Rabu, 10 Oktober 2012

PUTRI KELABU -13-


BAB TIGA BELAS

Kami refleks menoleh kearah pintu. aku tertegun melihat sosok yang berdiri di sana. Sosok yang beberapa hari ini begitu familiar di benakku. Sosok yang selalu menghiasi mimpiku. Aku mengerutkan keningku heran, bagaimana ia bisa ada di sini. Bagai mana mungkin ia mengetahui aku di sini? Apa dari tante Lia? Walau bagaimanapun aku merasa tersanjung melihat sosok terkasihku di depan mataku.
Namun mata itu terpaku menatap gadis disebelahku. Aku perlahan melirik Luna yang tengah tersenyum lebar. Tunggu dulu! Apakah aku melewatkan sesuatu? Apakah aku lupa menanyakan nama tunangan Raka ketika berbicara dengan Vero kemarin? Apakah aku lupa menanyakan pria beruntung yang dicintai Luna ketika ia menceritakan semuanya? Apakah aku lupa?
“Hai,” Luna menyapanya lemah. Namun jelas terlihat ia begitu bahagia. Aku menggigit bibir bawahku keras-keras. Mencoba memindahkan rasa sakit dari hatiku. Raka berjalan kikuk melewati kami, mendekati Luna, membungkuk kemudian mencium keningnya. Aku terhenyak.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Raka lembut. Aku memalingkan wajahku perih. Namun batinku tetap ingin menatapnya. Memberontak, memaki karena kepedihan ini.
“Aku baik, kenalkan ini sahabat yang selalu aku ceritakan, Kirana dan Rachel,” Raka menjabat tangan Kirana kemudian berbalik padaku.
“Rachel,” bisiknya. aku tidak bisa membaca tatapannya. “Mm... aku...”
“Hai, senang bertemu denganmu,” potongku cepat. Raka terlihat sedikit terkejut. “Hm... mungkin kami harus memberikan kalian sedikit privasi,” ujarku setenang mungkin.
“Tidak, aku ingin kalian di sini. Saling mengenal satu sama lain. Ini sangat menyenangkan dikelilingi orang-orang yang kusayangi,” ujar Luna. Aku bisa melihat Kirana mengaguk senang. Aku tersenyum mengiyakan.
Aku merasa mual ketika kami –atau tepatnya mereka- tengah berbincang seru. Aku bisa merasakan kepalaku berputar. Kemudian gelap...


“Apa dia baik-baik saja?” aku bisa mendengar kecemasan Luna dari suaranya.
“Ya, dia pasti hanya kelelahan. Kau tau dia mengalami banyak masalah juga akhir-akhir ini,” jawab Kirana. “Dia dijodohkan oleh almarhum orang tuanya,”
Cukup!!
Aku ingin berteriak pada Kirana. Namun semuanya terasa begitu berat.
“Dengan siapa?”
“Putra sahabat orang tuanya. Tapi sukurlah sepertinya perjodohannya lancar. Ia sangat mencintai tunangannya itu. aku sendiri belum melihatnya, namun aku tidak akan pernah melihat rona bahagia ini sebelumnya. Ia pasti sangat istimewa,”
“Syukurlah,” aku bisa mendengar senyuman Luna. “Aku selalu mengkhawatirkannya, ia begitu rapuh,” bisiknya. “Aku akan memberikan apapun agar dia bahagia,”
Tidak, kau tidak mungkin memberikan apa yang ku mau! Tidak akan pernah! Dan tidak akan bisa!
“Aku harap dengan adanya pemuda ini ia bisa kembali berdiri tegar,” bisik Kirana. Aku tercekat, nafasku tersenggal-senggal. Dan sesaat kemudian aku bisa mendengar langkah-langkah tergesa itu.


“Kau membuatku kaget!” pekik Kirana ketika aku siuman. Aku tersenyum lemah padanya. “Aku akan mengabari Luna, kalau kau sudah siuman. Raka, bisakah kau menjaganya sebentar untukku,” pinta Kirana. Aku menatap Raka yang mengaguk kaku di sofa,
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Raka terlihat cemas. Aku menarik lenganku perlahan dari genggamannya. Kemudian mengaguk pelan. “Aku minta maaf,”  bisiknya penuh sesal. Aku tertawa hambar.
“Kau tidak perlu minta maaf,” bisikku. “Aku malah harusnya berterima kasih karena sudah menjaga sahabat baikku selama ini, terima kasih banyak,” aku merasakan air mataku mulai tergenang. “Dan soal perjodohan kita, aku akan membatalkannya,”
“Tidak,” ujar Raka tercekat.
“Tenanglah, kau masih bisa menjagaku sebagaimana kau menjaga Vero. Hanya saja bukan seperti ini, aku tidak mungkin melukai perasaannya. Cintailah ia, karena ia juga sangat mencintaimu. Aku akan baik-baik saja... sungguh,” aku mencoba kembali tersenyum. “Lagi pula aku tidak bisa mencintaimu. Kau sahabatku dan musuh kecilku,” ujarku seringan mungkin. Raka menatapku perih.
“Terima kasih,” bisiknya tulus kemudian memelukku erat.
“Hey sudahlah, kalau Luna sampai melihat kita seperti ini, ia bisa marah padamu bukan padaku,” ia menatapku tidak mengerti. “Dia lebih menyayangiku dari pada dirimu, kau tau?” candaku.
“Ya aku tau,” jawabnya serius.
“Kau??!!” teriak Luna di ambang pintu. “Beraninya kau mengagetkanku seperti ini!” ujar Luna ia menatapku kesal namun penuh kasih. “Aku akan membunuhmu jika kau berani membuat kami semua khawatir lagi,” ia memelukku erat. “Kau tidak tau betapa kami menyayangimu,” bisiknya. aku mengaguk di pelukannya, membuat air mataku menetes perlahan.

1 komentar:

Nunaalia mengatakan...

huaaaaaa ternyata bener Raka kekasih Luna...!! kasian kimi...nyesek bgt!