Aku
mematung di ambang pintu, menatap sosok yang tengah terbaring lemah itu dengan
perih. Ingin rasanya aku menyentuh wajah itu, membelainya perlahan. Menunjukan
kepadanya bahwa aku tidak seperti gadis yang lainnya.
Sesekali
ia meringis perih, mungkin beberapa pukulan itu telah melukai otot dalamnya,
atau mungkin memecahkan beberapa pembuluh darahnya. Hatiku terpilin ketika
memikirkan hal itu. Dengan perlahan aku berjalan mendekatinya. Mencoba melihatnya
lebih dekat. Aroma aneh dari cairan yang berada diatas meja itu membuatku
mengernyit. Belum lagi warna merah yang membaur dengan air di dalam wadah kecil itu.
Ia
pasti kesakitan. Aku tau itu. Ada lebam besar di bawah mata kirinya, dan di
dekat pelipisnya. Bibir bawahnya tampak sedikit sobek meski darah sudah
mengering di sana. lagi-lagi hatiku meringis ketika mengingat bahwa luka itu
tercipta karena ulahku. Betapa bodohnya aku sampai menantang musuh-musuhku itu.
Dia,
pemuda itu, dengan gagah berani datang bersama sahabatku. Ia mencoba melawan
mereka, demi melindungiku.
Setetes
air mata membasi pipiku. Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan, atau katakan
padanya. Sebuah kata terima kasih tidak akan pernah cukup.
Dan
sejujurnya, jika boleh memilih dan pasti di kabulkan, aku berharap aku lah yang
terluka saat ini. Bukan dia… bukan pangeranku.
Aku
mundur selangkah ketika tubuhnya bergerak gelisah di atas ranjang. Aku tau dia
tidak menyukaiku, tapi aku tidak bisa menahan diriku lagi. Aku mencintainya. Aku
jatuh cinta padanya sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Dan cinta itu
tidak akan pernah pudar, meskipun aku tau, hanya luka yang ku dapatkan dari
rasa cinta itu.
Tapi
aku mencintainya, sekarang dan seterusnya.
Tiba-tiba
matanya bergerak, dengan perlahan ia membuka matanya, dan sesaat kemudian
teriakan itu kembali terdengar. Aku sempat tersentak, namun dengan cepat
berlalu dari sisinya. Aku tidak ingin melukainya.
“Bukankah
aku sudah mengatakan bahwa pemuda itu alergi kucing,” tegur seekor kucing yang
sedari tadi berdiri di balik pintu ketika aku berjalan keluar kamar itu. aku
terdiam.
“Aku
tau, tapi aku mencintainya,” bisikku pelan. Hatiku mulai mengeras ketika
mendengar erangan kesakitannya. Kemudian sel-sel dalam benakku mulai mengatur
rencana untuk membalaskan dendamku pada musuh terberatku yang sudah melukainya,
ya… anjing tetangga sebelah.
7 komentar:
Whuaaaahahhahahahahahaa,,,
Ziaaaaaaa,,,,jewer nih,,,,
hehehe pisss mbaaa.... ini kisah si meong yang cinta matiii... wkwkkwkw
Wahahahahaha mba riska kena tipu..
Hahahaha *ngetawain mba riska*
tapi aku juga kena tipu si neng 1 ini. *jeng jeng*
-..-"
u r nuts !! Lol i loph it :)
hehehe mba cita... pisssss...
bundaa... lols....
wkwkwkkkk kucing itu lagiiii!
thank you very much for the information provided
Posting Komentar