Minggu, 04 November 2012

Midnight Wishes -01-


SATU
MY LIFE.

“I can't take it any longer... Thought that we were stronger... All we do is linger... Slipping through my fingers... I don't wanna try now... All that's left's goodbye to... Find a way that I can tell you...”
My princess!!!”
“Oh shit!!! Ya kek, I’m coming,” teriak gadis cantik berbandana pink itu sedikit kesal. Ia mematikan musiknya kemudian berlari keruang makan. “pagi kakek...” ia mencium pipi kiri kakeknya.
“Oya, hari ini kakek ada rapat, mungkin akan pulang terlambat,” ujar lelaki paruh baya itu sebelum menggingit potongan sandwic terakhirnya.
It’s ok, aku juga pulang terlambat, aku harus latihan Cheers, les piano, dan...”
“Tuan putri, kau masih sakit...”
“kakek... walaupun aku sakit aku masih punya stamina yang tinggi, aku masih muda, jadi bagaimana mungkin seorang kakek tua bisa bekerja sampai larut sedangkan aku tidak...”
“Oke, kakek pulang tepat waktu!!” ujar Gunawan akhirnya. Davela tersenyum puas. Seorang wanita paruh baya turut tersenyum melihat tingkah kedua majikannya.
“Ya udah, aku berangkat dulu ya kek,” Devela mencium kening kakeknnya yang masih kesal. Kemudian menghampiri wanita yang kerap di panggil ibu itu. “Bu, titip kakek ya,” ujarnya riang. Wanita itu tersenyum dan menggaguk. Davela tersenyum senang kemudian berlalu pergi.
Brak...
“Tuan besar... Nona Davela pingsan!!”
***
18 Januari
“kakek...” bisik Davela lemah. Gunawan tersenyum lebar.
“Ya sayang, syukurlah kamu sudah siuman,” ujarnya sedikit lega. Davela tersenyum tipis.
“Kek...” bisiknya seraya menghapus air mata yang mengalir di mata tua kakeknya. “Aku baik-baik aja, ini pasti karena aku jarang minum vitamin, tapi aku janji, aku ga akan lupa lagi...” ujar Davela. Gunawan menggaguk lemah. “Kakek... please, I’m Ok, please... no more tears, please...”
“Nona Davela...”
“Dok, tolong bilang padanya kalau kau baik-baik aja, aku Cuma kurang stamina... aku baik-baik saja kan dok?” tanya Davela saat dokter Surya memasuki kamarnya. Surya menatap gadis cantik itu sesaat kemudian menggaguk perlahan.
“Kamu baik-baik saja, kamu harus baik...” ujar dokter tua itu dengan senyuman hangatnya. Davela tersenyum lega.
“Kek, lihat, dokter juga bilang aku baik...” ujar Davela. Gunawan menghapus air matanya dan menggaguk perlahan.
I must be ok... I must be Ok...
                                                ***
Davela berkali-kali menghela nafas panjang saat melihat sosoknya di hadapan cermin. Kemudian menggeleng-geleng seraya tersenyum mengejek. Namun sedetik kemudian ia kembali terdiam.
“Huft, lama-lama aku bisa gila!!” desisnya.
“Non Vela,”
“Iya bu masuk,” ujar Davela seraya merapikan bajunya. “Loh kok vitaminnya banyak banget bu, hm... ini pasti gara-gara aku pingsan tadi pagi, ah kakek keterlaluan, kalo gini sih aku bisa overdosis vitamin,” tutur Davela seraya memperhatikan satu persatu obat yang dibawa Laras. “Loh ini kan obat penghilang rasa sakit,” ujar Davela heran seraya menatap setablet acetaminophen.
“Biar ibu tanya sama tuan Non,”
“Ga usah, udah malem, ibu tidur aja, nanti Vella yang tanya ma kakek,” ujar Davela. Laras mengaguk dan berlalu pergi. “Hm... kakek harus ngejelasin ini semua!!” ujar Davela geram seraya membawa obat-obatannya.
                                                ***
“Ku mohon...” Davela menghentikan langkahnya saat mendengar suara kakeknya dari ruang kerjanya yang tidak tertutup. Ia mengerutkan keningnya. Baru kali ini ia mendengar kakeknya memohon seperti itu. “Aku mohon, pasti masih banyak cara untuk menyelamatkannya, ya lakukan apa saja... ku mohon... apa saja... ku mohon...” Nafas Davela tercekat. Ia mendekatkan telinganya lebih rapat.
“Ku mohon Surya, bebaskan putri kecilku dari kanker sialan itu...”
DEG...
Davela terhenyak. Setetes air mata mengawali kepedihannya. Obat-obatan yang di tangannya terjatuh begitu saja. Ia menatap jemarinya yang mulai kabur. Kemudian jatuh terduduk di depan pintu. Tubuhnya seakan tak betenaga sama sekali bahkan meski hanya untuk sekedar mangeluarkan isakannya yang tertahan.
Kata-kata itu kembali terngiang. Seakan menjadi film yang terputar begitu saja.
‘Mom baik-baik saja sayang, tapi kamu tetap harus janji, kamu akan menjadi gadis yang baik, mom pergi dulu. Kamu tidak boleh berulah pada kakek, dia menyayangimu seperti mom dan dad menyayangimu, mom pergi dulu... mom pergi... pergi...’
Davela kecil mengaguk bersemangat dan tersenyum lebar. Barkali-kali ia mengejek kakeknya yang terus menangis sepeninggalan ibunya. dan saat ini ia mengerti, andai saja saat itu ia memahami semuanya, mungkin ia akan menangis lebih keras lagi saat mendengar kata kanker.
                                                ***

0 komentar: