“Aku ingin kau menjadi bintang dalam iklan bulan kesehatan kali ini,”
ujar Are malam itu. ia dan Valerina baru saja selesai makan malam bersama
kakek. Dan seperti biasa kakek tua itu akan langsung masuk kamar dengan
bermacam keluhan tentang umurnya yang tidak lagi muda. Padahal tentu saja
Valerina dan Are bukan lagi anak kecil yang bisa dikelabui oleh kakek tua itu.
“Aku?” Tanya Valerina, menatap Are yang duduk di belakangnya.
Menontonnya mencuci piring. “Tapi kenapa harus aku?” Tanya Valerina.
“Kau sangat cantik, dan kau tentu saja sangat cocok menjadi seorang
putri yang berada di tengah anak-anak kecil itu.” Valerina mengeringkan
tangannya kemudian berbalik menatap Are. “Kau juga seorang designer terkenal,
tentu menyenangkan jika kau bisa menjadi duta kesehatan tahun ini. Ini sebuah
kehormatan yang sangat besar untuk kami.” Are melingkarkan tanganya di sekitar
pinggang Valerina.
“Aku tidak yakin,” ujarnya. Mengingat Kikan putri Leo. “Dan aku merasa
tidak pantas untuk ini, aku bahkan tidak meneruskan kuliah kedokteranku,”
keluhnya, kemudian meletakan kedua tangannya diatas bahu Are.
“Kakek rasa kau sangat cocok!” teriak kakek tiba-tiba di balik pintu
kamarnya. Are dan Valerina langsung menjauh, kemudian mereka menyipitkan
matanya pada kakek tua yang tiba-tiba tertegun mengutuki kebodohannya.
“Aku kira migrant kakek kambuh,” desis Valerina tajam. Brian membulatkan
bola matanya.
“Aduh, astaga… kenapa kepala kakek terasa tambah sakit… sepertinya kakek
harus tidur,” ujar kakek tua itu seraya memegang kepala sebelah kirinya
kemudian berjalan ke kamarnya lagi. Valerina mencibir. Baru saja ia akan
melangkah kepada kakeknya, tangan Are sudah menarik Valerina hingga duduk di
atas pangkuannya. Valerina terkejut,
namun masih terlalu kesal pada Brian dari pada perlakuan mengejutkan Are.
“Padahal dia memiliki migran kepala sebelah kanan!” desisnya.
“Sudahlah,” Are membelai lembut tanganya.
“Dan apa-apaan kau ini, kau ingin melindunginya? Lepaskan, aku ingin
memberikan kakek tua itu pelajaran!” ujar Valerina kesal ketika menyadari
tangan Are sudah melingkari pinggangnya.
“Aku tidak berusaha melindungi siapapun, aku melakukan hal yang aku
inginkan,” elak Are. Valerina kemudian terkikik pelan dan melepas kaca mata Are
sebelum mencium bibirnya perlahan. “Katakan kalau kau setuju,” bisik Are,
menjauhkan wajahnya sesaat.
Valerina mengerutkan keningnya. “Bagaimana bisa aku menolak permintaan
seorang dokter tampan sepertimu. Tentu saja iya,” bisiknya. Dan Are kembali
mencium Valerina.
***
“Apa??!” pekik Keysa tidak percaya keesokan harinya. “Kau akan
membintangi iklan bulan kesehatan tahun ini?” ulangnya. Valerina mengaguk
pelan. Wajahnya sedikit memerah. “Kau akan terekspos,” desis Keysa ngeri.
“Aku rasa tidak salahnya menjadi terkenal,” ujar Valerina setelah diam
beberapa saat. Keysa kembali menatapnya tidak percaya. Kemudian terkekh pelan.
“Ya tentu, tapi aku tidak yakin bisakah kau menandingi terkenalnya brand
pakaianmu,” ujarnya riang. Valerina hanya tersenyum tipis.
Keysa mendesah lega. Akhirnya, ia menemukan sosok asli gadis kelabu ini.
Dan tentu saja ia sama sekali tidak meragukan kepiawaian gadis ini untuk
membintangi iklan itu. Valerina adalah gadis multi talented pertama yang ia temui, terlebih saat mengetahui masa
lalunya sebagai mahasiswa kedokteran. Ia yakin, jika Valerina meneruskan
kuliahnya ia tentu sudah menjadi dokter yang paling menawan saat ini.
“Eh, tapi kemana dokter tampan itu? aku melihatmu berangkat sendiri hari
ini,” ujar Keysa. Ia bisa mendengar desahan nafas sang putri.
“Dia ada pertemuan di Malaysia,” jawab Valerina pelan. “Jadi aku akan
memulai syuting tanpanya,” Keysa menutup buku besarnya perlahan. Entah mengapa
bukan masalah itu yang membuatnya merasakan mendung yang tersembunyi apik di
balik keceriaan valerina hari ini.
***
“Nona Rachel, ah maksud saya nona Valerina. Senang bertemu dengan anda,”
ujar seorang lelaki berumur 40-an ketika melihat Valerina memasuki rumah
bermain anak yang disetting sebagai tempat lokasi syuting yang pertama. “Saya
Rio, sutradara iklan ini.” Ujarnya. Valerina mengaguk santun. “Santailah dulu,
syutingnya akan dimulai satu jam lagi.” Lagi-lagi Valerina mengaguk dan
mengedarkan pandangannya ke ruangan besar warna warni itu. sesuai dengan
namanya, rumah ini memang di peruntukan untuk tempat bermain anak-anak.
Ceritanya adalah, Valerina akan menjadi seorang dokter muda yang baik
hati, yang membatu beberapa ibu yang tengah kesusahan menghadapi wabah penyakit
pada anak-anak mereka. Wabah penyakit itu di akibatkan karena kebiasaan hidup
kotor di kebanyakan keluarga. Dan disanalah Valerina, yang berperan sebagai
dokter namun lebih tampak seperti bidadari, datang membantu para ibu
menyembuhkan anak-anak mereka dan mengadakan penyuluhan untuk membiasakan hidup
bersih.
Semuanya tampak sederhana namun begitu dalam maknanya. Kebersihan memang
salah satu hal yang patut dijaga dimanapun.
Pada bagian awal ini Valerina hanya perlu berakting menjadi dokter yang
mendapatkan kabar tentang wabah yang mengenai beberapa anak itu. dan selebihnya
adegan itu di lakukan oleh beberapa anak balita dan ibu mereka. Valerina
memutuskan untuk langsung pulang ketika pengambilan gambarnya selesai. Meski ia
sedikit tertarik untuk melihat akting bocah-bocah kecil itu, tetapi telepon
darurat dari Keysa memaksanya untuk segera pulang.
***
“Ya semuanya berjalan lancar,” ujar Valerina keesokan harinya di
telepon. “Aku akan pergi ke lokasi syuting kedua sekarang. Kapan kau pulang?”
valerina mendengar desahan nafas di sebrang sana. Sebelum Are menjelaskan
ketertundaan kepulangannya. “Baiklah, jaga dirimu baik-baik,” bisik Valerina
pelan sebelum menutup teleponnya.
Syuting kali ini berlokasikan di puncak bogor. Sebenarnya Rio sudah menawarinya
untuk pergi dengan mereka sejak kemarin, namun karena urusan mendadak ia baru
bisa datang hari ini.
Valerina menarik nafas dalam-dalam ketika sampai di lokasi syuting.
Aroma pegunungan yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Begitu damai dan lembut.
Padang rumput yang luas dan indah terbentang di hadapannya, dan kini sudah
berhiaskan balon-balon berwarna warni. Ia akan menari bersama anak-anak itu
hari ini. Berputar bahagia. Ya, itulah skenarionya, menggambarkan kesehatan dan
betapa bahagianya anak-anak itu.
“Ibu peli,” bisik seorang gadis kecil. Valerina membuka matanya dan
menatap gadis kecil itu. “Ibu peli,” bisiknya lagi. Valerina mengerutkan
keningnya, kemudian berlutut di hadapan gadis kecil itu, ia sedikit heran
mendengar getaran di suara gadis itu.
“Hai cantik, siapa namamu?” tanyanya lembut. Gadis kecil itu menatap
wajah Valerina tak berkedip. “Mana mamamu?” tanyanya lagi, mengedarkan
pandangannya ke sekeliling padang rumput yang cukup ramai. Namun ia tidak
mendapati seorang ibu yang tengah sibuk mencari anaknya.
“Dik, siapa namamu?” tanyanya sekali lagi. Mulai sedikit khawatir ketika
mata gadis kecil itu mulai berair.
“Lahel,” bisiknya pelan.
0 komentar:
Posting Komentar