Kamis, 21 Maret 2013

TINGGALAH PELANGIKU....



Aku mendesah panjang ketika music dalam playlistku mulai menyanyikan sebuah lagu yang lembut, atau lebih menjurus pada lagu sedih. Aku tau lagu ini, dan aslinya lagu ini adalah lagu yang mampu membuat pendengarnya menari sambil menghentakan kaki. Namun entah mengapa aku lebih menyukai versi ini, versi akustik yang dinyanyikan oleh seorang bintang youtube.
Temponya lambat, dengan iringan gitar yang entah bagaimana mampu membiusku, menemaniku terdiam lama bersama lamunan-lamunan semuku. Sepoi angin menyapu wajahku yang tengah menatap lurus di depan jendela kelasku yang terbuka setengah. Kedua tanganku bertautan di atas meja, menggenggam erat handphone yang masih memutar lagu yang sama untuk kesekian kalinya.
We find love
Bukankah itu hal yang indah, menemukan cinta sejatimu, belahan jiwamu. Bukankah semuanya terasa begitu manis, namun mengapa hal yang terjadi padaku ketika akhirnya menemukan cinta itu justru sangat bertolak belakang.
Untuk pertama kalinya, sosokku yang angkuh menangis tersedu karena satu kata itu. Aku bahkan hampir kehabisan harapan hidupku. Aku menyerah pada takdir, menyerah pada luka itu.
Aku tersenyum sarkastis ketika merasakan mataku kembali basah. Selalu seperti ini jika aku tengah mengingat kenangan yang dibawa oleh kata cinta versiku, selalu mengundak gemuruh hati yang tak menentu, dan sialnya air mata itu seakan tidak pernah ingin tertinggal di belakang. Dengan cepat ia akan langsung menggenangi mataku, bersemayam tenang di balik sudut-sudut mataku, menunggu waktu yang menurut mereka tepat, lalu menetes begitu saja.
Langit di luar sana tampak mendung, dan dalam hitungan detik hujan pasti akan turun. Aku tersenyum getir, aku memang selalu menantikan kelabu itu, kemudian menunggu hingga tetesan hujan terakhir berhenti, lalu menunggu cahaya matahari yang muncul perlahan dari balik awan-awan kelabu setelah hujan. Hal yang paling ku sukai adalah sessat setelahnya, ketika dengan piawai cahaya matahari membiaskan sisa-sisa air di udara, menciptakan goresan-goresan warna indah yang mereka sebut sebagai pelangi.
Indah bukan??
Satu hal yang luput dari pemikiran indahku adalah waktu. Ya… bagaimana mungkin aku bisa mengharapkan pelangi itu datang jika sang hujan muncul di malam hari?
Bodoh memang, namun seperti itulah. Rembulan juga memiliki cahaya, bahkan lebih lembut dan indah. Namun bukan cahaya itu yang kubutuhkan untuk pelangiku. Bukan cahaya yang hanya akan menyinari tetesan air mataku yang menanti pelangi.
Bukan itu…




0 komentar: