Selasa, 20 November 2012

HUJAN KEMARIN -15-


BAB LIMA BELAS
Just go…



Mungkin ini memang akhirnya. Akhir dari seluruh hidupku, hanya saja, jika boleh meminta dan pasti dikabulkan aku memilih untuk segera mati saat ini juga. Maaf Tuhan, bukan berarti aku tidak menghargai hidupku, hanya saja… aku mulai ragu, akankah aku dapat mengarungi sisa hidupku dengan hati serapuh ini.
Andai saja kata ‘andai’ itu berlaku di dunia ini, seperti sebuah lorong waktu yang bisa memperbaiki keadaan. Mungkin aku akan memintanya tetap tinggal bersamaku, atau aku akan pergi bersamanya, berangkat seperti biasa di hujan kala itu hingga kami tetap bersama hidup atau mati. Tapi ya, aku tau Tuhan. Ini adalah goresan takdirmu untukku. Hanya satu harapku, jika memang luka ini adalah sebuah ujian untukku, ku harap ujian ini akan membawa sebuah berkah.
Aku menghela nafas panjang ketika melihat langit yang belum juga menghilangkan kelabunya. Satu hal terakhir yang ingin ku lakukan saat ini adalah bertemu dengan kak Sam. Aku tidak terlalu yakin mengapa, tapi hati kecilku memaksaku untuk menemuinya, apapun alasannya.
Atau mungkin sebenarnya aku sudah tau apa yang akan ku katakan padanya. Hanya saja otakku menolak untuk mengakuinya. Aku terlalu keras hati untuk mengakui kebenarannya tentang Ethan. Ya, dia tentu sudah mengetahui hal ini. Aku merasa hatiku semakin sakit ketika mengingat hal memuakan itu. kekasihku… atau lebih tepatnya lagi, mantan kekasihku…
Aku sudah mencoba mencari kak Sam di sekolah, namun aku tidak bisa menemukannya. Dan sialnya tidak ada satu orangpun yang mengatakan dimana dia. Well, satu hal yang mereka semua lupakan adalah kedekatan kami.


“Isabella,” aku tersenyum santun pada wanita paruh baya yang berdiri di hadapanku. Wajahnya cantik meski memiliki sedikit keriput di sisi-sisi mata coklat mudanya.
“Hai tante Citra…” balasku sesopan mungkin. “Kak Sam ada?” tanyaku. Tante Citra tertegun sejenak. Ia memalingkan pandangannya ke sembarang arah. “Tante, ada apa?” tanyaku. Tante Citra mendesah dan melirik ke dalam rumahnya yang sunyi.
“Tante akan panggilkan,” bisiknya pelan. satu hal yang sama sekali tidak pernah dilakukannya, Memanggilkan kak Sam ketika aku datang. Karena dia lebih sering menyuruhku langsung masuk ke kamarnya.
Aku mengaguk sekali, dan tante Citra langsung masuk kedalam rumahnya. Tiga menit, lima menit, bahkan sampai sepuluh menit kemudian tante Citra tidak juga kembali. Aku mendesah, mulai merasa cemas dan bosan menunggu. Akhirnya dengan perlahan aku berjalan mendekati kamar kak Sam.
“Aku tidak ingin bertemu dengannya…” Langkahku terhenti seketika. “Mom, sudahlah aku lelah,” aku menghapus air mataku yang menetes secepat mungkin. Tidak. aku tidak boleh menangis karena ini. Aku tidak boleh menangis karena ini…
“Sammuel tidak bisakah kau hanya mengatakan hai kepadanya? Dia putri sahabat mom,” aku menggeleng sedih ketika mendengar permohonan tante Citra.
“Sebaiknya aku pergi dulu,” aku tersentak ketika pintu kamar kak Sam terbuka lebar. Seorang gadis cantik dengan dress berwarna magenta mematung di ambang pintu. Untuk sesaat kami hanya saling pandang tak bersuara.
“Izzi…” sampai kemudian gadis cantik itu menyebut namaku dengan perlahan. Aku mencoba tersenyum ramah, namun sepertinya wajahku malah terlihat aneh dengan sebam mataku yang tak juga menghilang.
“Isabella??!” kemudian sosok jangkung itu menerobos keluar. Menyingkirkan gadis cantik itu dengan satu gerakan. Aku menahan nafasku untuk sesaat. Aku tidak mengerti, namun hatiku terasa begitu perih melihat mereka berdua berdiri di sana. Well, aku memang tidak memiliki alasan untuk menangis dan kecewa, tapi entah mengapa hal yang ingin ku lakukan adalah berteriak kecewa pada mereka.
“Izzi, kau harus mendengarkan penjelasan kami,” suara kak Lolita terdengar parau. Aku menggeleng, merasa tidak pantas untuk mendengar penjelasan apapun dari mereka. kak Sam memalingkan wajahnya. Saat ini ia tidak mengenakan kaca matanya, hingga denagn jelas aku bisa melihat kemilau indah dari mata coklat mudanya.
“Tidak apa-apa, aku hanya mampir sebentar,” bisikku setelah mampu menguasai gemuruh hatiku lagi. Kak Sam masih terdiam. “Aku hanya ingin mengatakan maaf padamu,” bisikku seraya menatap lurus kearah pemuda yang sama sekali tidak menatapku. “Ya, Ethan menyakitiku,” tambahku perih.
“Izzi…” tangan kak Lolita terulur padaku. Aku mundur beberapa langkah untuk menghindarinya.
“Ah…” aku menggeleng pada tangannya. “Dan satu lagi, aku ingin mengucapkan selamat tinggal, terima kasih karena telah membantuku selama ini,” mata kak Lolita melebar ketika mendengar perkataanku. Namun kak Sam masih terdiam dengan seluruh keangkuhannya. Aku merasakan begitu konyol ketika air mata itu menetes perlahan. “Bye…” bisikku sebelum berbalik pergi.
“Izzi…” panggil kak Lolita. Aku menggeleng tanpa berhenti.
“Sudahlah, dia gadis yang kuat. Biarkan dia pergi,” aku mulai terisak mendengar kata-kata angkuhnya. Kuat?? Ya kuharap aku masih memiliki kekuatan itu. namun nyatanya, aku terlalu rapuh…
Selamat tinggal kak Sam… selamat tinggal semuanya. Mimpiku, harapanku, dan masa laluku…
                              ****
Aku mencengkram kepalaku yang terasa berdenyut perih. mataku sudah kabur karena tidak tidur sejak kemarin sore. Well, sepertinya aku mempunyai hobi baru untuk memenuhi hari-hariku meratapi semua rasa depresi itu.
“Sayang…” suara mama begitu pelan. namun aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas. “Papa sudah menjemputmu,” aku terdiam. Setetes air mata kembali mengalir. “Kau bisa pergi sekarang,”
Aku berbalik memeluk mama yang menangis pelan. “Ma, maafkan aku…” bisikku pelan. mama mengaguk menguatkan.
“Sudahlah sayang, mama mengerti… lagi pula kau mungkin akan merasa lebih baik disana,” aku menatapnya sedih. Bagaimana mungkin aku bisa merasa lebih baik tanpanya. Pelindung dan pelita hidupku. “Mama sangat menyayangimu, dan sampai kapanpun pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu,” mama mengusap air mataku. Aku juga ingin melakukannya, mengusap air matanya, mengusap seluruh kesedihannya.
“Tidak bisakah mama ikut?” pintaku lirih. Mama tersenyum perih dan menggeleng. Ya, aku tau… mama sudah bercerai dengan papa sejak aku kecil. Tapi tidak bisakah aku meminta untuk sekali ini saja??
“Izzi…”
“Aku mengerti ma,” potongku, lelah mendengar penjelasannya tentang perceraian memuakan itu. “Mama menyayangimu…” aku tidak membalasnya. Hatiku terlalu lelah untuk sekedar melontarkan apa yang kini memenuhi benakku.
                              ****
“Aku menyerah…” bisikku. Aku bisa mendengar nada terkejut dari sebrang sana. Namun diriku mengabaikannya.
“Kau hampir sampai,” desis suara itu, sedikit perih ku rasa. Namun lagi-lagi aku mengabaikannya.
“Aku tidak akan pernah sampai Le. Aku sudah mencoba beribu kali dan yang ku temui hanya jalan buntu.” Tuturku berusaha seriang mungkin. Hujan di luar sana membaurkan getar suaraku.
“Kau masih bisa mencoba lagi,”
“Mencoba untuk gagal kembali?” ujarku sarkastis. Lena tercekat. Aku tertegun perih. “Maaf Le, pesawatku akan berangkat sebentar lagi. Aku akan pergi, entah sementara atau selamanya.” Lena tidak menjawab. Namun aku bisa mengdenagr isakannya yang begitu perlahan. “Satu hal yang harus kau tau, aku menyayangimu.”
Dan telepon itu terputus. Seperti benang tipis yang menghubungkan aku dengan Lena. Semuanya terputus begitu saja. Begitu mudahnya. Begitu singkatnya, dan begitu menyakitkannya.


Sesaat kemudian aku menatap layar handphoneku yang sudah mati sejak dua hari yang lalu. Hembusan angin menerpa wajahku yang membeku. Kepedihan menyentak hatiku. Well, aku memang tidak membutuhkan apapun lagi kali ini untuk berhubungan dengannya. Lena akan berada bersamaku setiap saat. Seperti kali ini.
Kulirik sosoknya yang pucat di sampingku. Tapi mereka benar, terkadang kita harus meninggalkan masa lalu, tidak tentu saja tidak melupakannya, hanya menyimpannya sebagai pelajaran hidup. Bukan hidup dengan masa lalu.
“Cheryl,” papa memanggilku. “Ada yang ingin bertemu denganmu, cepatlah. Pesawat kita akan segera berangkat. Papa tunggu di depan,” ujarnya. aku mengerutkan keningku namun tetap mengaguk mengiyakan.
Dan kemudian sosok itu berdiri disana, menatapku dengan sosoknya yang rupawan. Aku menatapnya penuh luka. Ia begitu indah, begitu menakjubkan. Mata itu, rambut itu, hidung itu… semuanya membuatku seakan ingin menyentuhnya. Merasakan keindahan yang tak terkira. Mengungkapkan kerinduan yang tak terucap. Namun aku tidak tau dimana aku meletakan seluruh suaraku.
“Izzi…” bahkan suaranya begitu indah. Seperti lonceng yang tak tersentuh. Selama ini aku selalu menghindarinya. Well, pengecut memang, namun wajah itu memberikan luka teramat dalam padaku. Pada memoriku tentang sahabatku. “Aku ingin minta maaf,” bisik kak Stefan. Aku ingin menjawab perkataannya. Namun lidahku kelu tak dapat bergerak. “Aku tau, ini memang sangat buruk.” kak Stefan menyisir rambutnya dengan jemarinya. Wajahnya begitu mirip dengan sosok cantik tak kasat mata di sampingku. “Aku tau kau mungkin membenciku karena semua ini. Tapi aku benar-benar meminta maaf karena telah membuatmu sebagai kamuflase hubunganku, dan maaf telah mempermainkan perasaanmu,” aku merasakan air mata itu menetes begitu perih. “Aku menyayangimu seperti aku menyayangi Lena. dan aku benar-benar minta maaf tentang kejadian kemarin,”
“Sudahlah kak,” akhirnya aku menemukan suaraku. “Aku sudah mengetahuinya, hanya saja… terkadang aku sengaja menutup mata dan telingaku.” Bisikku. kak Stefan terlihat begitu sedih. Aku mendesah perih. namun kemudian aku merasakan kepedihan yang lebih dalam lagi dari genggaman tangan Lena. “Aku harus pergi,” bisikku tercekat. Kak Stefan menatap jalanan dari balik jendela disamping kami.
“Tidak bisakah kau tetap tinggal?” Tanya Ethan yang tiba-tiba berada di belakang kak Stefan. Aku tidak berani mengangkat wajahku lagi. Aku menggeleng dan berjalan pelan. Mungkin aku memang pengecut. Namun aku sudah tidak memiliki kekuatan untuk melihat mereka lagi. Perlahan aku melepaskan genggaman tangan Lena.
“Aku menyayangimu Le,” bisikku teramat pelan kemudian berjalan menjauh. Tidak. aku takkan pernah kembali berbalik untuk melihat semua luka itu. Tidak sebelum aku bisa menghapus semua ketakutan ini.

Aku berjalan perlahan. Dan akhirnya aku pun harus pergi. Entah sementara atau selamanya. Hanya pergi untuk sejenak memejamkan mataku dari kenyataan itu. aku menarik nafas panjang dan memantapkan langkahku. Ya, aku akan pergi. Meninggalkan seluruh kehidupanku di sini, meninggalkan sahabat terbaikku, meninggalkan ibuku tersayang, meninggalkan  memoriku, meninggalkan kak Sam, meninggalkan seluruh cintaku dan lukaku, meninggalkan sosok tercintaku, Ethan yang kini tengah menggenggam erat tangan kak Stefan.




11 komentar:

Fathy mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Fathy mengatakan...



wait the minute... it's mean ethan dan stefan homo gitu cher??
klo bener, kedubrak deh cherry...
huaaaa kasihan izzi n lena kalo gitu,,, g jadi benci sama lena
hikss, hikss hikss

narnia mengatakan...

apaa??
Ethan Gay???
si Cherry nih terinspirasi dr mn sih??
*pura2mikir*
hhehe

Unknown mengatakan...

TARAAA.....
hehehehe...
bab 14 dan 15 adalah bab pertama yang aku tulis pas pertama kali buat cerita ini... :) :)
mba Narnia... cerita ini terinspirasi dari kisah om Greyku... MAT BOMER, sang pria tampan rupawan namun Gay, hihihihi
*sstt... waktu nulisnya aku sambil nangis depan leppy loh, karena ga terima Mat gay, hihihihi

Fathy mengatakan...

cher postingnya kpn lagi?? ditunggu yah, tetep semangat cheryy....

Fathy mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
anakcantik(Santhy Agatha) mengatakan...

ini makin kesini makin bikin shock *geleng2* kenapa bisa begituuu aku benci kalo harus bersaing dengan laki-lakiii *teriak histeris sambil jambak rambut* hihihi

narnia mengatakan...

hhahaha mba Shanty lucu deh..
tpi bner jg ya mba,koq kaya nya gimaanaaa gt klo saingan nya cowo.
xixixi

Cher Cher...mana lanjutan nya???
'__'

Unknown mengatakan...

mba santii... sama... aku juga benci klo bersaing sama cwo, blom lagi, ga bakal bisa di ajak jambak2an, hihihi mereka kan rambutnya pendek...
mba nia, sudah di posting, silakan dibaca... : ): )

Anonim mengatakan...

sudah q bilang juga apa,,, *tepok tangan sambil loncat2 kegirangan*

Nunaalia mengatakan...

ya ampuuunnn ternyatah! jadi geli ngeri gimana gitu liat ethan dan stefan. sayang bgt yaa ganteng2 tp jeruk makan jeruk...xixiii