Minggu, 04 November 2012

Midnight Wishes -02-


  DUA
PELANGI PERTAMA


Davela menatap hujan di balik jendela kamarnya. Ia masih terdiam. Menata hati yang tak beraturan. Menatap segala kenyataan yang tak bisa ia hindari. Ia kembali terdiam. Menatap hujan yang mengguyur raya tanpa ampun. Kemudian mulai tersenyum menggejek dunia yang membisu.
“Davela,” panggil Gunawan pelan. Davela tidak menoleh. Ia hanya terdiam di kursinya. Masih menatap hujan dengan segala warna kelabuya. “Ada dokter Surya,” ujar Gunawan lagi. Davela masih terdiam. Jemarinya mengukir beberapa sketsa di jendelanya yang berembun.
“Davela... boleh dokter masuk?” tanya Surya perlahan. Davela tidak menjawab. Ia tersenyum mengejek dirinya sendiri. “Vella, banyak hal yang bisa kita lakukan sayang, kamu tenang saja... kamu akan baik-baik saja...” ujar Surya dengan nafas tertahan. Davela tersenyum getir. Kemudian menoleh. Memperlihatkan seluruh kepedihan di matanya.
“Apa yang bisa anda lakukan untuk menghentikan bom kematian seseorang dok?” tanya Davela getir. Gunawan memalingkan wajahnya. “Tidak ada yang perlu aku lakukan, mungkin cukup hanya mempersiapan batinku untuk melihat kematian...”
“Vella, tapi kamu masih bisa sembuh sayang, kamu masih dalam stadium dini...” ujar Gunawan perih.
“Apa kata-kata itu juga yang kakek berikan pada mom dihari sebelum ia pergi???” tanya Davela perih. Gunawan tercekat kemudian menunduk.
“Aku hanya lelaki tua,” ujarnya seraya duduk di samping putri kecilnya. “Aku hanya lelaki tua yang kesepian, seluruh hidupku sudah kau ambil Tuhan, lalu kenapa aku masih bisa bernafas??? Mengapa kau tak mengambil nyawaku??? Mengapa kau membuatku merasakan sakit ini???!!” bisiknya perih. “Aku hanya lelaki tua!!”
“Kakek...” bisik Davela parau.
“Maafkan kakek sayang, kakek tidak bisa menjaga kamu dengan baik, kakek tidak bisa mempertahankan nenekmu atau bahkan ibumu, kakek tidak bisa...”
“Kakek... maaf...” Davela berlari memeluk kakeknya yang terisak.
Ia hanya lelaki tua Tuhan... ia hanya lelaki tua...mengapa kau membuatnya bersedih... mengapa Tuhan...
                                                ***
Putri Davela Vanessa Ashlyn Geraldy adalah salah satu gadis tercantik di sekolahnya. Kepintarannya membuat para guru menaruh harapan besar padanya. Kekayaannya membuat setiap mata gadis yang melihatnya iri. Cantik, kaya, dan pintar namun sangat rendah diri. Davela adalah cerminan seorang putri masa kini. Namun siapapun tau, kehidupan putri itu tidaklah selamanya begitu, kehidupan seorang putri tidaklah seindah itu. Sama sekali tidak.
“Kamu masih sakit?” tanya Irene salah satu sahabatnya di sekolah. Davela tersenyum dan menggeleng.
“Cuma masih sedikit terpengaruh obat,” ujar Davela lirih. Irene mengangkat bahu dan berlalu.
“Tapi Vell, kamu keliatan pucat banget,” ujar Rasty. Lexa dan Lena menggaguk setuju.
I’m Ok,” ujar Davela lagi.
“Ya udah, kalau ada apa-apa jangan lupa bilang sama kita ya,” ujar Lexa. Davela mengaguk. “Kamu ikut latihan cheers hari ini?”
“Ya iya lah,” ujar Davela seriang mungkin. Ke empat sahabatnya mengaguk senang.
                                                ***
“Kakek...”
“Vella, astaga, kamu siuman juga,” Gunawan memeluk cucunya erat. “Mulai sekarang kamu tidak boleh ikut kegiatan apapun,” Davela tercekat. “Kakek tidak mau kamu  memperburuk keadaan kamu sendiri,” ujar Gunawan tegas.
“Tapi kek,”
“Kamu sudah kakek carikan dokter pribadi, jadi kamu tidak bisa macam-macam lagi!!” ujarnya ketus. Davela menghela nafas panjang.
“Kek, bagaimana dengan teman-temanku? Apa mereka tau?” tanya Davela cemas. Gunawan menggeleng perlahan.
“Tuan Gunawan,” panggil Surya. “Davela, kebetulan sekali kamu sudah siuman, ini kenalkan dokter Raka yang akan mengurus kamu di rumah,” ujar Surya.
DEG...
Davela terhenyak sesaat. Ia menatap sosok Dokter di hadapannya dengan sekasama. Dokter jangkung dengan tatapan dingin namun menyejukan. Dokter tampan dengan senyuman yang tampaknya akan sangat jarang terlihat. Dokter berkacamata yang begitu menawan.
“Dokter Raka, ini tuan Gunawan Geraldy dan cucunya Nona Davela Geraldy,” ujar Surya. Raka menjabat  tangan keduanya dengan santun.
“Aku nggak mau punya dokter pribadi!!” ujar Davela tiba-tiba. Tiga pasang mata langsung menatapnya tidak mengerti.
“Tapi sayang...”
“Kakek!! Cukup, aku Cuma mau hidup normal, aku ga mau punya sesuatu pribadi yang menunjukan kepada semua orang tentang keadaanku... kakek tau, ini hanya akan membuatku semakin sedih, karena setiap saat aku akan sadar kalau aku ini sakit dan akan mati!!!”
“Davela... kakek tidak bermaksud begitu... kakek hanya ingin yang terbaik untukmu,”
“Terima kasih kek, tapi please... aku Cuma mau sendiri...” ujar gadis pewaris Geraldy Group itu pelan. Raka tercekat kemudian menghela nafas panjang. Ia membuka kacamatanya yang sedikit berembun.
                                                ***
25 Januari
Tuhan boleh kah aku menyebutnya sebagai catatan kematian???
Aku hanya ingin meninggalkan sesuatu untuk kakek, agar dia tau bahwa aku sama sekali tidak ingin meninggalkannya... aku sangat menyayanginya...
Tuhan ku mohon, jika ini memang jalan hidupku, ku mohon buatlah ia setabah mungkin... ia sudah terlalu sering terluka... ia sudah terlalu sering menangis...
Ia hanya lelaki tua tuhan... ku mohon...

“Non Davela...” panggil Laras. Davela langsung menutup bukunya.
“Ibu masuk,”ujarnya. Laras masuk dengan senampan obat-obatan. Davela menghela nafas panjang. 
“Kata tuan, Non minum saja dulu obatnya nanti tuan akan kesini,”
“Loh buat apa? Bukannya kakek sedang ada tamu?”
“Tapi kata tuan, Tuan ingin menjaga Non, Tuan ingin memantaunya sendiri, Tuan sudah tidak percaya pada ibu, Tuan bilang, ibu terlalu memanjakan Non Davela,” Davela tersenyum pahit kemudian memalingkan wajahnya.
“Bu, katakan pada kakek, malam ini dia tidak usah repot repot ke kamarku, karena aku sudah meminum obatnya, dan satu lagi... aku rasa aku butuh seorang dokter pribadi,” ujar Davela pahit. Laras mengaguk perlahan. “Dan ibu, bisakah ibu berhenti memanggilku Nona,” pintanya. Laras sedikit tercekat. Namun kemudian tersenyum tipis. Ia menggaguk perlahan. Memorinya kembali berputar, memperlihatkan gadis cantik yang selalu tersenyum manis sama seperti putrinya.
                                                                                ***

0 komentar: