga aku tidak bisa merasakan
tubuhku, meski aku masih bisa mendengar suara jatuh yang keras. Aku bahkan tidak
merasakan sakit sama sekali ketika darah itu mengalir dari kepalaku, tapi aku
bisa mencium amisnya. Pandanganku kosong, tubuhku kebas, tapi aku bisa
mendengar teriakan mereka, mendengar suara roda ranjang rumah sakit yang di
dorong dengan cepat.
“Isabella bertahanlah… tetaplah bersamaku…”
hatiku mati rasa. Namun air mataku mengalir perlahan ketika mendengar suara
penuh khawatir itu. Otakku kosong tak bisa berpikir, tapi tenggorokanku sakit
menahan isak karena tidak bisa melihat sosok yang menggenggam jemariku dengan
erat.
3 komentar:
hufffttt tarik nafas keluarkan hehehe
salut2 sama cherry...
4 jempol sama cherry...
g tau mw ngomong apa lgi sama cherry
pokok'a you do a great story cher,,,,
Semangat y cher!!!
terima kasihhh mba fathy...
*peluk peluk*
Keren cher,aq pda mu,hohoh :)
Posting Komentar