Bab 9
Pagi itu
rupaya salju turun semakin deras. Kak Sandra pun segera dibawa masuk oleh
Keysha. Tak pernah sedetikpun dia meninggalkan kak Sandra sendiri. Setelah selesai memandikan dan
mengganti baju kak Sandra, Keysha segera pergi ke kamarnya.
“Key,”
panggilku ketika Keysha melewatiku. Keysha tak menjawab, ia hanya berhenti
tanpa menatapku. Sakit rasanya saat ia melakukan hal tersebut. Lama
kami hanya terdiam. Nampaknya Keysha masih menyimpan rasa sakitnya. Akupun
hanya diam membeku, bingung bagaimana memulai permbicaraan padanya. Tak pernah aku segugup ini dengan seorang wanita.
Karena
tak kunjung ia mendengarku bicara,
Keysha akhirnya melangkahkan kaki menuju kamarnya. Aku hanya bisa menatap
punggungnya. Punggung tersebut bergunjang pelan, menyiratkan jika sang pemilik
menangis pelan.
Aku yang
masih terpakupun, akhirnya melangkahkan kakiku menuju kamar kak Sandra. Ia
terlihat sangat cantik dengan t-shirt merah yang dipakainya. Sedikit make up
dipakaikan oleh Keysha, sederhana namun sangat cantik.
Aku
menarik sebuah kursi dan mendekatkannya ke ranjang kak Sandra. Ku amati wajah
yang kini tak pernah lagi tersenyum, bibir yang tak pernah lagi menasehatiku,
menciumku dengan kasih sayang seorang kakak.
Mataku
tertuju pada perutnya. Perut yang kini makin hari makin membesar. Aku dan Mark memang memutuskan
untuk tidak menggugurkan bayi yang ada di dalam rahimnya.
Apalah dosa dan kesalahan bayi tersebut? Bayi itu tak
bersalah. Bayi itu juga tak menginginkan hadir ke dunia dengan cara ini.
Bapaknyalah yang telah membuat ia muncul ke dunia dengan cara seperti ini. Jika
ia lahir nanti takkan ku biarkan ia mengetahui mengapa ia lahir ke dunia ini?
Mengapa ia tak mempunyai seorang ayah? Namun ia takkan pernah merasakan
kekurangan kasih sayang seorang ayah. Karena aku dan Mark akan melimpahkan
kasih sayang untuknya.
Tanganku mengepal, rahangku megeras, mataku memerah
dan debar jantungku bertalu menahan amarah. Kemarahan yang setiap kali muncul
ketika mengingat kejadian malam tersebut.
Tak terasa airmataku keluar mengalir membasahi mata
dan pipiku. Perasaan bersalah muncul menggantikan amarah. Bersalah karena aku telah meninggalkannya sendiri ketika malam itu. Bersalah
karena tak bisa datang lebih cepat ketika ia menelponku.
Tanpa kusadari, airmataku jatuh ke tangan kak Sandra
yang sedang ku genggam. Seketika itu juga kak Sandra membuka matanya. Menatapku
dengan matanya yang kosong. Tangannya menghapus airmata yang mengalir dari
mataku. Walau tak berbicara, aku tau kak Sandra yang dulu masih ada, jauh tersimpan
di dasar.
Kuambil tangan mungil tersebut, ku cium dengan penuh
kerinduan. Sebuah senyum manis disunggikan di bibirnya. Tuhan, aku sangat merindukan kakakku! jeritku
dalam hati. Kak Sandra memejamkan matanya kembali. Ku tinggalkan kak Sandra
untuk beristirahat. Ku kecup keningnya, sebuah senyum manis dihadiahkannya
padaku.
"Tidurlah Kak. Damailah di dalam mimpimu. Kami
akan selalu menjagamu," aku pun berlalu dari kamarnya.
Menuju kamarku bersiap-siap untuk mengantarkan mbok Nah ke rumah kecil yang
akan ditempatinya bersama kak Sandra.
Ya,
liburan kali ini kumanfaatkan untuk pindah ke rumah tersebut. Bukan karena om
Leo mengusir kami. Tapi karena kami tak ingin merepotkan keluarga om Leo
terlalu lama lagi. Sudah terlalu banyak bantuan dari keluarga om Leo yang kami
terima.
“Keysha
pergi ke rumah
temannya pagi ini,” ujar tante Keira yang menyadari aku menatap kursi yang
biasa di tempati Keysha tepat di depanku. Pikiranku dipenuhi rasa cemas karena salju di luar
sana masih turun deras. Bagaimana Keysha bisa keluar dengan cuaca begitu
dingin?
Ku mengalihkan pandanganku ke arah tempat duduk Frank.
"Tenang saja, Ki. Rumah temannya hanya beberapa
rumah dari sini. Salju sempat mereda, jadi ia memutuskan untuk segera
pergi," Frank mengerti dengan kecemasanku. Perlahan rasa cemasku mulai
mereda.
"Oh ya Ki, kalian jadi pindah hari ini?"
Tante Keira teringat diskusi kami kemarin malam.
"Rencanaku seperti itu, auntie. Tapi rupanya
cuaca tak mendukung," ku lihat salju melalui jendela yang ada di ruang
makan.
"Ada baiknya kalian pindah saat musim nanti.
Kasihan Sandra jika ia haru berpergian seperti ini," saran om Leo.
"Baiklah om," aku mengangguk pelan. Apa yang
om Leo memang benar. Jika kak Sandra diajak berpergian, maka ia tak kan sanggup
menahan hawa dingin yang menusuk ke tulang.
Bertahan lebih lama lagi di rumah om Leo. Berarti aku
masih bisa bertemu Keysha setiap hari. Melihat wajahnya yang polos, bibir tipis
yang tak pernah ragu untuk tersenyum. Tingkahnya yang manja dan periang.
Kisah-kisah lucu yang selalu ia ceritakan saat kami di meja makan dan saat
berkumpul bersama di ruang keluarga.
Sesuatu yang akan kurindukan jika nanti kami tak lagi
satu rumah. Kepindahan kak Sandra batal hari ini. Ku putuskan akan mencari
sebuah apartement sederhana untuk diriku sendiri. Tidak hari ini, mungkin besok
aku akan mencarinya.
Hari yang menjenuhkan karena seharian aku tak bisa
pergi kemana-mana. Akibat derasnya salju yang turun. Alhasil aku hanya termenung di dalam kamar
sambil mempelajari hal-hal yang akan berkaitan dengan bisnisku nanti.
Jam 11 malam, Keysha belum juga pulang. Kami semua
duduk di ruang tamu menunggunya cemas sambil menonton televisi. Mata kami
memang tertuju pada acara yang sedang ditayangkan di salah satu stasiun
televisi. Namun mata dan pikiran kami benar-benar tak ada yang memperhatikan.
Semua sibuk dengan fikirannya masing-masing.
Untukku sendiri, hari ini Keysha nampaknya memang
sengaja menghindariku. Aku tau jika hatinya terluka karena sikapku pagi ini.
Oleh karenanya perasaan bersalah kini hinggap di diriku. Betapa bodohnya aku
memperlakukannya seakan dia sudang sering melakukan kesalahan. Bila cuaca tak seburuk
tadi, kami takkan terlalu cemas seperti sekarang. Keysha memang anak yang
mandiri tapi terkadang dia sangat ceroboh.
Handle pintu depan berputar pelan. Rupanya seseorang
ingin masuk secara diam-diam. Pandangan kami tertuju pada pintu tersebut.
Bersiap jika bukan Keysha yang akan datang. Saat itulah Keysha menampakkan
dirinya. Perasaan lega terlihat di wajah kami.
"Key kemana saja kamu? Kamu tak apa-apakan?
Kenapa kamu tak memberi kabar?" Tanya tante Keira bertubi-tubi yang
menghampiri Keysha dan memeluknya erat. Hmmm orang-orang disini senang sekali
tak memberi kabar jika mereka pulang terlambat, bisikku dalam hati.
"Maaf... Maaf telah membuat kalian cemas,"
Keysha benar-benar merasa bersalah.
"Sudah-sudah sini hangatkan dulu tubuhmu. Diluar
sangat dingin," om Leo menggiring Keysha ke dekat perapian. Diikuti oleh
tante Keira dan Frank.
"Om, aku tidur duluan," aku mengundurkan
diri dari mereka. Om Leo mengangguk mengerti kelelahanku. Sekilas ku melihat ke
arah Keysha berada tapi seolah aku tak ada Keysha asyik berbicara dengan tante
Keira. Aku naik ke lantai dua, langsung masuk ke kamarku.
Di kamar aku mencoba untu bisa memejamkan mata. Tapi
tak bisa juga.
"Terimakasih kak. Aku mau tidur dulu yah,"
ucap Keysha saat ia sudah di lantai 2.
Kudengarkan dengan baik derap langkah Keysha. Ku menunggunya hingga berada tepat di pintu
kamarku. Aku menariknya ketika ia sudah ada di depan pintu kamarku. Sebelum ia
sempat berteriak, aku sudah menutup mulutnya dengan satu telapak tanganku.
Cepat-cepat aku menutup pintu. Sementara itu tanganku yang lain memeluk dirinya
erat. Dadaku kini bersentuhan dengan punggungnya. Keysha meronta-ronta berusaha
untuk melepaskan diri. Tenaganya tak cukup kuat untuk melepaskan dirinya.
"Shhh... shhh..." Bisikku di telinganya. Ku
dekatkan kepalanya ke wajahku untuk menenangkannya.
Keysha tak kunjung berhenti meronta-ronta di
pelukanku. "Keysha tenanglah!" Aku berteriak pelan di telinganya.
Degup jantungnya semakin cepat, nafasnya makin tersengal-sengal.
Ku balikkan tubuh Keysha sehingga membuat kami
berhadapan. Ku tatap mata Keysha lekat-lekat. "Darimana saja kamu?"
"Bukan urusanmu," jawabnya Ketus.
"Apa maksudmu bersikap seperti tadi? Dengan tidak
memberi kabar, apa yang kamu lakukan di luar sana? Sikapmu itu tidak dewasa,
hanya karena sikapku tadi pagi, kamu-"
"Hentikan!" Teriak Keysha tercekat.
"Aku tidak akan berhenti Key. Sikapmu itu seperti
anak kecil yang tidak dibelikan permen. Kamu bukan anak kecil Key. Jika ini
tentang tadi pagi, kamu bisa berbicara padaku. Jangan menghindar dariku seperti
pengecut." lanjutku dengan penuh emosi.
Keysha hanya menatapku. Mata beningnya kini
berkaca-kaca. Butiran airmata tampak jelas disana. Saat aku hendak membuka
mulutku, Keysha mendahuluiku, "Hentikan! Ku mohon, hentikan." Tangannya
menutup kedua telinganya. Matanya terpejam menahan kesakitan. Bahunya bergetar
hebat di genggamanku.
"Key," kulembutkan suaraku.
Keysha tak menjawab panggilanku. Dia lebih memilih
memutar badannya dan menjauh dariku.
"Aku bukan seperti yang kamu fikirkan, Kian. Aku
bukan anak kecil dan jangan berfikir aku pengecut. Kamulah pengecut itu,
Kian." Dengan itu Keyshapun menghilang di balik pintu kamarku.
Sementara aku? Aku hanya menatap kepergiannya dari
kamarku. Aku terpana dengan kata-katanya. Ya disinilah aku yang pengecut dengan
mengatakan semuanya, dengan tidak adanya tindakan ataupun ucapan yang ku
lakukan untuknya.
Ketika tersadar, aku segera berlari menuju kamarnya.
"Key, Keysha... Keysha tolong buka
pintunya," bisikku pelan di depan kamar Keysha. Ku ketuk pintu kamar
Keysha berkali-kali. "Keysha... Keysha Aisyah Admira tolong buka
pintunya," pintaku putus asa. Setelah lama tak ada jawaban juga dari
Keysha. "Keysha, aku minta maaf. Aku tak bermaksud seperti tadi," aku
terduduk di depan kamar Keysha dengan punggung menempel pada pintu kamarnya.
"Pergilah ke kamarmu Kian," Keysha
mengusirku secara halus tanpa keluar dari kamarnya.
"Nggak... Aku nggak akan pergi dari sini sampai
kamu mau berbicara denganku," tekadku sudah bulat.
"Aku nggak mau berbicara denganmu lagi
Kian," suara Keysha penuh dengan kesakitan. Ucapannya membuat hatiku
sakit, perih.
"Key, aku berjanji ini yang terakhir aku akan
mengganggumu," janjiku dengan segala keputus asaan.
Hening. Kami berdua saling terdiam. Aku tau kini
Keysha sama denganku, terduduk dengan penuh kesakitan dibalik pintu. Aku tak
mampu untuk berkata apapun. Takut jika kata-kataku nanti hanya akan lebih
menyakiti hati dan perasaannya.
"Key..." Panggilku sambil berdiri ketika
pintu di belakangku terbuka.
"Masuklah," mata Kesyha sembab masih
terlihat airmata yang menetes. Pertama kalinya aku masuk ke kamar seorang
wanita yang begitu harum dan rapi. Keysha menutup pintu di belakangku. Dia
bersandar disana, menatapku dengan matanya.
Aku terpana melihat sebuah figura yang sangat indah,
di dalamnya terdapat beberapa foto berukuran 4R.Foto diriku dengan berbagai
macam ekspresi. Figura tersebut berada dibawah lemari pakaian, baru saja
diturunkan dari tempatnya semula dipajang. Nampaknya sang pemilik sudah ingin
membuangnya. Sang pemilik sudah tak ingin melihatnya bergantung di kamarnya.
Aku masih tak percaya dengan apa yang ku lihat. Ku
beralih ke arah Keysha berdiri. Menatap matanya mencari jawaban. Tapi Kesyha
seolah tak ingin melihatku, ia membuang mukanya dari tatapanku.
Kulangkahkan kaki bermaksud mendekatinya. Keysha yang
terkejut membetulkan posisi dirinya. Menarik diri, menjauhiku. Aku berhenti
sesaat, mengawasi setiap gerak yang dia ciptakan. Setelah memastikan Keysha tak
membuat gerakan lagi dengan cepat aku merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku.
Keysha meronta-ronta dalam pelukanku, memukul-mukul
dadaku, meminta untuk melepaskannya. Isak tangisnya pecah di dalam dadaku. Ku
biarkan ia melakukan semua itu selama yang ia perlukan. Keysha akhirnya terdiam, menyerah karena aku
tak juga melepaskan pelukanku malah semakin erat memeluknya.
"Key malam ini, malam terakhirku di rumahmu.
Besok aku akan pindah ke sebuah apartemen kecil. Malam ini biarkan aku
memelukmu selama beberapa saat. Setelah ini aku takkan pernah mengganggumu
lagi. Kamu takkan perlu melihatku setiap harinya, aku takkan pernah lagi
memarahimu karena masalah sepele. Hanya malam ini ku mohon biarkan aku
memelukmu. Sebagai kenangan yang akan kubawa. Aku bukannya tak mau bertemu
denganmu tapi aku takut jika kita bertemu aku hanya akan menyakitimu
lagi...." Aku tak mampu menyelesaikan perkataanku.
Keysha diam terpaku dipelukanku. Tubuhnya seakan tak
memiliki jiwa. Mulutnya terkunci.
"Key, aku tak tau bagaimana mengartikan
perasaanku ini. Bagiku kamulah matahariku, kamulah orang yang mampu membuatku
menangis, tertawa, melupakan segala masalahku, duniaku penuh warna saat kau
datang dalam hidupku. Kamulah yang membuat semua yang tidak mungkin menjadi
mungkin Key." Airmata Keysha mulai membasahi kaos tipis pembungkus
tubuhku.
Lagi, aku telah membuatnya menangis. Kenapa aku tak
bisa membuatnya tersenyum, tertawa seperti yang dia lakukan untukku?
Keysha mendorong tubuhku pelan. Dihapus airmata dengan
punggung tangannya. Menatapku dengan penuh kesakitan dan kekecewaan.
"Aku lelah," ucapnya singkat. Wajahnya kini
sungguh sangat pucat. Darah seakan pergi meninggalkannya. Tubuhnya dingin,
sedingin vampire mungkin. Tapi matanya tetap memandangku dengan tegas.
"Baiklah... Hanya itu yang ingin aku
sampaikan," aku berlalu dari hadapannya.
"Tunggu..." Keysha menghentikan langkahku.
"Maukah kamu disini menemaniku?" Keysha dan
aku masih tak saling memandang.
"Key, aku..."
"Hanya sampai aku tertidur," potongnya
cepat.
Klik!
Ku tutup pintu yang sempat terbuka. Cepat aku berdiri
di hadapannya. Menggenggam tangannya tanpa bicara, membawanya ke tempat tidur. "Tidurlah,"
kataku sambil memegang dagunya agar mau melihatku. Matanya masih basah oleh air
mata yang sewaktu-waktu keluar.
Keysha masuk ke dalam selimut. Ia memilih untuk tidur
agak sedikit ke tengah. "Tidurlah bersamaku," ajaknya dengan menunjuk
ke tempat tidur yang masih tersisa.
"Key, aku pikir itu bukan hal yang baik. Aku akan
duduk disini sampai kamu tertidur," aku menarik kursi rias yang tak jauh
dari tempat tidur.
"Aku mohon Kian hanya untuk malam ini, aku ingin
tidur bersamamu," mata Keysha memohon padaku.
Aku menyerah dengan permintaannya. Aku segera masuk ke
dalam selimut yang sama dengannya. Ku perkecil jarak yang ada diantara tubuh
kami berdua. Tiba-tiba Keysha merebahkan kepalanya di dadaku, tangan dan
kakinya melilit tubuhku. Tangannya
lembut bermain di dadaku. Tanpa berkata aku membalas pelukannya di tubuh mungilnya. Menghirup wangi rambutnya,
membelai punggungnya lembut.
Tanpa ada satu katapun, aku tau Keysha ingin sekali
berbicara padaku. Tapi ia lebih memilih diam, menikmati kedekatan kami. Tak
lama setelah itu, ia pun tertidur dipelukanku. Kepalaku bersandar di sandaran
tempat tidur. Keysha tak ingin aku pergi dari sisinya, karena setiap gerak yang
kulakukan membuatnya makin mengeratkan pegangannya. Lama aku mencoba untuk
pergi tapi tak bisa juga. Akhirnya akupun tertidur bersamanya.
9 komentar:
mba fathy mkasii yah kirimannya,
aku suka banget sama kisahnya kian, ^_^
jadi ga sabar nunggu besok pagi, hihihihihi kira2 gmn kisahnya yah pas mereka bangun....
semangat mba fathyyy...
masih buat mbg fathy n mbg cherry
setelah nunggu lama akhir dpost jg...
next capternya jng lama2 y mbg fathy,penasaran
Namany cakep skali,,,
Aq sukaaaa,,,
mbak Fathyq saiankk,,,danke so much,,
Ziaaaaa,,,,,loph u so much dear,,,
Kiss & hug for both of you,,,
Mmmuuuaaaacchhhh
†ђąηk ўσυ mba fathy n cherry..
wooooow so sweeeet ,
kenapa kaga jadian aje sih :D
cherry mb fathy akhirnya, iya mb jangan lama 2 lanjutannya ya:-)
hihihihi aku juga pengen cepet besokkk pagi...
sabar yah, kita masih menanti kiriman dari mab fathy yang selanjutnya...
semangat mba fathy... :)
mba fathy,keren.dpt bgt emosi nya,thx jg zia :*
thank you very much for the information provided
Posting Komentar