Senin, 12 November 2012

HUJAN KEMARIN -10-


BAB SEPULUH
The Romance

Aldi tersenyum tipis padaku ketika kami berpisah di depan mejaku. Mengapa aku jadi merasa dihormati seperti ini??
Namun aku tidak terlalu perduli dengan hal itu. karena saat ini pikiranku terfokus pada sosok cantik yang duduk manis di sebelahku. Ia tersenyum lebar, matanya berbinar penuh suka cita. Aku mengerutkan keningku, apa dia sudah tau yang terjadi? Kemudian wajahku memanas. Apa semua anak sudah mengetahui hal ini?
“Jadi?” pertanyaannya membuyarkan lamunanku. Aku berjalan mendekatinya, kemudian duduk disampingnya. “Bisakah aku memberikanmu sebuah pelukan?” aku menatapnya penuh haru sebelum mengaguk pelan. Lena memelukku erat. Desahan nafasnya begitu nyata, menyiratkan kelegaan yang sempurna. Aku melepaskan pelukannya ketika merasakan tetesan air mata di bahuku. “Jangan kau hapus, ini adalah air mata bahagia.” Bisiknya. Aku menatapnya penuh kasih. Ah Lena sahabat terbaikku…
“Jadi ceritakan padaku secara detail,” ujarnya setelah bisa menghentikan air matanya. Aku menatapnya curiga.
“Aku pikir kau sudah tau apa yang terjadi.” Lena terkekeh pelan. ia menggeser tubuhnya lebih dekat, mengeluarkan beberapa buku pelajaran siang itu dan kembali menatapku dengan senyuman manisnya.
“Tentu saja aku sudah tau kisah akhirnya, tapi kau tau, aku masih ingin mendengar detailnya,” aku masih menatap curiga padanya. “Oh ayolah Izz… kau tentu akan menangis meraung-raung jika semua ini tidak berjalan lancar. tapi sekarang kau di sini, di sampingku, dengan air mata yang mengerak dan rona pipi yang sempurna,” refleks aku langsung menyentuh kedua pipiku. Lena langsung tertawa. “Cepat ceritakan semuanya, aku sudah tidak sabar. Jika melihat dari sisa air matamu yang mEngering, kau pasti menangis hebat tadi,” tebaknya. Matanya menilai wajahku. Aku memutar bola mataku dan menutup wajahku dengan buku bahasa inggris.
“Bisakah aku menyimpannya sendiri sebagai private romanceku?” tanyaku dengan nada mengeluh.
“Silahkan saja,” bisik Lena pelan sebelum menggelitiki pinggangku penuh semangat.
                              ****
Lena mengangkat bahunya tak acuh, senyuman jahil masih menghiasi wajah cantiknya. “Aku akan memberikanmu privacy time dengan pangeran barumu,” bisik Lena sebelum berlalu pergi. Wajahku bersemu merah, namun aku tetap melambaikan tanganku pada gadis itu. hingga akhirnya ia menghilang di balik gerbang sekolah yang terbuka lebar.
Petang itu, cahaya matahari tak lagi tersembunyi di balik mendung. Malah sebaliknya, ia bersinar begitu indah, menunjukan seluruh kemilau senja yang memukau. Suasana sekolah dengan cepatnya menjadi sunyi. hanya beberapa anggota klub-klub tertentu yang masih berkeliaran di sekolah. Termasuk klub basket yang masih berlatih untuk mempersiapkan diri menjelang pertandingan musim ini. Aku duduk di depan kelasku, menatap lorong sekolah yang sepi. Ada kursi-kursi panjang di setiap muka kelas.
“Sudah lama?” aku tersentak kaget. “Maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu,” ia menyentuh pundakku perlahan. Senyuman manis itu kembali hadir menghampiri, membuat hatiku kembali berdesir tak tertahankan. “Kau masih terlihat pucat,” bisiknya seraya menyentuh kedua pipiku. Aku tersentak karena sentuhannya. Ia tersenyum geli. “Apa kau akan terus tersentak-sentak kaget seperti ini ketika ku sentuh?” tanyanya. Wajahku memanas, bahkan rasanya kini seluruh tubuhku memanas karena kata-katanya. Jadi dia tau apa efek sentuhannya padaku?? Dan dia dengan santainya terus menggodaku??? Aku menyipitkan mataku kesal.
“Hahahaha…” tawanya meledak. “Maafkan aku,” ia merengkuh wajahku dengan kedua telapak tanganya. “Kau benar-benar lucu,” ujarnya di tengah tawanya. Aku merasa tersinggung, namun sialnya sisi lain diriku merasa tersanjung karena sikapnya. “Ayo pulang, sudah sore…” ia menggenggam tanganku dan menarik tubuhku berdiri bersamanya. Aku menatap jemari kami yang bertautan. “Kau harus membiasakan dengan hal ini,” bisik Ethan, kini terdengar lebih serius. “Aku juga akan membiasakan diri dengan keterkejutanmu,” suaranya terdengar geli. Aku mendesah kesal, namun akhirnya memeluk lengan kirinya dengan erat.
                              ****
Kisah ini bagai mimpi…
Kata siapa mimpi itu tidak akan pernah menjadi nyata?? Aku merasakannya. Cinta indah yang pernah membuatku menangis dan tertawa. Cinta menyebalkan yang sampai saat ini selalu membuat wajahku tersipu malu. Aku membenci cinta itu, namun sialnya takkan bisa hidup tanpanya.
Hari-hariku kini luar biasa indahnya. Memiliki kekasih yang luar biasa mempesonanya, dan tentu saja sahabat yang luar biasa menawannya. Aku menyukai hidupku. Aku menikmatinya. Dan kurasa mama pun mulai mendukung setiap langkahku. Ia tidak lagi memaksaku untuk mengambil beasiswa pertukaran pelajar ke Australia yang papa usahakan untukku. Well, beasiswa itu… ku rasa aku sama sekali tidak membutuhkannya. Aku hanya ingin tinggal di sini bersama sahabat dan kekasih menawanku.
Sudah dua minggu sejak kejadian memalukan yang indah itu terjadi aku masih belum juga terbiasa dengan sosok Ethan di sampingku, terlebih dengan status kekasih baruku. Aku masih akan merona ketika ia menatapku, tubuhku masih akan bergetar ketika ia menyentuhku, dan aku masih sangat menyukainya seperti pertama kali aku melihatnya.
Ethan adalah sosok yang manis dan baik hati. Kami selalu pulang bersama seusai sekolah. Aku senang menunggunya latihan basket setiap hari selasa, rabu, kamis dan Jum’at. Aku berangkat sekolah selalu dengan Lena. aku tidak ingin membiarkannya berangkat sendiri tanpaku –lagi-.


Aku menyipitkan mataku ketika mendengar sorak sorai siswi di sekelilingku meneriaki nama pangeranku. Selalu begitu. Mereka semua selalu seenaknya meneriaki namanya, seakan tidak peduli dengan perasaanku, apakah mereka lupa jika Ethan sudah ada yang memiliki?? Atau mereka memang sengaja berpura-pura untuk melupakanku???
“Eh, katanya kak Ethan sudah punya pacar kelas dua,” nah bergosip lagi. Diam-diam aku membuka telingaku lebar-lebar untuk mendengarkan pembicaraan mereka. Terkadang aku sadar, ini adalah hal terkonyol lainnya yang aku lakukan semenjak kenal dengan sosok pangeran tampan itu. tapi aku sama sekali tidak berniat untuk melepaskannya, aku tidak ingin ada orang lain yang merebutnya dariku.
“Ya, katanya… ah tapi siapa yang tau, toh memang banyak penggemar fanatiknya yang mengaku-ngaku menjadi kekasihnya,” ujar gadis berbandana pink tak acuh. Penggemar fanatic katanya???
Gadis berambut pendek di sampingnya termenung sejenak, pandangannya tidak pernah lepas dari sosok Ethan yang dengan lincahnya kembali memasukan bola ke ring. Sorak sorai kembali terdengar kencang. “Tapi yang ku dengar dia sedang dekat dengan salah satu anggota Cheers,” nah itu aku!! Hati kecilku bersorak riang.
“Ah, aku masih tidak bisa terima kalau dia menjadi milik orang lain,” tambah gadis berambut panjang yang lainnya.
“Memang sepertinya tidak ada yang cukup cantik untuk jadi kekasihnya…” gadis berbandana pink itu mendesah. Mataku menyipit karena kata-katanya. Kalian salah, buktinya ia memilih aku!! “Atau mungkin kalau saja Kak Sazkia tidak berpacaran dengan fotografer keren itu, mereka berdua cocok,” tambahnya. Mataku melotot pada keempat gadis yang duduk di depanku. Hatiku mulai bergemuruh kesal.
“Hey itu lihat…” pekik gadis berambut pendek girang saat Ethan tersenyum lebar. “Ah benar-benar tampan. Dia pasti bisa menjadi artis terkenal!!!” pekiknya. Aku mendesah, tentu saja pangeranku bisa menjadi apapun yang ia inginkan.
“Wah kak Ethan benar-benar keren…” gadis berambut panjang bergumam. Aku mengaguk sekali, menyetujui pendapatnya. Wajah tampan Ethan memang selalu membuat hati orang-orang di sekelilingnya mencari. “Hey lihat! Itu pacar barunya yah?!”
Aku sampai tersedak liurku sendiri ketika mendengar kata-kata gadis berambut panjang itu. keempat gadis itu langsung memusatkan pandangan mereka. aku mengikuti arah pandang mereka.
Ethan berdiri di antara anggota tim lainnya. Ia tampak lelah, namun masih bersemangat. Dan seorang gadis cantik berdiri di sampingnya, ia memberikan sebotol air mineral pada Ethan. Ethan menerimanya dengan senang hati, kemudian mereka tertawa bersama.
“Benar-benar cocok,” bisik gadis berbandana pink. Hatiku berdesir perih. Tidak!! ini tidak boleh terjadi!! Tanpa sadar aku meremas botol air mineral di tanganku hingga tanganku memerah. Aku merasakan hatiku terpilin perih. terlenih ketika tawa Ethan begitu lepas dan menyenangkan.
“Aku iri…” gumam gadis berbandana pink. “Tapi mereka memang terlihat cocok yah. Seperti memang diciptakan untuk melengkapi satu sama lain,” air mataku mulai tergenang. Aku sudah muak dengan semua lelucon itu. aku muak!!!
                              ****
Lena menggeleng padaku. Matanya menatap serius padaku. “Kau harus menyelesaikannya,” ujar Lena tegas. “Aku akan pulang duluan.” Katanya. “Ingat, selesaikan semua masalahnya dengan kepala dingin,” Lena menunjuk keningku dengan jari telunjuknya sebelum berlalu keluar kelas. Aku mendesah lelah, menempelkan keningku ke meja.
“Hai,” aku tersentak ketika mendengar suaranya. Perlahan ku angkat wajahku. “Kau baik-baik saja?” Tanya Ethan, suaranya terdengar cemas. Aku mengaguk pelan kemudian beranjak dari kursiku, berjalan mendahuluinya keluar kelas. “Ada apa? Kau terlihat aneh,” katanya. Aku mengendus. Namun sama sekali tidak menoleh padanya. Mengingat sikapnya di lapangan tadi membuat hatiku kembali panas. “Izzi…” Ethan menangkap lenganku. Dan entah mengapa itu membuat dadaku semakin sesak. Aku menyentak tangannya dari tanganku hingga terlepas. Ia tampak terkejut.
“Aku baik-baik saja, dan aku ingin pulang.” Ujarku dingin.
“Oke, kita akan pulang, tapi kau tidak baik-baik saja!” katanya tegas. Aku memutar mataku. Huh, tau apa dia tentang diriku?! “Katakan padaku ada apa?” tanyanya melembut. Aku menendang kerikil di depanku. “Izzi…” Ethan meraih jemariku, sontak aku langsung menariknya, sedikit meringis karena sakit akibat meremas botol mineral tadi. Ia mengerutkan keningnya dan mulai terlihat kesal. “Ada apa?!” tanyanya seraya menarik kembali lenganku. Mempelajari kedua telapak tanganku yang memerah. “Apa yang terjadi?” tanyanya ketus. Aku memalingkan wajahku. “Izzi!!”
“Cukup! Berhenti memanggil namaku! Berhenti bertanya ada apa, apa yang terjadi dan apapun itu!!” bentakku. Wajah Ethan mengeras, terkejut pada teriakanku.
“Izzi…”
“Kalau kau ingin bertanya, mengapa tidak kau tanyakan saja pada gadis yang memberimu air mineral ketika di lapangan tadi??!” aku mulai gusar. Ethan mengerutkan keningnya. “Begitu santai tertawa bersamanya, begitu terlihat bahagia,” desisku. Ethan menegakan punggungnya, mundur selangkah, namun tidak melepaskan pergelangan tanganku. Aku sadar matanya tengah mempelajari wajahku. Dan kemudian air mata itu kembali tergenang. Aku mulai mengutuki kelemahanku. “Ayo pulang,” bisiknya, namun tubuhku membeku. “Izzi, jangan bergurau lagi. Kemarahanmu sangat tidak beralasan,” tubuhku mengejang. Tersentak dengan kata-katanya.
“Tidak beralasan katamu??!!!” aku menyentak tangannya. rahangnya mengeras. Mata tajamnya menyipit. “Kau pikir, menebar pesona pada setiap gadis di lapangan itu adalah hal yang pantas?? Kalau begitu apa gunanya aku di sini? Kenapa kau tidak pacari saja semua gadis itu??!! mereka meneriaki namamu dengan keras, dan kau dengan ramahnya tersenyum pada mereka. mungkin kau tidak bermaksud apa-apa, tetapi mereka selalu berharap lebih. Dan aku jengah melihatnya! Aku muak!!” kata-kata itu meluncur begitu saja, seiringan dengan tetesan air mataku.
“Bodoh,” desisnya singkat, tapi aku bisa mendengar kegelian dari suaranya. “Aku lupa jika mempunyai seorang pacar yang pencemburu,” aku membulatkan mataku padanya. Pencemburu??!
“Aku…”
“Ayo pulang,” Ethan menarik bahuku dalam rangkulannya. Memaksaku berjalan di sampingnya. Aku masih kesal kepadanya, namun wajahnya sama sekali tidak menunjukan permintaan maaf. Ia malah terus tersenyum, kemudian mengecup ujung kepalaku. “pacarku yang bodoh,” bisiknya. Aku mengerucutkan bibirku kesal kemudian mendongkak untuk melihat wajahnya.
“Aku tid…” kata-kataku terpotong ketika dengan lembutnya Ethan mencium bibirku. 


3 komentar:

Fika Hikmah mengatakan...

Ini ending nya kapan ya... Udah sgt penasaran daku.....

Unknown mengatakan...

hehehe secepatnya mba fika... :) :)

narnia mengatakan...

cherry...
lanjutannya donk
hhehe