1 januari 2009.
Poster-poster happy New Year bertebaran di
mana-mana, begitu pula di SMA Pelita Harapan itu. Seluruh siswa tampak sibuk
membicarakan acara semalam. Begitu pula dengan tiga sahabat yang tengah asyik
berbincang di taman sekolah yang cukup sepi. Meski sulit, terkadang Dara ikut
memberikan komentar dengan bahasa isyaratnya. Terkadang mereka tertawa bersama,
apa lagi bila Damar salah mengartikan bahasa isyarat Dara yang terkadang hanya
ia dan Stela yang mengerti.
Sekarang Dara benar-benar tinggal sendiri,
karena ayahnya sudah secara sah tinggal bersama Maya di luar kota. Mungkin
hanya beberapa kali Tn.Harry datang menjenguk Dara. Selebihnya ia hanya
mengirimkan uang kepada putrinya. Tapi meski begitu tidak ada lagi
relung-relung sepi di hati sang putri bisu. karena ia memiliki sua sahabat yang
selalu berada di sisinya setiap saat.
Awan senja masih menghiasi langit sore kala
itu. Burung-burung berterbangan mencari tempat untuk bermalam. Anginpun tampak
mempersiapkan diri untuk melengkapi kekelaman mala mini. Dara duduk sendiri di
rumahnya yang indah. ia baru saja pulang dari rumah Stela. Pikirannya kini
melayang jauh, memorinya kembali berputar-putar, ia memejamkan matanya
perlahan, dan sebuah memori kembali terlintas di benaknya. Kata-kata Stela
masih tergiang jelas di benaknya. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya yang halus.
“Cintaku,
cinta segitiga…”
Lagi-lagi dada Dara terasa sesak. Kepalanya
mulai berdenyut-denyut pelan. Ia mencoba meraih obat yang ada di atas meja dan
langsung meminumnya. Meski tidak bisa membuatnya sembut, namun setidaknya obat
itu bisa menidurkannya dan membuatnya meninggalkan rasa sakit itu untuk sesaat.
Lusa adalah hari ulang tahunnya yang ke-17.
Namun dara sama sekali tidak berminat untuk merayakannya. Ia terlanjur kecewa
atas apa yang terjadi di hari ulang tahunnya yang ke-16. Ia tidak ingin
kejadian seperti tahun lalu terulang lagi. Cukup mamanya yang pergi di hari
ulang tahunnya.
Jangan…
jangan ada yang lain lagi… kalau memang harus ada yang pergi di tahun ini,
biarlah aku yang pergi…. Doa Dara dalam hati.
***
“Semuanya sudah siap?” Tanya Stela selaku
panita acara suprize party untuk Dara yang diadakan di rumahnya. “Well, kalau
begitu, kita hanya tinggal menunggu sang putri datang,” ujar Stela dengan
senyuman lebar. Ia tampak puas dengan hasil kerja kerasnya selama beberapa
minggu belakangan ini.
Tiba-tiba Riko dan Anya, yang ditugaskan untuk
menjemput Dara, datang dengan nafas terengah-engah. “Ada apa?” Tanya Stela
cemas.
“Stel, Dara nggak ada di rumahnya,” lapor Anya.
Stela mengerutkan keningnya bingung.
“Mungkin dia sedang pergi ke mall atau salon,”
jawab Chaca sekenanya.
“Entahlah, yang jelas kami menemukan ini di kamarnya,”
ujar Anya lagi seraya menyerahkan selembar kertas.
‘When
I Fly without Wings, When I know that my name was written in the Star’
Stela terhenyak membaca tulisan sahabat baiknya
itu, entah mengapa air matanya mulai mengalir perlahan.
“Aku tau di mana Dara,” gumam Damar pada
dirinya sendiri sebelum berlalu pergi.
“Damar!!!” panggil Stela, namun Damar sama
sekali tidak menoleh. Ia malah mempercepat langkahnya dan masuk ke dalam
mobilnya. Satu jam kemudian ia sudah merada di jalanan yang kedua sisinya di
penuhi pepohonan besar. Udara sejuk menyeruak kedalam paru-parunya. Plang
bertulisan Bandung baru saja ia lewati beberapa saat yang lalu.
***
Cinta akan kembali pada sang pencinta. Meski
cinta tidak mengerti makna cinta…
Hanya mengagumi cinta, dan mengagungkan cinta
tanpa mencoba mengartikan cinta…
Cinta akan berkorban demi cinta, meski cinta
tidak memiliki kekuatan selain cinta…
Tapi cinta akan terus mencoba untuk mencintai
apa yang pantas dicintainya…
Cintailah cinta, karena cinta akan mencintai sang
pencinta…
***
Mobil Damar melaju kencang, seakan tidak peduli
akan bahaya yang mungkin saja mengancam. Jantungnya berdetak keras. Sesekali ia
melirik jam tangannya, khawatir waktu sudah terlebih dahulu menghampiri takdir.
Di Jakarta, Stela masih mematung di ambang
pintu. Ia tidak berniat mengejar Damar. Karena ia mengerti cinta sejati tidak
akan pernah bisa di halangi. Di dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia berdo’a
atas keselamatan kedua sahabatnya. Kedua matanya terpejam, mencoba memutar
memori-memori semunya dengan kedua cahaya kehidupannya. Diremasnya berkas yang
baru saja ia terima dari pihak rumah sakit. Berkas putih yang mengabarinya
tenatng penyakit akut yang diderita sang putri. Sungguh ironis.
Dara terduduk sendiri di dalam bosya. Matanya mulai
kabur, namun hal itu tidak membuatnya putus semangat. Kepalanya terasa semakin
sakit, entah sampai kapan ia bisa bertahan.
Ciiit…
Suara decitan rem mobil Damar terdengar
nyaring. Namun tak menggubris Dara yang yang tengah tertegun menatap bintang yang
cantik. Dammar memasuki Bosya perlahan-lahan. Jiwanya langsung merasa lega
ketika melihat gadis cantik itu tengah terduduk lemah di hadapan teropong
bintang.
“Dara…” panggil Damar. “Dara syukurlah, aku
sangat khawatir,” Damar memeluk tubuh Dara yang seketika itu juga langsung
ambruk. “Dara astaga! Dara bangun!!” pekik Damar panik. Perlahan namun pasti
Dara menggerakan kelopak matanya, dengan susah payah ia tersenyum lemah pada
sosok tampan di hadapannya. “Dara ku mohon, jangan pergi lagi.” Bisik Damar ketakutan.
Dara hanya tersenyum lemah dan menatap sosok
itu penuh luka. Damar membopong tubuh Dara memasuki mobil dan membawanya ke
suatu tempat di mana mereka bisa melihat bintang dengan lebih jelas. Dengan
sisa-sisa kekuatan terakhirnya, Dara mencoba tersenyum manis seolah membalas
sapaan hangat bintang-bintang cantik di langit malam itu. kini mereka berada di
puncak, duduk di padang rumput yang lapang, membiarkan angin lembut membelai
wajah mereka berdua.
Damar merangkul bahu Dara penuh kasih. Dara
menyandarkan kepalanya yang sudah tidak bertenaga di dada Damar. Bintang mala mini sungguh sangat indah.
membuat Dara tak rela berkedip sama sekali. Damar melirik gadis itu dalam diam,
enggan mengusik ketenangan sang putrid bisu. setetes air mata peih menghiasi
sudut mata elangnya. Hatinya sakit menahan luka yang menghampirinya. Perlahan
namun pasti Dara menutup matanya dengan senyuman manis terlukis di wajah
cantiknya. Semua cinta dan citanya sudah ia gapai. Setetes air mata mengakhiri
kehidupan sang putri bisu.
Tiba-tiba sebuah sms masuk, damar membukanya
dengan sangat perlahan.
From : Stela
Damar
kamu dimana? Bagaimana keadaan Dara?
Sms dari Stela. Damar hanya tersenyum pilu.
Diletakannya ponsel itu diatas rumput begitu saja, ia sama sekali tidak berniat
untuk membalas pesan dari Stela. Damar melirik dara yang menutup kedua matanya
kemudian mengencangkan rangkulannya, khawatir jika tubuh kaku itu akna terjatuh
lagi.
Damar menangis dalan diam. Cintanya yang besar
membuatnya tidak ingin menyadari akan takdir yang telah menghampiri. Namun
akhirnya iapun tersenyum tipis saat sebuah bintang cemerlang berkedip
kearahnya.
***
Jakarta, 27 February 2009.
Stela masih berdiri di depan jendela kamarya
yang terbuka lebar. Damar belum juga pulang. Namun ia sudah mengerti apa yang
terjadi. Karena kini sosok Dara telah tergantikan oleh bintang yang paling cemerlang
diatas sana. Stela menangis pilu dalam diam. Hatinya sakit mendapati sahabatnya
tak lagi berada di sisinya.
***
27
February 2009
Hari ini hari ulang tahunku
yang ke-17. Mungki akan menjadi ulang tahunku yang terakhir. Tetapi aku
benar-benar bahagia karena sudah mendapatkan cinta dan cita ku…
Stela, tidak pernah ada cinta
segituga, yang ada hanyalah kamu dan Damar. Aku hanya setetes hujan. Yang
datang ketika memang diharuskan datang. Namun sungguh, aku selalu berniat untuk
memberikan rasa sejuk untuk pengalihan dari panas matahari. Jika akhirnya aku
hanya memberikan luka, aku minta maaf. Tapi aku hanya sebuah hujan, dan akan
terus seperti itu. La, kau harus tau, tidak pernah ada cinta segi tiga. Yang
ada hanya kau dan Damar. Selalu hanya kalian, karena aku hanya hujan yang
datang dan pergi. Cukup simpan aku dalam hatimu, karena akupun takkan pernah
melupakanmu, sahabatku
Bila kalian merindukanku,
tataplah bintang di langit, karena disanalah aku menanti kalian…
With love
Andhara
Raina
Stela melipat surat terakhir dari
Dara dengan perlahan, ia tersenyum tipis ketika merasakan rangkulan Damar
semakin erat di bahunya. Damar tersenyum dan mengangguk, kemudian mereka
berjalan perlahan meninggalkan pusaran sang bintang.
The end
5 komentar:
Sedih mbak..:')
sedih *ambil tissu sambil nangis*
hehehe,
maaf yah sudah membuat galauu...
haduh.. Bkin terisak2.. cherry bgus.... Suka crta yg bgni!
thank you very much for the information provided
Posting Komentar