“Papa aku
mau yang ini!” teriak seorang gadis kecil berambut kriting. Valerina yang
sedari tadi sibuk dengan laptopnya mendongkak sedikit. Menatap gadis kecil yang
tengah berusaha menggapai sebuah topi cantik di hadapannya. Valerina tersenyum
dan berjalan mengelilingi butiknya, menuju gadis kecil itu.
“Ini?”
Tanya Valerina lembut, ia membungkuk untuk memberikan topi itu.. Gadis itu
menatapnya sumingrah.
“Ibu Peri… Telima
kasih.” Ujar gadis itu. wajahnya begitu cantik dan lucu, dan sedikit familiar.
“Yang mana
sayang?” Tanya seseorang tiba-tiba.
“Yang ini,
papa.” Gadis kecil berbaju kuning itu memeluk kaki pemuda di hadapannya.
Deg…
Valerina
menatapnya tidak percaya. Begitu pula dengan pria di hadapannya. Valerina
mendelikan matanya ketika gadis kecil itu merengek meminta perhatian ayahnya.
Ia tersenyum kikuk dan mundur beberapa langkah.
“Hai Leo,”
bisiknya pelan. Pemuda itu terdiam. “Putrimu sangat cantik,” tambahnya. Entah
mengapa hatinya terasa sedikit perih mengingat Kirana. Ia hanya bisa berharap
gadis itu sudah melupakan kisah cintanya pada sang pangeran.
“Bagaimana
kabarmu dan Luna dan… Kirana,” Valerina tersenyum tipis, mencoba menenangkan
gemuruh hatinya. Ini bukan salahnya, jika
ia sudah berkeluarga dan memiliki seorang putri. Batin Valerina. Namun ia
masih tidak bisa memikirkan bagaimana perasaan Kirana jika tau tentang semua
ini. “Well, aku dengar kau pergi ke luar negri, senang melihatmu sudah kembali.
Dan, aku tidak tau jika kau bekerja di sini,” ujarnya. Valerina kembali tersenyum,
namun lebih santai.
“Ya, tiga
tahun yang lalu,” bisik Valerina mengenang. “Aku memang pergi, tapi seperti
yang kau lihat, aku sudah kembali.” Suaranya sedikit bergetar.
“Tunggu
dulu, apakah kau Valerina pemilik butik GreyLine
ini?” Tanya Leo seakan baru tersadar akan sesuatu.
“Perkenalkan,
aku Rachel Valerina Kimberly,” ujarnya. Leo menatapnya tidak percaya.
“Aku tidak
tau jika kau punya nama tengah Valerina.”
“Aku jarang
menggunakannya. Itu nama keluarga ibuku,” terang Valerina. Leo mengaguk-ngaguk mengerti.
“Dan anyway, siapa gadis kecil ini?” tanyanya lembut, kembali membungkuk pada
gadis kecil itu.
“Dia
putriku, Kikan Natasha mahadewi,” Valerina mengaguk mengerti. Kemudian
mengulurkan tangannya. Ia tidak berani untuk menanyakan siapa ibu dari gadis
ini, meski ingin. “Well, Rachel senang bertemu denganmu, tapi kami sudah harus
pergi.” Ujarnya. Valerina tersenyum dan mengaguk.
“Pakailah
ini,” ia memakaikan topi itu pada Kikan. “Sebagai tanda perkenalan dari tante,”
ujarnya. Leo mengucapkan terima kasih sebelum berlalu pergi bersama putri
kecilnya.
Valerina
mendesah pelan. Mencoba kembali tersenyum, namun akhirnya gagal. Ia melirik
butiknya yang cukup ramai kemudian berlalu kembali kebelakang mejanya.
***
Sesuai
janji, Valerina menyempatkan makan siang bersama kakeknya di tempat praktek
kakeknya yang baru. Ia tersenyum ketika melihat kakek tua itu tengah berbincang
dengan seorang ibu di depan kliniknya. Begitu berwibawa dan bijaksana. Dokter
yang baik.
“Nah, ini
adalah cucuku.” Ujarnya mengenalkan saat Valerina sudah berada di hadapan
mereka.
“Wah,
benar-benar cantik. Anda tentu sangat bangga kepadanya dok,” ujar ibu itu.
valerina hanya bisa tersenyum kikuk. Sedikit risih dengan tatapan kagum ibu di
hadapannya.
“Ya, dia
adalah hal yang terindah dalam hidupku,” ujarnya.
“Ah kakek
berlebihan.” Bisik Valerina akhirnya.
“Oya, kakek
sudah membeli makanan, mungkin kau bisa menyiapkannya dulu, sementara itu masih
ada yang ingin kakek bicarakan dengan ibu ini,” ujarnya. Valerina menggaguk
santun dan berlalu pergi.
Deg…
Valerina
menghentikan langkahnya di ambang pintu. Matanya membulat menatap sosok yang
berdiri membelakanginya. Sosok itu begitu jangkung, dengan punggung yang
bidang. Ia membaca beberapa label obat-obatan yang ada di hadapannya kemudian
berbalik menghadap meja, menuliskan sesuatu, dan kembali mencari sesuatu di rak
obat-obatan. Valerina menahan nafasnya, kerinduan mulai menyeruak di relung
hatinya. Wajah jenaka itu kembali memenuhi memorinya, tawanya, mata indahnya,
kebaikannya…
Tiba-tiba
gadis itu berlari memeluk sosok di hadapannya dari belakang. Dokter muda itu
sampai terlonjak kaget, ia menarik tubuhnya dari pelukan tiba-tiba gadis itu.
kemudian berbalik menghadap sosok cantik itu.
“Ra…
Rachel…” bisiknya tidak percaya. Valerina menatapnya dengan deraian air mata
kerinduan. Kemudian ia kembali berada dalam pelukan erat pemuda di hadapannya.
“Hai Are,”
bisiknya susah payah. Kerinduannya sudah sampai di puncak hatinya. Mereka
berpelukan selama beberapa saat. Menumpahkan kerinduan yang tak terucap.
Are
memjamkan matanya, mencoba merasakan tubuh di hadapannya dengan seksama.
Meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini bukan lagi sebagai mimpi yang selalu ia
alami. Ia menghirup aroma harum rambut Valerina. Begitu menyenangkan. Ia tidak
akan pernah ingin melepaskannya lagi. Tidak akan pernah mengulangi kesalahan
yang sama dengan tiga tahun yang lalu. Ia akan menjaganya, meyakinkannya bahwa
iapun bisa membuatnya tersenyum. Meyakinkannya untuk tetap tinggal bersamanya.
“Wah,
sepertinya kakek salah masuk ruangan,” ujar Brian sedikit linglung. Valerina
dan Are langsung melepaskan pelukan mereka. Wajah mereka memerah, namun tampak
begitu bahagia. “Kalian bisa melanjutkan reuni ini. Pria tua ini hanya perlu
membeli beberapa roti untuk makan siangnya,” ujar Brian lagi. Valerina
memelototinya.
“Jadi kakek
belum membeli apa-apa?” tanyanya tidak percaya, sedikit kesal.
“Well,
kakek lupa.” Ujar kakek tua itu dengan wajahnya yang polos tidak ingin
disalahkan. Valerina mendesah dan memutar bola matanya. Are terkekeh pelan.
“Mungkin
kita bisa makan siang bersama di luar,” ujar Are.
“Oke. Tapi
cepatlah, kakek tua ini tidak lagi mempunyai stamina yang cukup seperti kalian
anak muda untuk tetap berdiri di sana,” ujarnya sedikit dramatis kemudian
melangkah keluar. Valerina dan Are saling pandang kemudian terkekeh pelan.
“Ayo, atau
kakekmu akan mengeluh lagi,” ujar Are seraya berjalan ke pintu keluar. Valerina
tertawa kecil kemudian berjalan di samping Are. Pelan namun pasti, Are
menautkan jemarinya pada Valerina, menggenggamnya erat.
0 komentar:
Posting Komentar