BAB DUA PULUH SATU
3 tahun
kemudian
Hembusan
angin itu terasa begitu menyejukan. Seorang gadis cantik mengencangkan jaket
kulitnya ketika keluar dari bandara soekarno hatta. Ia mendesah seraya melirik
jam tangan cantiknya sekilas.
“Nona, yang
lainnya sudah menunggu di hotel,” ujar seorang lelaki paruh baya yang
mengenakan seragam hitam. Gadis cantik itu mengaguk pelan, membetulkan letak
kaca mata hitamnya dan berjalan menunduk. Rambut indahnya dibentuk menyerupai
ekor kuda yang halus, bergerak seirama dengan langkahnya yang anggun.
Berkali
kali ia menghela nafas dalam mencoba menghalau gemuruh hatinya yang tak
menentu. Wajah cantiknya tampak pucat. Matanya terus menatap awas keluar kaca
mobil. “Apa nona baik-baik saja?” Tanya Tedi sang supir. Gadis itu hampir saja
terlonjak karena terkejut. Namun kemudian ia menyandarkan punggungnya,
memejamkan matanya sesaat kemudian mencoba kembali tenang.
“Ya,”
jawabnya pelan. Suaranya merdu bagaikan lonceng, namun dingin dan penuh
ketakutan.
Ayolah, aku hanya akan berada di Indonesia selama
beberapa jam. Aku harus bisa bertahan.
Bisiknya seakan mengucapkan mantra untuk dirinya sendiri. Namun bukannya merasa
tenang, gemuruh hatinya malah bertambah tidak menentu.
Aku harus tenang. Aku harus tenang. Aku tidak mungkin
bertemu dengan mereka di sini.
Memikirkan hal itu membuat mata gadis itu memanas, sudah tiga tahun ia mencoba
untuk menahan seluruh emosi itu, namun tampaknya semuanya sia-sia. Duduk di
dalam mobil dengan bersupirkan orang Indonesia, berada di keramaian orang
Indonesia dan menjadi orang Indonesia tampaknya tidak membuatnya merasa lebih
baik.
Gadis itu
kembali terlonjak ketika ponselnya bergetar. Ia menggeleng pelan untuk menghela
rasa ketakutannya. Ini sudah tiga tahun, dan seharusnya ia sudah bisa menguasai
dirinya lagi.
“Halo,”
“Val, kau
akan datang bukan?” suara di serbang sana terdengar sedikit khawatir.
“Tentu. Aku
akan berada di sana dua puluh menit lagi.” Jawab gadis itu. Tedi melihat
majikannya dari kaca spionnya, kemudian kembali menatap jalan yang berdebu. “Aku
ingin semuanya disiapkan sebaik mungkin,”
“Ya tentu.
Cepatlah datang semuanya sudah menunggu,” dan kemudian teleponnya terputus.
Valerina, begitu gadis itu kerap dipanggil, melepaskan kaca mata hitamnya,
membiarkan mata coklat jernihnya menerawang jauh ke depan. Sudah tiga tahun, dan aku akan baik-baik saja. Batinnya.
***
Aroma mawar
langsung menyerbu indra penciumannya ketika ia melangkah masuk kedalam aula
besar salah satu hotel terkenal di Jakarta. Ia tersenyum singkat pada beberapa
orang yang ia temui di pintu masuk. Tubuh semampainya dengan mudah melenggang
masuk dan menemukan orang yang meneleponnya di perjalanan tadi.
“Selamat
siang,” ujar Valerina sopan kepada beberapa orang berpakaian rapih di
hadapannya.
“Ah
Valerina, akhirnya kau datang juga,” ujar gadis cantik berambut pendek.
Valerina kembali tersenyum dan menjabat orang-orang yang ada di hadapannya.
Wajahnya datar dan professional.
“Maaf membuat
anda menunggu,” ujarnya formal.
“Ternyata
kabar tentang kecantikan anda memang benar adanya,” ujar seorang pria jangkung
berjas coklat tua. Valerina hanya tersenyum singkat kemudian mengaguk santun.
“Maaf
sebelum acara ini di mulai, saya harus bicara dengan nona Keysa sebentar.
Permisi.” ujarnya. Keysa melongo. Melirik kikuk tamu-tamu terhormat di
hadapannya kemudian berjalan mengikuti gadis cantik itu. Ia mendesah pelan,
menyadari kegagalannya untuk menghindari badai. “Aku suka hasil kerjamu,”
ujarnya sambil lalu. Keysa berjalan tertunduk di belakangnya.
“Aku hanya
mengikuti instruksimu,” jawabnya datar. “Tapi Val, mengapa kau menggunakan
warna kelabu ini?” ia melirik kain satin yang menjadi penghias dinding di sampingnya.
Valerina menghentikan langkahnya. Keysa tercekat, menyadari kesalahannya sekali
lagi. Bagaimana ia bisa lupa kalau kehidupan pribadi rekan kerjanya adalah hal
yang tidak boleh ditanyakan. “Maaf,” bisiknya. Tapi toh siapa yang tau jika
warna kelabu ini menyangkut dengan kehidupan pribadinya?
“Aku hanya
berusaha membuatnya sesuai dengan tema.” Bisik Valerina dingin, kemudian
kembali berjalan. “Ini adalah gaun-gaun terakhir yang akan diperagakan hari
ini, kau sudah menyiapkan modelnya bukan?” Tanya Valerina ketika mereka sampai
di ruangan lain yang lebih tertutup. Keysa melongo melihat gaun-gaun cantik di
hadapannya. Sudah dua tahun ia bekerja dengan gadis itu, dan selalu saja ia
terkagum dengan rancangan indah Valerina. Meski sampai saat ini ia selalu
bertanya-tanya bagaimana mungkin ia merasakan kagum, ketakutan, dan sedikit
perih ketika melihat gaun-gaun indah bernuansa kelabu itu. Seakan semuanya
dirancang untuk menghadiri pemakaman yang begitu fenomenal. Ya, pemakaman sesuatu yang begitu
berharga.
Seakan baru
tersadar dari lamunannya, Keysa mengaguk cepat. Valerina mengaguk dan berlalu
pergi. Begitu angkuh dan formal. Dua tahun berlalu, dan ia sama sekali tidak
pernah melihat mata itu tersenyum. Wajahnya seakan memang diciptakan untuk
hanya menunjukan senyum formalitas yang anggun dan dingin. “Ah, tunggu dulu,”
ujar Keysa saat tersadar akan sesuatu. “Beberapa media ingin meliputmu,”
Valerina membeku diambang pintu.
“Aku tidak
ingin ada publikasi.” Ujarnya dingin. Keysa menggigit bibir bawahnya,
membulatkan tekadnya.
“Val, ini
adalah debut ketigamu. Kau pasti akan sangat terkenal, kau salah satu orang
Indonesia yang sukses dalam bidang Fashion di Perancis. Dan kini kau kembali,
tentu saja hal ini akan sangat membanggakan.” Tutur Keysa. Valerina memutar
tubuhnya hingga berhadapan dengan sosok cantik Keysa.
“Tidak ada
publikasi.” Bisiknya tajam, membuat Keysa tergagap di tempatnya. Dan ketika
gadis itu kembali pergi, barulah Keysa bisa bernafas dengan lancar. Ia masih
tidak mengerti dengan keangkuhan putri cantik itu. Apa sulitnya duduk di depan wartawan, menjawab sedikit pertanyaannya? Renungnya
kesal. Sampai kapan gadis ini akan
bersembunyi di balik karya-karya indahnya?
4 komentar:
cherryyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
knp g bilang ini dilanjutkan???
hiks hiks hiks
sudah menunggu diriku ini
aih....
Cherrrrryyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy sayang akhirnya diposting jg....
Maksih maksihhh....
#peluk erat(ga pake tali) n cium,,,,
inikah alasan ganti wallpaper?...
Hehehehe#kepo
cherry... val itu kimi ya??
kok jadi designer? bukannya kuliah kedokteran yaa??
Posting Komentar