Senin, 08 Oktober 2012

SOULMATE -01-


Satu.
Prolog…



Aku pernah bermimpi menjadi seorang putri; Dan rasanya mimpi itu belum juga terwujud; Dan aku ragu akankah semua mimpi itu terwujud??
          5 tahun yang lalu aku baru saja resmi menjadi alumni sebuah sekolah menengah atas ternama di Bandung. Namun, karena suatu alasan aku terpaksa pergi ke luar negri, meninggalkan separuh hidupku di kota permai ini.
          Tidak seperti orang lain, aku tidak pernah berambisi untuk tinggal dan sekolah di luar negri. Cukup berada di sekeliling orang –orang yang kusayangi… sudah cukup.
          Namun apa boleh buat… kami sekeluarga harus pindah dan tinggal hingga 4 tahun lamanya di Australia. Terkadang aku melihat tatapan sedih Mom karena harus rela meninggalkan pekerjaannya. Namun aku sendiri tak kuasa menahan keputusan yang sudah dibuatnya sendiri.
          Beberapa tahun yang lalu aku masih sering beranggapan bahwa kami adalah keluarga yang sangat sempurna. Dad adalah seorang perngacara kondang. Dan mom adalah seorang dokter spesialis jantung yang ternama. Sedangkan aku dan Riana adalah sepasang saudari kembar identik yang kerap memerankan tokoh putri ketika drama sekolah diadakan.
          Namun seiring berjalannya waktu, seluruh kerapuhan dalam keluargaku mulai bermunculan. Hingga kini mom masih sering merasa malu bila mengatakan apa yang sudah terjadi kepada keluarga yang dulu selalu menjadi kebanggaannya. Berkali-kali Riana menerangkan kepadaku jika perasaan mom itu bukan malu tapi sedih. Itu lah sebabnya hingga saat ini hanya keluarga terdekat kami yang mengetahui apa yang sudah terjadi.
          Dan aku sendiri tidak terlalu menuntut. Hanya saja… aku sedikit lelah…
                                                          ***

          Aku menatap pantulan wajah Riana di cermin. Ia terlihat cantik dengan kebaya khas Jawa yang akan ia gunakan di hari pertunangannya dengam Romi bulan Mei depan.
          Meski kami kembar identik, aku selalu merasa begitu berbeda dengan dirinya. Dan memang berbeda adanya.
          Dulu, eyang slalu mengatakan bahwa kami adalah dua putri yang berbeda. Seakan-akan ia adalah putri yang bermandikan cahaya mentari sedangkan aku adalah putri yang bermandikan cahaya rembulan. Kami mempunyai rambut pirang warisan eyang. Mata kami coklat keemasan khas orang-orang ber-IQ tinggi. Tubuh kami tinggi semampai, warisan dad. Dan tentu saja wajah kami cantik seperti mom.
          Namun terlepas dari semua keindahan itu, terdapat kerapuhan pada diri kami berdua. Layaknya sebuah telur kecil yang harus terbelah, maka tidak cukup bahan untuk menciptakan sebuah karya yang sempurna.
          Begitu pula kami dengan segala kerapuhan kami…
          “Gimana Li, kau suka?” tanya Riana tiba-tiba. Aku langsung kembai terjaga. Tentu saja aku suka. Ia terlihat cantik. Dan aku ragu apakan Romi pantas mendapatkan gadis secantik saudariku.
          Aku tau Riana sudah berhubungan dengan pria asli Bandung itu sejak beberapa tahun yang lalu. Namun rasanya aku masih tidak siap memikirkan tentang semua hal yang bersangkutan dengan pernikahan. Umur kami baru 23 tahun saat ini. Dan rasanya masih terlalu muda untuk mengurung diri sebagai seorang istri. Namun aku tidak bisa berbuat banyak. Ini adalah keputusan Riana dari hatinya yang terdalam.
          Aku hanya bisa turut berbahagia, dan berjanji untuk berfikir dengan sebaik-baiknya.
          Hari ini, ada sebuah pesta reuni. Dan dengan rendah diri Riana meminjamkan segalamya kepadaku. Aku bersorak kegirangan. Dan ku lihat Riana tersenyum lebar.
          Akhirnya aku akan pergi sebagai diriku…
                                                          ***







0 komentar: