BAB TUJUH
Tears of Love
Lena tersenyum lebar menyemangatiku. Aku yang
masih duduk di belakang hanya bisa mengaguk gugup. Hari ini adalah seleksi
pertamaku sebagai anggota klub cheers yang baru. Sazkia benar, ada lebih dari
dua puluh siswa kelas 2 dan 3 yang ingin mengikuti klub ini. Dan tentu saja
masih berlusin-lusin siswa kelas satu yang mengantri di belakang kami. Lena
membuat sebuah karton bertulisan ‘Chayo izzi’ untuk menyemangatiku.
“Hai,” aku tersentak ketika mendengar suara itu
dari belakang. Spontan aku langsung berbalik dan menemukan ia lengkap dengan
seragam timnya. Wajah tampannya terlihat segar sehabis cuci muka. Aku meringis
ketika melihat bola di tangannya. bola yang telah menyadarkanku akan keberadaan
pangeran tampan di sekolah kami. Ia tersenyum kepadaku dan melambaikan
tangannya. spontan aku langsung melambaikan tanganku, dan membalas senyumannya.
Ia terkekeh pelan kemudian mengapit bola itu di pahanya, mengangkat kedua ibu
jarinya. “Semangat!” teriaknya. Wajahku memerah karena teriakannya. Beberapa
anak berbisik di sekitarku. Aku mengaguk sebelum ia akhirnya berlari ke
lapangan basket.
“Issabela, giliranmu,” panggil Sazkia. Untuk
saat itu aku merasa begitu siap dan tenang.
Aku membungkukan tubuhku ketika riuh tepuk
tangan itu terdengar. Senyuman tipis menghiasi wajahku. Lena mengangkat kedua
ibu jarinya, Sazkia tersenyum dan mengaguk kepadaku.
“Kau sangat keren!” pekik Lena ketika kami
keluar dari aula tempat audisi cheers itu diadakan. Aku terkekeh melihat
kegembiraannya. “Astaga, ada yang tertinggal. Kau pergilah dulu nanti aku
menyusul,” ujar Lena. aku mengerutkan keningku, namun belum sempat aku
bertanya, gadis itu sudah berlari kembali memasuki aula. Aku mendesah dan berjalan
pelan, mungkin lebih baik aku menunggunya di kelas.
“Issabela,” aku menghentikan langkahku, dan
berbalik. Menatap wajah angkuh yang berdiri di hadapanku. “Apa kau benar-benar
mengikuti klub Cheers?” Tanya kak Sam. Suaranya yang berwibawa membuatku sedikit
kikuk. Namun kemudian aku mengaguk, menunggu kata-kata lain yang akan terlontar
darinya. Namun pemuda berkaca mata itu sama sekali tidak mengatakan hal lain.
Ia meletakan tanagnnya di kantong celananya. Menatap lurus kedepan, dan berlalu
pergi meninggalkanku dengan kerutan dalam di dahiku. Sebenarnya apa yang di
rencanakan cowok misterius ini???
“Kakak yang namanya Izzi ya?” Tanya seorang
gadis cantik ketika aku sedang merapihkan buku-bukuku sepulang sekolah. Aku
mengangkat wajahku dan menatapnya. Menilai wajah lugunya. Ia mungkin hanya
setahun di bawahku. Namun wajahnya terlihat berani dan cantik. “Aku hanya mau
bilang kalau kak Ethan itu milikku, jadi kakak tidak usah berharap banyak!”
ujarnya penuh percaya diri. Aku melongo menatapnya. “Dan satu lagi, mungkin
dance kakak memang bagus, tapi kakak harus tau, aku lebih baik dari pada
kakak,” ujarnya sebelum berlalu pergi. Aku terkekeh pelan dan menggeleng-geleng
tidak mengerti. dasar ababil! Desisku.
Lena berdiri menungguku di depan ruang guru. Ia
menatapku kesal sambil menunjuk-nunjuk jam tangannya. aku hanya menyeringai,
enggan menceritakan kejadian di kelas tadi. Toh menurutku itu hanya bumbu dari kehidupan
SMA ku yang akan segera selesai beberapa tahun lagi.
“sepertinya kau akan mendapatkan banyak
saingan,” ujar Lena ketika kami berjalan pulang. Aku menatapnya bingung. “Terlebih
setelah dance-mu yang mengagumkan itu,” aku mengendus, bukankah sejak awal Lena
sudah mengatakan hal ini? Lalu mengapa saat ini ia justru khawatir? “Kau harus
kuat, kau harus berusaha mendapatkan apa yang kau inginkan.” Kini ia menatapku,
matanya penuh semangat. Namun justru hatiku malah terasa sakit. Tapi aku
mengaguk, stidaknya hanya itu yang bisa ku lakukan untuk membayar senyuman
manis gadis di hadapanku.
“Aku akan terus berusaha,” bisikku penuh
semangat, dan gadis berambut sebahu itu mengaguk mantap. bibir indahnya
membentuk sebuah senyuman yang selalu mempesona di mataku.
****
Aku tersenyum lebar ketika melihat namaku
tertera di papan pengumuman sebagai salah satu siswi yang lolos tahap pertama
pemilihan anggota baru klub Cheers. Well, konyol memang, tetapi klub ini
memiliki tiga audisi yang diadakan dalam penerimaan anggota barunya, dan
biasanya kebanyakan diikuti oleh siswi kelas satu. Aku yakin, lonjakan peminat
cheers belakangan ini tentu karena pesona pangeran tampan itu. dan sialnya, aku
adalah salah satu penggemar fanatiknya.
Tapi setidaknya aku sudah lolos tahap pertama,
tinggal tahap kedua dan ketiga. Sebenarnya ini hal yang mudah, mengingat aku
sudah menguasai beberapa dance lainnya. Tetapi audisi tahap ketiga terkadang
membuatku sedikit ragu. Bagaimana tidak jika di audisi ketiga kami akan
langsung tampil di depan umum. Benar-benar mengandalkan voting penonton. Aku merasa
hal ini lebih menyerupai pemilihan miss Indonesia. Tapi toh, ini lah yang
membuat klub cheers benar-benar terkenal dan dikagumi.
“Selamat,” aku tersentak dari lamunanku. Ethan
tesenyum manis di hadapanku. Tangannya mengulurkan sesuatu berwarna gelap.
wajahku tersipu malu karena senyumannya, namun kemudian mengerutkan kening
ketika melihat benda yang dibawanya. “Ini untukmu, sebagai ucapan selamat
dariku,” ragu-ragu aku mengambil sebatang coklat dari tangannya. “Kau memang
pantas untuk menang,” tambahnya. Harusnya wajahku kembali memerah karena
pujiannya, tetapi otakku terllau sibuk berspekulasi.
Kemudian aku tersadar. “Terima kasih,” bisikku
dengan suara bergetar. Ethan tersenyum tipis. Namun mampu menunjukan seluruh
keindahan wajahnya. Ia benar-benar tampan dengan senyuman itu.
“Aku latihan dulu, bye.” Ujarnya seraya berlari
dan melambaikan tangannya padaku. Aku tersenyum bahagia melihat sorot matanya
yang menyejukan. Beberapa siswi yang berada di sekitar papan pengumuman itu
berbisik-bisik, tapi aku sudah tidak peduli. Seluruh duniaku sudah terisi oleh
sosok pangeran itu.
“Kau lulus!!!” sorak Lena ketika aku menemuinya
di kelas. Lena memelukku erat. “Aku tau kau memang bisa!” pekiknya riang. Aku terkekeh,
wajahku sudah memanas sedari tadi karena pujiannya. Lena bahkan menitikan air
matanya bagai seorang ibu yang bangga melihat keberhasilan anaknya.
“Tapi masih ada dua tahap lagi Le,” ujarku
mengingatkan. Lena melipat kedua tangannya di dada.
“Kau takut?” tanyanya.
“Selama kau di sini, aku tidak pernah takut,”
bisikku teramat pelan, namun sepertinya bisa menyentak sosok cantik di
hadapanku. Karena untuk sesaa wajah itu membeku tak bergerak.
****
Aku tersentak kaget ketika Lena menutup mataku
dari belakang. Apa-apaan dia ini, padahal kami sedang berjalan di koridor
sekolah, bagaimana jika kami menabrak seseorang?? Ia terkikik di belakangku
masih dengan terus menutup mataku. Aku menggerutu, namun tidak memberontak. Ia bersiul-siul
di belakangku.
“Jadi itu pacarnya Ethan?” aku mengerutkan
keningku ketika mendengar suara di sampingku. Jemari Lena terasa kaku di
mataku. Jadi inikah maksud gadis itu. ia mencoba menyembunyikan sesuatu dariku,
tapi sayangnya, dia tidak menutup telingaku juga. Aku menarik tangannya
perlahan, dan aku menemukan wajah sendunya di belakangku. Aku terkekeh dan
mengangkat bahu, bingung harus bersikap bagaimana. Namun keributan siswi-siswi
itu membuatku terusik. Aku mengangkat wajahku dan memandang arah yang mereka
lihat. Seorang gadis cantik berambut coklat panjang tengah berdiri di parkiran
sekolah. Ia mengenakan dress cantik selutut dengan cardigan warna senada. Wajahnya
jelas menunjukan bahwa ia bukan keturunan orang Indonesia asli. Di tambah lagi
dengan gerak tubuhnya yang begitu santai.
Entah mengapa hatiku terasa berat, seakan ini
adalah hal yang baru pertama kali kurasakan. Menatap gadis cantik itu disana
membuat mataku perlahan terbuka. Betapa cantiknya ia, betapa mempesonanya ia,
betapa sempurnanya ia jika di sandingkan dengan pangeranku. Namun hati kecilku
berteriak, mengutarakan ketidak setujuanku akan pemikiran konyol itu.
“Kau ingin pergi?” suara Lena terdengar kabur
di telingaku. Aku hanya terdiam meski tau betul apa yang ia tanyakan. Aku hanay
tidak tau apa yang harus ku lakukan. Haruskah ku pergi dan berpura-pura tidak
mengetahui hal ini? Atau haruskah aku melupakan pangeran itu untuk
selama-lamanya? Kini aku merasa sedikit bodoh karena sempat tertipu dengan
sikap manisnya selama ini. Bodoh dan sangat teramat bodoh, ia adalah sosok yang
baik hati. Dan sialnya ia selalu baik pada semua orang. Mengapa aku tidak
pernah menyadari hal itu??!!!
Aku merasakan amis darah di mulutku ketika
dengan sengaja ku gigit bibir bawahku. Rasanya sedikit perih, namun sama sekali
tidak bisa menandingi rasa sakit yang hadir ketika aku melihat sosok tampan
Ethan berlari menghampiri gadis itu. aku bisa mendenagr beberapa siswi
berbisik-bisik. Namun aku tidak bisa melihat apapun lagi, mataku kabur karena
air mata yang tergenang. Aku ingin berlari, melupakan kejadian menakutkan ini. Namun
kakiku membeku, diam tak bergerak, terasa kebas dan mati rasa. Aku merasakan
cengkraman Luna semakin keras di bahuku.
Aku menoleh pada gadis itu, menatap matanya
yang penuh luka dan kata maaf yang tak terucap. Aku tertawa hambar,
mentertawakan kekhawatirannya. Ah ayolah, aku baik-baik saja. aku tidak
memerlukan tatapan sedih darinya, sama sekali tidak. namun sedetik kemudian aku
menyerah. Aku lelah berpura-pura semuanya baik-baik saja. aku lelah
berpura-pura tersenyum sedang hal yang sebenarnya ku inginkan adalah menangis.
Tapi aku bukan Lena yang bisa tersenyum tabah
di balik tangisnya. “Izz… sebaiknya kita pergi,” ujar Lena lembut. Aku mengaguk
hati-hati. Menjaga agar airmata itu tidak menetes. Kemudian berbalik
mengikutinya. Jantungku mendadak tersentak ketika tatapan kami bertemu sesaat sebelum
aku berbalik pergi. Aku bisa merasakan sorotan tajam dari sosok pangeran itu.
seakan ia ingin mengatakan sesuatu padaku. Namun tidak ada sepatah katapun yang
bisa mewakilinya. Semua luka itu terasa aneh dan tak beralasan. Atau mungkin
sangat beralasan, hanya saja alasan itu belum juga muncul di hadapanku. Yang kini
ku tau dan kurasakan adalah, perihnya air mata karena cinta sialan ini ternyata
bisa membutakan nalarku akan logika.
11 komentar:
ini belum tamat kan hikss...
hiks hiks blom mba, *padahal, bab2 terakhirnya udh aku buat* hihihihi
bab ini kisah asli loh mba... curhatan asli akuu di hari berhujan ini, T_T
walaaah ini kisah beneran? aku td mikir gimana sedihnya perasaan tokoh utama wanitanya apalagi pas di bab ahkir bab 7 ini pas ngeliat cewek itu, *spechless*
hehe tadinya ga mau bergalau2 ria begini...
eh kemarin pas aku nulis lagi hujan, trus iseng buka FB, dan liat status romance si dia ama pacarnya... hooaaaa... ampe nangis darah aku.... hihihi
Pantes kmren statsny GALAU mulu,,,,,
Ckckckkckckckkkk
Next chapter please,,
Klo dah klar kpost smua,, aq mnta tlg di imelin yaakkss,,, thanks banget sblumny Zia,,
sabar Cherry sayaang ;) nanti akan ada kesempatan akan ada seseorang yang bukan cuma bikin status romance sama cherry tp langsung romance di semua sisi dengan cherry
bab berikutnya kapan yah *aku pantengin terus yaaah hehe*
@mba eriska : sip sip mba... hihihi nanti aku kirim... :) :)
@mba santi : ahhh mba.... tanyain aja ayang Mikailnya kapan mau datang??? *di pelototin ma Lana* hihihi
hehe di sini panas, jadi bingung mau nulisnya, hehehe
ternyata suasana mempengaruhi bahan tulisan nih,,,, disini hujaan aku sudah meninggalkan adegan hot sleep with the devil dan mulai menulis catatan super galau hihihi
aa Mikail lagi beradegan makan malam di sebuah restoran perancis nih pssstt *spoiler*
hehehehehe... kan asik mba, klo lagi hujan, dengerin musik melow, trus nulis yang sedih2, hihihihihi
aih aihhhhhh akuu ngebet nih menanti aa mikail, mbaaaaa *menatap ala anak hilang*
kapan dia datang????? *meratapi nasib di tengah siang bolong*
cher,aq suka aq suka :) klo udh slsai email y. mba santhy aq menanti epilog arsas ma mikail nih.heheh
terima kasiii mba Ren...
sip sip nnti aku kirim... :)
iya aku jg menanti aa mikail ama epilog serena...
Posting Komentar