Rabu, 20 Maret 2013

TAPI...



“Kalian putus?” aku mendesah untuk yang keseratus kalinya ketika ‘lagi-lagi’ mendengar pertanyaan yang sama selama puluhan kali pada hari ini. “Mel, katakana kalau itu tidak benar, kau tidak mungkin putus. Sebentar lagi form night.” Ujarnya. Aku terdiam, dan selalu begitu. Karena sejujurnya aku merasa sedikit malu untuk bercerita pada siapapun alasan mengapa akhirnya aku memutuskan pemuda paling tampan di sekolah kami.
***
Aku menghela nafas panjang-panjang untuk meredakan gemuruh hatiku. Aku sudah memutuskan untuk hadir, dan aku tidak akan membatalkannya hanya karena satu masalah seperti dirinya. Aku adalah Sabrina Melviora, aku adalah gadis terpopuler di sekolah, aku cantik dan pintar. Aku tentu bisa melewati semua ini.
Tapi sialnya itulah masalahnya.
Aku adalah gadis popular, cantik dan pintar, tapi bagaimana mungkin aku bisa pergi ke form night sendirian. Well, tidak benar-benar sendiri, ada keempat sahabatku di sekelilingku. Tapi tetap saja, harusnya gadis cantik sepertiku tidaklah pergi sendiri. Harusnya aku dijemput oleh sosok tampan yang akan memastikan aku pulang sampai rumah dengan selamat ketika acara ini selesai.
Tapi nyatanya tidak. Aku sendirian di tengah-tengah keramaian ini, sungguh ironis.
Untuk pertama kalinya, setelah seminggu belakangan ini aku merasa menyesal karena putus dengan Dion. Pemain basket handal yang digilai siswi-siswi sekolahku. Beberapa orang merasa sangat menyesalkan putus kami, pasangan yang mereka pikir paling ideal di sekolah. Aku cantik dan dia tampan. Sederhana bukan?
Tapi tentu saja, sekelompok gadis sainganku bersorak riang ketika mendengar kabar ini.
Ah… memikirkan masalah ini membuatku jengah, dan sialnya aku mulai merasa sedih. Padahal setelah menangis lima menit ketika akhirnya kami putus, aku tidak pernah menangis lagi. Tapi mengapa sekarang aku merasa sedih? Apalagi jika mengingat decakan kagum orang-orang di sekelilingku yang selalu mengatakan bahwa kami adalah pasangan sempurna.
Tapi sempurna itu palsu! That’s the fact!
“Mel…” aku tersentak ketika Lily sahabatku, menyikut lenganku. “Lihat.” Katanya sambil menatap lurus kedepan. Jantungku langsung bergemuruh marah ketika melihat sosok Dion berjalan kearah kami sambil menggandeng seorang gadis, yang sepertinya ku kenal, namun aku tidak peduli, toh make upnya terlalu tebal hingga sulit juga untuk mencocokan wajahnya dengan wajah siswi-siswi di sekolahku.
Tapi tetap saja semua pemandangan itu membuatku kecewa.
Secepat itukah ia mendapatkan penggantiku?!
Dion berjalan perlahan hingga berhenti di hadapan kami, ia tersenyum miring menunjukan wajah tampannya, dan gadis di sampingnya semakin menempel dengan senyuman mencemooh kepadaku. Benar-benar sialan!
“Sendiri?” Tanya Dion sambil menaikan salah satu alisnya. Aku tersenyum semanis mungkin dan membalas tatapan sarkastisnya.
“Apa matamu bermasalah?” cibirku. Ia mendengus dan melambaikan tangannya, seakan-akan menepis udara di depan wajahnya.
“Aku yakin kau menyesali keputusanmu karena memutuskanku.” Katanya sengit. Aku mendengus marah. Menyesal katanya?
“Oh… sama sekali tidak. Bagaimana mungkin aku menyesal telah membuang parasit dalam hidupku. Kau memang tampan, tapi itu tidak menjamin kau memiliki sikap yang menawan. Jangan berlebihan, tapi maaf aku bukan gadis bodoh yang bisa kau permainkan terus menerus. Kau tau, hal yang terburuk adalah namamu yang tertulis sebagai mantan pacarku. Astaga, aku tidak tau bagaimana mungkin aku bisa sebodoh itu hingga berpacaran dengan parasit sepertimu.” Ujarku santai, kemudian berlalu dengan sahabat-sahabatku yang melongo menatapku.
Dan begitu saja, kami akhirnya meninggalkan pria tampan-parasit mematikan itu dengan santai dan anggun.
 dan tapi... aku sudah tidak peduli. :)

2 komentar:

Fathy mengatakan...

Love this story cery much,,, thanks dear... :*

Nunaalia mengatakan...

keren!