Jumat, 19 Oktober 2012

PUTRI KELABU -18-


BAB DELAPAN BELAS


Kakek memberikan sehelai selimut kepundakku. Tangan besarnya meremas bahu kiriku dengan sayang. Memaksaku tersenyum tipis penuh keperihan. Kemudian aku bisa melihat tatapan itu. tatapan sayang kakek yang begitu tulus. Perlahan namun pasti aku mulai melihat air matanya mengalir, apa ia juga menangisi nasibku?
“Kakek...” bisikku seraya menghapus air mata di kedua mata tua itu. “Ada apa?” tanyaku.
“Apa seorang kakek tidak boleh menangis melihat cucunya bersedih sepanjang hari seperti ini?” ia memandangku. “Kimi, katakanlah pada kakek. Berceritalah sayang, biar kakek membantumu mengusir semua air mata ini. kakek memang hanya lelaki tua yang tidak berdaya. Maaf kan kakek. Andai saja kakek bisa menggantikan kedua orang tuamu kala itu, mungkin kau akan bahagia saat ini,”
“Kakek,” aku menatapnya tidak percaya. Perih memilin dadaku hingga begitu sesak bernafas. “Aku menyayangi kakek dan tidak pernah menyesalinya...” aku memeluk kakek penuh kasih. Aku benar-benar menyayanginya.
“Tapi kakek tidak bisa membuatmu bahagia..”
“Keberadaan kakek disini, sudah lebih dari cukup. Ku mohon jangan berkata seperti itu lagi,”
“Kimi, katakanlah pada kakek, apa yang bisa kakek lakukan untuk membantumu,” pintanya tulus. Aku menatap kakek perih dan mengaguk.
                                                ***
Kirana memelukku erat ketika aku menjemput mereka di bandara. Aku senang sudah kembali menemukan keceriaannya.
“Gaun pengantinnya sudah diantarkan,” ujar Kirana terkikik. “Gaun pengiring pengantinnya juga sangat cantik. Begitu cocok dengan kita,” tambahnya. Aku mencoba tersenyum. Luna tersenyum malu-malu disampingku. Aku begitu senang melihat rona bahagia mereka.
“Kenalkan, ini Are,” ujarku ketika kami sampai di mobil. Luna langsung melirik nakal ke arah ku.
“Jadi ini adalah pangeran cinta mu itu?” tanya Luna. Aku tersenyum malu-malu. “Seleramu benar-benar bagus,” bisiknya. aku bisa melihat Are tersenyum sopan. Namun lagi-lagi senyuman itu tidak menyentuh mata jenakanya.
“Raka akan datang jam sembilan malam,” terang Kirana dari kursi depan. Aku mengaguk disamping Luna. “Aku dengar Vero juga memesan beberapa burung,”
“Ya, untuk mempertegas suasana. Kau tau, beberapa merpati untuk di pelaminan, bangau di taman dan gagak di...”
“Gagak?” tanya Kirana tidak mengerti. Aku mengangkat bahuku.
“Entahlah,” bisikku. Aku mempererat rangkulanku pada tubuh lemah Luna. Besok adalah hari besar untuknya. Hari dimana akhirnya ia mendapatkan semua mimpinya. Aku membantu Vero mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahannya disini. Karena ia memang ingin menikah di pantai Anyer, sebuah gagasan awal yang bagus. pernikahan outdoor. Uniknya lagi setiap tamu diwajibkan memakai topeng. Aku tau, ini adalah gagasan Luna yang tidak percaya diri akan wajahnya. Meski kami sudah beribu kali mengatakan kalau ia begitu cantik.
“Sudah sampai,” bisik Are ketika kami sampai di hotel Marbela Anyer. Aku membantu Luna kembali duduk di atas kursi rodanya, kemudian membiarkan Kirana membawanya masuk.
“Terima kasih,” bisikku. Are hanya mengaguk sekali dan berlalu pergi. Wajah itu tampak begitu berbeda dari yang aku kenal sebelumnya. Wajah jenakanya tampak dipenuhi luka, dan aku tau itu semua karena ulahku.

Luna tampak duduk sendiri menatap pantai dari kamar hotelnya. Wajahnya begitu tenang, tampak begitu sehat dan normal. Aku mendekatinya. “Cinta itu rumit,” ujarnya tiba-tiba. Aku menatapnya tidak mengerti. “Kau tau, rasanya aku tidak akan pernah menggapai impianku,”
“Apa maksudmu? Raka tulus mencintaimu,”
“Tapi dia membagi cintanya,” Luna menoleh menatapku, membuatku terkejut karena tatapannya. “Dia mencintai gadis lain juga,” tambah Luna. Aku menggigit bibir bawahku keras-keras. “Awalnya aku tidak percaya. Bukan karena tidak menyadari, namun aku tidak mau menerima kenyataan itu. aku tidak mau,” desisnya. “Namun semuanya tampak lebih nyata lagi sekarang. Aku sangat menyayangi dia, dan ingin dirinya bahagia. Tapi aku bukan gadis yang bisa membaginya dengan orang lain. Aku menyayanginya. Dan aku membencinya ketika mencintai orang lain,”
“Di.. dia tidak mungkin,” bisikku tercekat.
“Aku harap juga tidak, percayalah! Tapi sepertinya gadis itu sudah membuatnya berpaling dariku. Lucu memang,” bisiknya. “Gadis itu tentu lebih cantik dariku, lebih sehat, lebih sempurna...” Luna menggigit bibirnya. Memaksanya menahan tangis. Tanganku terulur kearahnya.
“Tapi gadis itu tidak akan mendapatkan apapun, kalian akan segera menikah,” hiburku. Luna menangis dalam diam.
Veronica membanting pintu di belakang kami tiba-tiba. Wajahnya pucat. “Kakak kecelakaan,” bisiknya. aku bisa merasakan tubuhku terhantam batu keras. Kemudian hilang dalam gelombang lautan. “Kak Luna!!” teriak Vero menyadarkanku. Luna terkulai lemas disampingku. 

1 komentar:

Nunaalia mengatakan...

kimi tegar bgt meski sbnrnya terluka dgn rencana pernikahan raka-luna, bhkan msh bs meyakinkan luna!

hh...apalagi yg bklan terjadi stlh raka kecelakaan??