Selasa, 09 Oktober 2012

THE POISON -01-



        Aku tidak pernah bermimpi terlalu jauh, terlebih yang di luar anganku. Hanya satu hal yang aku pinta... seseorang yang mencintaiku selayaknya bintang mencintai sang rembulan... hanya itu...

SATU
My First Sight

        “Lily, ayo cepat, nati kita bisa terlambat!!” aku mengendus kesal sebelum akhirnya berlari menuruni tangga. Huh, apa mereka pikir mudah berlari dengan gaun dan high heels setinggi ini??
        “Ini dia si tuan putri, ayo cepet nanti kita terlambat,” ujar pria paruh baya yang duduk di kursi samping kursi pengemudi. Aku mengikuti mom yang duduk di kursi belakang.
        “Mom, apa ini ga berlebihan?” mom menatapku sambil tersenyum.
        “Kamu cantik kok sayang...” ujarnya lembut. Aku tersenyum bangga. Dari kursi pengemudi aku bisa mendengar suara kak Arya menggerutu. Dan selalu begitu selama perjalanan.
Arya adalah kakak pertamaku, sebelum kak Rani.  Dia sudah menikah dan memiliki seorang putri kecil bernama Alysa putri Alenda Maharani, dan guess what!! Itu membuatku menjadi seorang tante muda yang begitu menawan. Well itu asumsiku.
Sayangnya mereka tinggal di tempat kelahiran kakak iparku, Amsterdam.
“Jadi Rena dan Aly akan datang besok?” tanya Dad memcah keheningan. Kak Arya menggaguk dibalik kemudi.
“Yah, jangan besok dong Dad, akukan ada meeting, nanti aku ga bisa jemput Ale...” rengekku.
“Emang meetingnya ga bisa di tunda dulu ya?” tanya mom.
“Mom, ini meeting pertama dia, masa baru aja naik jabatan dah undur-undur meeting, lagian itusih derita dia,” ujar kak Arya. Aku menatapnya kesal. Ia tersenyum puas. Namun ia benar, aku tidak bisa mengundur meeting besok pagi. Aku harus menghadiri meeting penting itu sebagai salah seorang manager baru.
                                        ***
Aku menatap rumah di hadapanku tidak percaya. Rumah berwarna putih itu terlihat begitu indah, kalau bukan karena deretan mobil di halamannya, mungkin tidak akan ada yang tau kalau sebuah pesta besar sedang di adakan tepat di taman belakang rumahnya.
Beberapa orang menyapa kami. Seakan-akan Dadylah yang mengadakan pesta. Tapi menurutku itu wajar. Karena Dad adalah salah satu pemegang saham terbesar di rumah sakit ternama di kota kami.
Kata mom, ini adalah pesta penyambutan anak sulung om Wijaya yang baru saja lulus dari sekolah kedokteran di Belanda. Jadilah kami semua harus hadir di pesta-yang Dady bilang- sangatlah penting. Terlebih dia adalah sahabat kak Arya.
“Orangnya ganteng loh De...” bisik kak Arya. Aku melirik sinis kearahnya.
“Heh, kak Rena mau dikemanain??” tanyaku asal. Kak Arya menatapku heran.
“Ini buat kamu, kakak udah bosen...” selorohnya.
“No way!!” desisku. Menurut pengalamanku, selera kak Arya di bawah rata-rata. Maka dari itu, aku, mom dan dad sampai tak habis pikir bagaimana mungkin orang seperti kak Arya mendapatkan wanita secantik kak Rena.
“Kamu pasti naksir, Rani aja sempet naksir,” bisik kak Arya lagi. Aku langsung melotot.
“potong kuping kakak kalau aku sampai naksir...” candaku dengan nada serius. Dia langsung menatapku geram.
        “Nah, ini dia om Wijaya,” ujar Dad memcahkan genjatan senjataku dan kak Arya.
        “Ini pasti Irish dan Arya,” tebak om Wijaya. Aku tersenyum kikuk. Aku tidak terlalu suka di panggil Irish, meski itu adalah nama keluarga mom. “Ternyata kamu bohong Gun, kamu bilang anakmu itu cantik...” ujar om Wijaya. Aku membulatkan mataku hendak protes. kak Arya tersenyum senang. “Dia ternyata sangat teramat cantik...” lanjut om Wijaya. Wajahku langsung memerah. Mom dan dad tersenyum lebar. Sedangkan kak Arya menatapku dengan tatapan menyebalkan. Yes Menang!! Lagi pula siapa sih yang bisa menahan pesona kecantikan putri Irish Rachel Davela ini??
        “Ini Raka, perjaka om...” ujar om Wijaya seraya menunjuk seorang cowok berkacamata di belakangnya. Cowok itu menoleh dan tersenyum santun.
Deg...
Matanya... senyumannya... wajahnya... rambutnya... dan tatapannya terasa berbeda. Semuanya tampak sangat bersahabat namun tegas dan dipenuhi luka. Bahkan senyuman manis di wajahnya...
“Ly!!” aku tersentak kaget dan langsung tersadar dari lamunanku. Wajahku sedikit memerah saat mendapati semua tatapan menuju kepadaku. Kak Arya tertawa kecil.
“Ly...” tegur mom. Aku langsung tersadar dan menyambut uluran tangan cowok di depanku.
Astaga... apa yang terjadi denganku?....
Shit...
Satu kosong deh...
                                        ***
“Udah kakak bilang, kamu pasti naksir,” ujar kak Arya saat kami sampai dirumah. “Orang Rani aja sampai naksir, padahal Galih sudah datang buat lamaran,”
“Ih, kak Arya nyebelin banget sih, udah aku bilang, aku ga naksir dia!!” runtukku.
“Kalo iya juga ga apa-apa kok, Dady setuju kalau kamu sama dia,”
“Astaga Dady....” teriakku kesal. Kak Arya tertawa lebar. Aku mengendus kesal dan langsung memasuki kamar.   
“Ga aku ga boleh naksir... tapi matanya... hus!! Aku ga boleh naksir... ga boleh...”
Aku menatap pantulan wajahku di cermin. Dan entah mengapa ingatanku langsung tertuju pada cowok bernama Raka yang baru saja ku kenal. Entah mengapa aku merasa ada satu hal yang menarikku. Aku tidak mengerti namun aku merasa hal itu sangat kuat. Dan aku sama sekali tidak tau apa. Satu hal yang harus aku lakukan adalah menjaga hatiku agar tidak jatuh cinta. Ya, hanya itu yang harus ku lakukan.
                                        ***

0 komentar: