LIMA
KOBOI
KECIL
Davela menghentikan langkahnya saat melihat
setumpuk kertas di meja ruang tamu. Ia terduduk sejenak kemudian membaca
beberapa kertas itu. Kertas-kertas milik seorang dokter tentu saja. Hampir
sebagian kata-katanya tidak dapat ia mengerti. Ia tersenyum tipis saat melihat
selembar foto usang. Foto seorang pemuda kecil dengan topi koboi yang begitu
lucu. Pemuda itu tersenyum namun dengan mata yang sembab sehabis menangis.
DEG...
Davela terhenyak saat melihat foto kedua yang
ia dapat. Foto yang memuat seorang gadis cilik dengan gaun pink menjuntai. Ia
memang tidak begitu mengenalinya, namun wanita disampingnya tampak begitu
familiar. Senyuman itu adalah satu-satunya yang selalu ia nanti selama ini.
‘Selamat
ulang tahun Vella,’ ujar seorang pemuda cilik dengan topi koboinya. Davela
mengendus kesal.
‘Panggil
aku putri!!’ teriaknya keras sebelum menangis. Koboi kecil itu menggigit bibir
bawahnya ketakutan.
‘Maaf
putri...’ ujarnya gugup. Davela tersenyum lebar.
Davela tersenyum tipis. Koboi kecil itu kini
sudah berubah. Koboi kecil yang selalu berusaha membuatnya menjadi seorang
putri. Koboi kecil yang selalu melindunginya. Koboi kecil yang akhirnya pergi
seiring dengan harapannya.
Davela menggeleng perlahan dan berlari menuju
kamar sang koboi cilik. Ia menggenggam erat foto-foto usang itu. Namun
langkahnya terhenti saat melihat sang koboi kecil tengah termenung menatap
rembulan yang tak berbintang di ujung taman.
“Vella...”
“Ah ibu ada apa??”
“Ini ada surat untuk dokter Raka,”
“Biar Vella yang berikan,” Laras memberikan
surat itu kepada Davela. Kemudian berlalu pergi.
Davela mengerutkan keningnya saat membaca
pengirim surat itu.
KEMILITERAN ANGKATAN LAUT
Davela terhenyak. Namun ia tetap menghampiri
sang dokter.
“Ada surat untukmu,” ujar Davela pelan. Raka
terlonjak kaget kemudian berbalik. Ia mengaguk santun dan tersenyum. “Apa maksudnya itu?” tanya Davela ragu. Raka tak
bergeming kemudian tersenyum tipis.
“Bukan apa-apa, mungkin hanya persetujuan dari
pusat,”
“Persetujuan untuk apa?”
“Aku melamar untuk menjadi relawan di
Afganistan selepas tugasku
disini,”
“Maksudmu??? Tugas di sini itu aku?? Jadi
masalahku sudah selesai??” tanya Davela tidak percaya. Raka tersenyum getir
tanpa memalingkan wajahnya dari rembulan.
“Maaf, tapi apa lagi yang bisa seorang dokter
lakukan jika pasiennya sendiri sudah menyerah, lagi pula, tujuan hidupku
sendiri sudah tidak menentu, aku hanya ingin sedikit berguna. Di sini aku sudah
tidak di butuhkan lagi bukan? Dan urusan kesehatanmu sudah ku bereskan, dokter
Surya akan menanganimu, dia lebih berpengalaman dibandinganku yang hanya
memiliki semangat, namun melupakan kemauan pasienku sendiri,” tutur Raka perih.
“Jadi kau menyerah?” bisik Davela lirih.
“Tidak, tentu saja aku tidak ingin menyerah.
Namun kau sudah membuka mataku, dunia ini luas. Dan banyak hal yang tidak
sejalan dengan yang kita harapkan. Kau benar percuma saja kita melakukan segala
pengobatan ini. Aku memang dokter terbodoh. Aku bahkan sempat membuang semua
pelajaran yang ku dapat tentang kematian. Aku bahkan sempat berharap pada mimpi
yang takkan pernah jadi nyata, hahaha aku sangat bodoh,” ujarnya getir. Davela
meraba dadanya perlahan. Tetesan airmatanya mulai membanjiri relung hatinya yang
terdalam.
Kau
bilang kau akan selalu melindungiku, tapi kau bohong... kau menyerah...
“Maaf Nona, sudah terlalu larut, anda sebaiknya
beristirahat,” ujar Raka dingin. Davela
mengaguk dalam diam kemudian berbalik.
Koboi kecilnya sudah menghilang... koboi kecilnya...
BRUK....
“Davela...!!!”
***
0 komentar:
Posting Komentar